Bukannya mamak ini mau gaya-gayaan ikut simposium kayak profesional saja, saya memang lagi butuh ilmu yang ditawarkan pas ditawari adik mau ditraktir ikut simposium Pentalogy of Dyslexia yang berlangsung selama 5 pekan berturut-turut, setiap hari Sabtu -- Ahad selama bulan Juli ini. Tentu saja saya tak menolak!
Tentang 5 Jam #KalahkanJarak dengan Simposium Daring
Saya butuh ilmu ini karena putra bungsu saya yang speech delay sedang saya cari tahu kekhususannya apa. Pada usia 10 tahun ini dia sudah ceriwis sih, tinggal 1 huruf saja yang dia belum bisa sebut -- yaitu huruf R tapi saya masih belum mendapatkan dia sebenarnya special need-nya di mana.
Saya masih perlu menelusuri lagi sebab keponakan saya sudah terkonfirmasi disleksia dan menjalani terapi di salah satu tempat terapi khusus disleksia di Bandung sekira 5 tahunan yang lalu. Setelah diskusi dengan adik ipar 3 atau 4 tahun lalu waktu dia ke Makassar, saya jadi tahu bahwa disleksia itu genetika alias diturunkan.
Disleksia juga bukan sekadar keterbatasan dalam membaca, menulis, atau berhitung tetapi jauh lebih luas dari itu karena menyangkut keterampilan-keterampilan lain dalam menjalani kehidupan. Masalah yang dialami penyandangnya bisa berupa masalah emosional, psikologis, dan sosial.
Masih bisa ditangani jika secepatnya diketahui dan dikembangkan potensi yang dimiliki jika cepat diketahui kekhususannya di mana. Dari situlah saya mendapatkan pertimbangan untuk assessment disleksia bagi anak saya. Bisa jadi dia disleksia juga hanya saja belum ketahuan karena belum di-assess secara khusus.
Soalnya, seperti itu dulu yang terjadi dengan keponakan saya. Dulunya dia didiagnosa autisme tetapi setelah pemeriksaan komprehensif di Bandung, didapati ponakan saya tersebut disleksia, bukannya autisme.
Tentunya dia harus ditangani seperti penyandang disleksia bukannya secara penyandang autisme supaya potensi dirinya bisa dieksplorasi semaksimal mungkin. Kesalahan diagnosa akan menyebabkan potensinya tidak bisa muncul dan bisa berakibat buruk ke depannya.
Nah, pasalnya di kota saya -- di Makassar tak ada tempat asesmen sekaligus terapi khusus anak disleksia seperti yang di Bandung itu.
Pandemi covid-19 membawa hikmah tersendiri bagi saya. Jika pada waktu-waktu lalu simposium serupa dilaksanakan secara offline maka kali ini pelaksanaannya secara online jadi saya yang berada di Makassar bisa menyimak para ahli yang berada di pulau Jawa memaparkan materinya.
Senang sekali saya ketika adik saya mengatakan mau membayarkan biaya simposium. Bukan hanya yang Pentalogy of Dyslexia A, juga bagian B-nya.
"Tapi siapkan kuota he he he," ucap adik saya melalui pesan Whatsapp.
Simposium Daring Pakai Kuota Apa untuk #KalahkanJarak?
Pesan ""siapkan kuota" ini menjadi penting soalnya saya tak menggunkan sinyal wifi untuk internetan. Sehari-harinya saya menggunakan kuota dari HP yang bikin mikir panjang untuk mengikuti webinar padahal banyak sekali webinar menarik diselenggarakan sepanjang pandemi ini.
"Pakai Tri, yang AON unlimited 6 GB. Rp. 60 ribu kalau tidak salah. Free internetnya mulai jam 01.00 -- 17.00 selama 30 hari. Saya selama WfH pakai ini. Zoom meeting dari pagi sampai sore. Kalau streaming 2 jam masih di bawah fair usage 1 GB," kata adik saya sembari memperlihatkan gambar kartu perdana produk AlwaysOn yang dimilikinya.
Setelah itu, saya mencari tahu apakah paket yang dimaksud adik itu bisa saya beli melalui aplikasi Grab Kios yang biasa saya gunakan membeli pulsa dan kuota. Kami punya kartu 3, biasanya putri saya yang menggunakannya.
Kalau dia mau pakai internet pada hari-hari tertentu (tidak tiap hari), saya mengisinya dengan kuota Mix Small seharga 5 ribuan, 1 GB untuk 24 jam dan kuota tengah malam hingga paginya 4 GB. Lumayanlah buat mandi kuota.
Kalau dibelikan kuota Mix Small ini, saya ikut memakainya sekalian untuk update aplikasi. Rasanya lebih hemat ya ketimbang saya mengisi kuota dalam jumlah besar. Kalau kuota Mix Small ini tidak perlu tiap hari saya isi jadi dua anak terkecil tak tiap hari berfoya-foya dengan internet.
Sementara buat si sulung saya biasanya mengisikan dia paket internet 15 GB yang support 3 GB di semua jaringan Tri + 9 GB di jaringan Tri 4 GB plus 3 GB kuota akses YouTube/Netflix seharga 60 ribuan. Jelas kuota dia tak boleh diganggu karena dipakai untuk kuliah online.
Kepada adik, saya perlihatkan hasil pencarian saya. Untuk jenis yang dia perlihatkan rupanya memang kartu perdana tersendiri dengan fasilitas tertentu bukannya paket internet. Kami tak memiliki kartu demikian.
Kalau untuk membeli lagi rasanya mubazir karena baik putri saya maupun anak sulung saya, akses internet mereka memang sudah menggunakan jaringan Tri Indonesia. Tiga kartu rasanya terlalu banyak.
"Ah, kuota lima ribuan itu boleh dicoba. Toh 7 kali kelas simposium dengan kuota seharga Rp. 35.000 kan murah, dapatnya 7 GB daripada harus membeli yang dimaksud adik saya itu atau membeli paket 6 GB seharga hampir 40 ribu rupiah. Lagi pula kalau membeli paket itu, bisa-bisa belum pekan kelima saya sudah kehabisan kuota dan harus mengisi lagi," pikir saya.
Soalnya tidak bisa dijamin kedua anak terkecil saya minta diisikan kuota atau menggunakan kuota 3 karena mereka mengira saya yang mengisikan buat mereka. Jadinya bakal berlebihan deh, mending mengisi setiap akan simposium kalau memang untuk keperluan simposium.
Kesaktian Kuota Tri Mix Small Seharga 5 Ribuan Saja
"Ini mo saja diisi setiap mau masuk materi. Sebesar 750 MB kuota pagi -- siang kuota tengah malam -- pagi. Eh bukan, 1 GB ternyata," saya mencoba menjelaskan paket Mix Small 5 ribuan dari Tri.
Rupanya total kuota yang bisa dimanfaatkan sebanyak 5 GB. Untuk ikut simposium yang sedianya berlangsung selama 2 jam, dengan Zoom meeting, sangatlah memadai jika kamera dan suara di-mute. Saya dan adik menghitung-hitung, 1 jam Zoom meeting dengan kamera dan suara mati itu makan kuota sekira 250 -- 300 MB. Mayan nih, masih bisa mandi kuota setelahnya.
Tredengdeng ....
Singkat cerita, pada hari pertama mini simposium berlangsung tanggal 12 Juli kemarin, saya pun dengan damainya mengaktifkan kuota Tri sekira 5 menit sebelum simposium berlangsung. Materi pertama hingga ketiga berlangsung menarik, dibawakan oleh Dr. Kristiantini Dewi, Sp.A, drg. Bremmy Laksono, M.Si.Med, dan Dr. Purboyo Solek, Sp. A(K).
Banyak insight yang saya peroleh pada simposium hari pertama, juga sempat melontarkan pertanyaan pada chat room menjelang 2 jam simposium berlangsung. Dua jam setelah simposium dimulai, belum ada tanda-tanda simposium akan berakhir. Dokter Bremmy bahkan belum menyelesaikan materinya. Tak ada jeda, gegas saya melaksanakan shalat ashar.
Waktu terus berlalu, saya ikut larut dalam simposium yang pesertanya sebagian besar berprofesi sebagai dokter itu. Sebagian peserta lainnya berasal dari institusi pemerintahan dan sejumlah orang tua anak berkebutuhan khusus.
Tiga jam berlalu. Empat jam berlalu. Tak ada jeda, saya tinggalkan sejenak ponsel untuk melaksanakan shalat maghrib. 5 jam lewat sedikit barulah simposium berakhir. Masya Allah. Rekor buat saya ini, nonstop selama 5 jam mengikut simposium daring.
Beberapa peserta lain juga mengatakan bahwa ini kali pertama mereka ikut simposium selama 5 jam dan semuanya -- termasuk saya, merasa puas karena semua pertanyaan terjawab tuntas tas tas tas! Ketiga nara sumber tak pelit membagikan ilmunya. Semua pertanyaan dikupas secara konprehensif dan mendalam. Luar biasa.
Apa kabar handphone saya yang sering ngadat ketika diajak webinar sejam -- dua jam?
Alhamdulillah, dia aman! Sinyal Tri pun bersahabat selama hampir 5 jam. Simposium berlangsung lancar, tanpa jeda.
Simposium berlangsung selama lebih dari 5 jam tetapi kuota 1 GB saya habis menjelang 5 jam simposium berlangsung. Saya duga karena sempat menyalakan kamera ketika pertanyaan dijawab oleh Dokter Purboyo dan Dokter Kristiantini.
Malah pada keesokan paginya, saya masih menggunakan kuota pagi dengan mengikuti pengajian online melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting selama 2 jam. Anak-anak saya juga menggunakan kuota dengan tethering ke ponsel saya. Mereka bermain Roblox. Wow!
Jujur, saya excited sendiri. Ternyata jaringan 3 Indonesia bisa diandalkan ya padahal awalnya saya sempat waswas tak kuat menemani saya bersimposium. Ternyata saya salah. Saya baru-baru membaca bahwa Tri kini didukung oleh teknologi 4.5G LTE, jaringan baru 3 yang lebih kuat dan lebih luas di seluruh Indonesia, termasuk di Sulawesi. Ah, mantap.
Rasanya senang sekali bisa menghemat pemakaian kuota. Eksplorasi saya dengan kartu Tri bisa dianggap berhasil membuktikan saya bisa berhemat menggunakan kuota Mix Small 5 ribuan untuk total 7 jam pertemuan daring plus anak-anak bisa ikut main game kesukaan mereka. Oke banget, kan?
Makassar, 15 Juli 2020
Bagi yang ingin tahu lebih detail mengenai Tri dan Jaringan 3 Indonesia, silakan baca di link website https://www.tri.co.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H