Mohon tunggu...
Mugniar
Mugniar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mamak Blogger

Ibu dari 3 anak dan penulis freelance yang berumah maya di www.mugniar.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bintang Babul Jannah

20 Oktober 2012   17:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:35 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_218924" align="aligncenter" width="512" caption="TPA Babul Jannah"][/caption] Sinergi Dua Bintang

Hampir semua warga RW 1 kelurahan Rappocini, kecamatan Rappocini, kota Makassar mengenal pak Haryadi. Jika ia berjalan kaki di sekitar RW ini, banyak yang menegur lelaki sederhana berusia enam puluh tahun asal kabupaten Sidrap (Sulawesi Selatan) ini. Bahkan pernah di malam hari, saat berpapasan dengan seorang pemabuk yang sudah lupa diri, pemabuk itu menepi sesaat demi melihat pak Haryadi dan berseru menyapanya, “Eh ... Puang!”

Oleh sebagian besar warga yang mengenalnya, lelaki yang kerap menjadi imam shalat berjama’ah dan penceramah di masjid-masjid sekitar RW 1 ini disapa dengan “Puang”, suatu sapaan yang menunjukkan bahwa yang disapa memiliki strata sosial kelas bangsawan Bugis. Tak seperti banyak bangsawan Bugis lainnya, ia sendiri sebenarnya tak menuntut disapa seperti itu, namun sudah menjadi kebiasaan warga untuk menyapa demikian kepada orang yang dianggap pantas.

Pak Haryadi bersama ibu Najmiah (istrinya), mendirikan dan mengelola yayasan Babul Jannah yang berkegiatan di rumah mereka di jalan Rappocini Raya lorong tiga Makassar. Yayasan ini mengayomi tidak hanya anak-anak yang ingin belajar mengaji di TPA (Taman Pendidikan  Al-Qur’an), tetapi juga orang dewasa yang ingin belajar mengaji atau memperlancar bacaannya.

[caption id="attachment_218925" align="alignleft" width="415" caption="Anak-anak usia SD sedang belajar mengaji"]

13507504281055128032
13507504281055128032
[/caption] TPA Babul Jannah memiliki santri berjumlah lebih dari seratus orang. Setiap anak diberikan kartu bukti pembayaran bulanan yang jumlahnya bisa dipilih sendiri, dua puluh ribu, lima belas ribu, atau sepuluh ribu rupiah per bulannya. Bukan jumlah yang besar sebenarnya untuk jadwal mengaji lima kali dalam sepekan, tetapi pada kenyataannya tidak semua santrinya mampu membayar. Ada yang hanya mampu membayar lima ribu rupiah per anak atau sepuluh ribu rupiah per tiga anak, atau bahkan  tidak sama sekali. Namun hal ini tak dipersoalkan oleh pak Haryadi dan istrinya. Bagi mereka, membuat anak-anak itu melek huruf al-Qur’an dan senang belajar mengaji adalah hal yang terpenting.

Pasangan suami istri ini juga melibatkan putra-putri mereka dalam mengajar mengaji. Selain itu ada pula dua orang guru lain yang mengajar mengaji di tempat ini. Suatu kemewahan yang jarang terjadi jika total jumlah uang iuran bulanan yang terkumpul dari para santri ini bisa dibagi hingga masing-masing guru mendapatkan honor dua ratus ribu rupiah. Jika iuran yang terkumpul minim, prioritas diberikan kepada guru-guru mengaji yang bukan anggota keluarga agar beroleh honor yang layak. Bagi pak Haryadi sekeluarga, mendapatkan honor yang sangat minim atau tidak pun, tidak menjadi masalah. Dedikasi mereka terhadap keberhasilan pendidikan baca al-Qur’an di daerah ini jauh lebih besar daripada masalah honor.

[caption id="attachment_218926" align="alignright" width="300" caption="Ujian kelulusan TPA, penguji itu utusan dari departemen Agama kotamadya"]

1350750634323442174
1350750634323442174
[/caption] Selain pembelajaran baca al-Qur’an, TPA Babul Jannah juga mengadakan acara ‘wisuda’ bagi santri yang telah tamat belajar mengaji. Sebelum wisuda, para santri diharuskan melalui ujian membaca al-Qur’an dan hafalan, lalu diberikan ijazah jika lulus dalam ujian tersebut. Ijazah ini dipergunakan sebagai salah satu persyaratan masuk SMP negeri karena SMP negeri di kota Makassar mempersyaratkan para calon siswanya bebas buta aksara al-Qur’an. Para peserta ujian tidak hanya datang dari TPA Babul Jannah saja, ada juga yang berasal dari TPA lain di kelurahan Rappocini ini karena tidak semua TPA mampu menyelenggarakan ujian dan wisuda sementara para santri membutuhkannya. Pak Haryadi tak keberatan mengikutsertakan mereka di TPA Babul Jannah.

[caption id="" align="alignleft" width="320" caption="Para santri(wati) yang diwisuda berfoto bersama"]

Para santri(wati) yang diwisuda berfoto bersama
Para santri(wati) yang diwisuda berfoto bersama
[/caption] Tahun ini acara wisuda para santri usia SD ini berlangsung apik, secara seremonial dengan mengundang petinggi masyarakat di kelurahan, diadakan di masjid Bani H. Adam Taba’ dekat TPA. Sungguh berseri-seri dan penuh semangat para santri ini di acara itu. Sebelumnya, mereka melalui ujian serupa ujian kelulusan universitas saja. Mereka harus melalui 5 penguji – 3 orang di antaranya berasal dari departemen Agama kotamadya yang menguji hafalan surah pendek, hafalan do’a sehari-hari, hafalan ayat-ayat pilihan, hafalan bacaan shalat, dan tadarus. Ditambah satu ujian tertulis yang menguji wawasan keislaman mereka.

Selain itu sebagai penyemangat, pada setiap akhir tahun ajaran, pak Haryadi dan ibu Najmiah menanyakan prestasi belajar para santri di SD mereka. Sebelumnya mereka harus memperlihatkan buku rapor sebagai bukti. Para pemegang predikat jawara satu di kelasnya diberikan hadiah peralatan sekolah berupa buku-buku tulis, dan  peralatan sekolah lainnya yang dibungkus cantik dengan kertas kado. Sumber dananya sudah tentu dari kocek pribadi pasangan suami-istri ini. Bagi mereka, tak mengapa merogoh kocek pribadi untuk menyemangati anak-anak belajar. Secara tidak langsung, para santri TPA Babul Jannah termotivasi untuk belajar dengan baik di sekolah mereka masing-masing.

[caption id="attachment_218930" align="alignright" width="300" caption="Anak-anak usia pra sekolah belajar meronce"]

13507513881127857102
13507513881127857102
[/caption] Lebih dari setahun yang lalu, pak Haryadi dan istrinya menyelenggarakan sekolah untuk anak-anak usia pra sekolah. Pengumuman dalam bentuk sebaran brosur ditempel di sekitar RW 1, tak lupa pula melalui pengeras suara masjid diumumkan pembentukan sekolah ini. Perlahan-lahan terdaftar sejumlah santri cilik hingga mencapai bilangan di atas dua puluh orang.

Animo warga sekitar meningkat, santri pra sekolah yang terdata mencapai angka tiga puluh anak. Kegiatan belajar-mengajar dilangsungkan pada hari Ahad dan hari-hari libur nasional. Pak Haryadi dan ibu Najmiah bahu-membahu mengajar mereka. Sekolah informal ini tidak berbayar. Anak-anak hanya dibiasakan bersedekah setiap masuk sekolah. Rata-rata mereka menyisihkan seribu rupiah hingga lima ribu rupiah setiap kali datang. Dana yang terkumpul tidak seberapa dan biasanya digunakan kembali untuk kebutuhan belajar para siswa seperti untuk membeli kertas gambar, krayon, permainan, dan sebagainya.

[caption id="attachment_218931" align="alignleft" width="300" caption="Anak-anak usia pra sekolah tampil di acara 17 Agustusan kelurahan, bertempat di halaman masjid, dipandu pak Haryadi"]

13507515341819143689
13507515341819143689
[/caption] Kalau pun jumlah uang yang terkumpul tidak mencukupi untuk membeli perlengkapan yang dibutuhkan, dan sedang tidak ada bantuan dana dari donatur, lagi-lagi pasangan suami-istri ini tidak berkeberatan merogoh kantung mereka. Segala perlengkapan pendukung kegiatan belajar-mengajar yang mampu dibuat sendiri, diusahakan oleh pak Haryadi dan istrinya pengadaannya asalkan anak-anak mungil itu bisa nyaman dan senang belajar.

Selang beberapa bulan berjalan, pak Haryadi beserta ibu Najmiah merasa perlu meningkatkan jam belajar para santri ciliknya menjadi empat kali dalam sepekan, yaitu pada setiap hari Selasa, Kamis, Jum’at, dan Ahad. Duo ini kemudian mengusahakan pengajuan proposal ke dinas Pendidikan Nasional setempat agar bisa mengeluarkan ijazah TK bagi para siswanya. Hal ini tentunya akan sangat membantu masyarakat sekitar memperoleh ijazah TK bagi anak mereka. Saat ini banyak SD negeri yang memprioritaskan memilih calon siswa yang ber-ijazah TK ketimbang yang tidak memilikinya, sementara untuk masuk TK biayanya cukup mahal.

Satu Bintang Itu Akan Tetap Bersinar Terang

[caption id="attachment_218934" align="alignleft" width="300" caption="Koleksi piala yayasan Babul Jannah"]

1350751810891538408
1350751810891538408
[/caption] Secara tiba-tiba, pada suatu dini hari di bulan Mei 2011 ibu Najmiah dipanggil yang Maha Kuasa. Pasti berat bagi pak Haryadi kehilangan belahan jiwanya. Kini pak Haryadi harus berjuang tanpa pendamping hidupnya, menggapai harapan yang belum tercapai.  Namun ia tak berhenti hanya karena kepastian takdir. Ia kembali mengisi khotbah Jum’at di masjid juga bergiat di yayasan Babul Jannah yang dipimpinnya dan juga di Lembaga Kesejahteraan Ummat “Amanah” yang diketuainya.

Lembaga Kesejahteraan Ummat “Amanah” adalah lembaga swadaya masyarakat yang langsung dibina oleh lurah Rappocini. Organisasi ini menyalurkan infaq/sedekah kepada warga sekitar yang tidak mampu. Yaitu berupa bantuan modal usaha kecil, perlengkapan pendidikan bagi anak-anak mereka, bantuan kepada warga yang sakit, dan kain kafan beserta perlengkapan jenazah.

[caption id="attachment_218937" align="alignright" width="300" caption="Koleksi perpustakaan sederhana di Babul Jannah"]

1350752227111719807
1350752227111719807
[/caption] Kegiatan TPA kini bertambah, yaitu menyelenggarakan taman bacaan bagi para santrinya yang ternyata memiliki minat baca tinggi tetapi tidak mampu mengadakan sendiri buku-buku bacaan yang tepat bagi mereka. Pak Haryadi mengumpulkan buku-buku cerita bekas dan meletakkannya di rak kayu buatannya sendiri di dalam TPA agar anak-anak mudah mengaksesnya kapan saja.

Di pendidikan pra sekolah, pak Haryadi seorang diri mengajar dan menggembirakan anak-anak, sesekali ia dibantu oleh putri-putrinya. Ia tampak sabar menghadapi para cilik yang atraktif itu. Ia masih juga membuat sendiri perlengkapan belajar mereka. Jika ia dengan ditemani anaknya survei ke toko dan mendapatkan harga yang tinggi untuk perlengkapan yang dicarinya, seketika itu ia memutuskan untuk tidak membelinya. Ia mempelajari bentuk dan struktur dari perlengkapan tersebut, pulang ke rumah dan mencari bahan-bahan lalu membuat perlengkapan itu dengan tangannya sendiri.

[caption id="attachment_218938" align="alignleft" width="300" caption="Anak-anak kecil ini sedang senam, sambil melihat tuntunan gerakannya di tayangan TV, dari DVD player"]

1350752387231428225
1350752387231428225
[/caption] Selain satu set DVD player, televisi, dan berbagai perlengkapan lain yang sudah terlebih dulu ada, ia juga mengadakan ayunan, perosotan, dan jungkat-jungkit bagi santri-santri mungil itu. Ketiga macam mainan yang melatih motorik kasar itu pun dibuat sendiri oleh pak Haryadi, dengan bantuan tetangganya yang mahir dalam keterampilan pertukangan.

Untuk menggugah anak-anak supaya mau tampil baca do’a atau bernyanyi, mereka dibebaskan menggunakan mikrofon. Setiap hari sekolah mereka bisa nonton lagu-lagu anak-anak yang diputar di DVD player.  Di sekolah-sekolah yang berbayar mahal, belum tentu ada yang seperti ini. Biasanya mikrofon atau DVD player, dan televisi hanya sekedar menjadi pajangan bahwa sekolah memiliki alat bantu itu. Hanya pada saat-saat tertentu saja digunakan. Belum tentu anak-anak bebas menggunakannya, apalagi digunakan setiap hari seperti di sekolah santri mungil Babul Jannah ini.

Kerikil yang Menghadang

[caption id="attachment_218939" align="alignright" width="300" caption="Waktu belum ada meja dan kursi, anak-anak ini bermain dan belajar di bangku rendah atau di lantai"]

13507525472117287061
13507525472117287061
[/caption] Suatu sore pak Haryadi mengundang rapat para orangtua/wali santri pra sekolah TPA Babul Jannah. Meski sekolahnya sendiri sangat sederhana, undangannya elegan, diketik rapi dengan komputer dan di-print lalu diberikan kepada mereka yang anaknya masih aktif bersekolah. Namun pada hari H hanya 7 orang yang hadir. Bahkan tetangga-tetangga terdekatnya yang rumahnya berjarak kurang dari 10 meter, yang anaknya juga sekolah di situ, tidak hadir. Awal berdirinya sekolah ini memang ditanggapi dengan antusias hingga ada 30 anak yang terdaftar di sini. Namun seiring berjalannya waktu, makin lama jumlahnya menyusut hingga tinggal 10, bahkan pernah 4 anak saja yang datang. Sungguh sayang, sebagian warga sekitar mulai kurang antusias dengan usaha mulia ini.

[caption id="attachment_218940" align="alignleft" width="300" caption="Huruf-huruf ini, alat belajar yang dibuat sendiri oleh pak Haryadi"]

1350752813645989579
1350752813645989579
[/caption] Pada kenyataannya banyak orangtua dari strata sosial menengah ke bawah yang kurang kesadarannya dalam mendorong anak-anaknya untuk belajar mengaji dengan serius, maupun untuk mengikuti kegiatan belajar pra sekolah. Pernah kejadian, seorang santri mungil yang rumahnya amat dekat dengan rumah pak Haryadi tidak ikut belajar, anak itu malah memanggil-manggil pak ustadz tersebut dari jendela. Saat ditanya mengapa ia tidak ikut belajar, ia mengatakan dirinya sakit padahal setelah itu ia berlari-larian di sekitar situ.

Padahal laju kurikulum sekarang bergerak sangat cepat dan muatannya sangat banyak. Maksudnya, bahan-bahan yang dulunya masuk dalam bahasan kurikulum siswa SMP, sekarang ini sebagian pindah ke SD. Ini menuntut: mau tidak mau, suka tidak suka, anak-anak sudah harus bisa membaca tulisan berbahasa Indonesia sebelum masuk SD, pula sudah harus tahu huruf Hijaiyyah, bisa membacanya, dan menuliskannya. Jika dua puluh atau tiga puluh tahun lalu masih sangat mungkin anak-anak masuk SD tanpa bekal sama sekali – semisal belum mengenal huruf, sekarang tidak demikian. Mereka yang masuk SD tanpa bekal akan jauh tertinggal dari apa yang seharusnya mereka capai. Sementara guru-guru kelas 1 SD sekarang tidak bisa secara khusus mengajar anak-anak muridnya satu demi satu untuk mengenal huruf karena waktu ajar yang tersedia harus dimanfaatkan seefisien mungkin agar semua muatan kurikulum selesai diberikan tepat waktu.

[caption id="attachment_218942" align="alignright" width="300" caption="Senang di milad pertama KB Babul Jannah"]

1350753208310914236
1350753208310914236
[/caption] Rapat orangtua murid dengan pak Haryadi ini membahas tentang rencana bergabungnya pra sekolah dengan Departemen Pendidikan Nasional. Persyaratan yang diajukan dari Departemen Pendidikan Nasional adalah, hal-hal administratif yang harus dipenuhi oleh sekolah yang bersangkutan. Seperti: adanya paket pendidikan (seperti peralatan belajar siswa) dan uang pangkal. Pak Haryadi harus menyampaikan kepada para orangtua tentang sejumlah rupiah yang harus dibayar untuk itu. Jika ingin masuk di bawah naungan departemen ini, mau tidak mau persyaratan administrasi itu harus ada. Untuk TPA Babul Jannah, biaya itu ditetapkan totalnya sebesar seratus lima puluh ribu rupiah, selama bersekolah. Tidak ada biaya bulanan. Hanya tetap ada ‘celengan harian’, untuk mengajar anak-anak kecil ini bersedekah setiap harinya.

Hal ini penting sekali supaya Babul Jannah bisa mengeluarkan ijazah TK bagi santrinya yang sudah siap masuk SD dan bisa menerima bantuan-bantuan dari Departemen Pendidikan Nasional. Biaya masuk TK sekarang jauh di atas itu. Sudah termasuk murah jika sekolah mematok uang pangkal sebesar tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Jauh lebih murah lagi di Babul Jannah yang hanya mematok seratus lima puluh ribu rupiah hanya sekali bayar, tanpa uang bulanan pula. Andai pun ada orangtua yang berketetapan hati menyekolahkan anaknya di Babul Jannah tetapi tidak mampu membayarnya sekali pun, pak Haryadi tentu tak akan tega menerapkan sanksi apa-apa.

Pendidikan pra sekolah Babul Jannah sangat membantu warga agar anak-anak mereka memiliki cukup bekal untuk masuk SD. Sangat membantu, selain dari segi pembekalan pengetahuan kepada anak-anak, juga dari segi ekonomi mereka. Andai semua warga menyadari, insya Allah - berkah Allah akan turun di tempat seperti ini. Tempat yang di dalamnya ada keikhlasan membagi ilmu, menggembirakan anak-anak, dan kesungguhan hati dalam mencerdaskan anak-anak tanpa tendensi duniawi. Berkah ini, insya Allah memudahkan anak-anak mereka menyerap ilmu pengetahuan yang ditularkan oleh guru mereka.

Harapan dan Semangat yang Tak Pernah Pupus

[caption id="attachment_218943" align="alignleft" width="300" caption="Lomba bawa kelereng di milad 1 KB Babul Jannah"]

13507536541344536370
13507536541344536370
[/caption] Pada suatu sore, hari Selasa terakhir di bulan Juli. Pak Haryadi menyambangi satu per satu rumah dari sebagian santri ciliknya yang masih aktif. Siang harinya, tiba-tiba ada undangan untuk mengisi pentas peringatan hari kemerdekaan pada hari Rabu malam esok. Tahun ini peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di kelurahan Rappocini diselenggarakan pada minggu terakhir bulan Juli karena mulai tanggal 1 Agustus bertepatan dengan puasa Ramadhan.

Pak Haryadi menyampaikan kepada para orangtua santri cilik ini supaya membawa anak-anak mereka untuk latihan esok hari pukul sembilan pagi di TPA. Ia berencana menampilkan kemampuan para santri ini dalam menghafalkan do’a-do’a harian. Pukul sembilan keesokan harinya, baru satu santri cilik yang muncul. Pak Haryadi bergegas keluar rumah, menjalankan sepeda motor bebek milik anaknya ke rumah-rumah santri cilik yang lain yang tersebar dalam radius dua ratus hingga tiga ratus meter dari rumahnya, untuk mengingatkan rencana latihan pagi itu. Dua puluh menit kemudian barulah mereka terkumpul. Pak Haryadi dengan senang hati membimbing para cilik ini mengulang-ulangi hafalan do’a harian mereka.

[caption id="attachment_218944" align="alignleft" width="300" caption="Bermain jungkat-jungkit"]

1350753824339242271
1350753824339242271
[/caption] Lepas maghrib pada Rabu malam esok harinya, mereka gladi resik di rumah pak Haryadi. Lepas isya, peringatan hari kemerdekaan RI yang digelar di pekarangan masjid bani H. Adam Taba’, dihadiri oleh lurah Rappocini, beserta para petinggi kelurahan/masyarakat setempat, dan juga warga sekitar. Para santri cilik ini tampil memukau dan percaya diri, belajar tampil sambil memegang mikrofon setiap harinya di sekolah membuat mereka tidak gugup tampil di depan banyak orang, menyajikan hafalan delapan macam do’a harian mereka di depan audiens.

Pak Haryadi yang sederhana, tak pernah neko-neko menjalankan idealismenya dalam hal pencerdasan masyarakat sekitar. Ia tak pernah meminta para orangtua santri ciliknya dalam pengadaan perlengkapan yang berharga mahal seperti DVD player, pesawat televisi, ayunan, jungkat-jungkit, dan perosotan. Jika ada sumbangan dari donatur, ia pergunakan sebaik-baiknya untuk kebutuhan anak-anak. Jika tak ada sumbangan, ia tak ragu mengeluarkan uang pribadinya. Jika sedang tak memiliki uang, ia sabar menunggu hingga rezekinya tiba sambil memikirkan cara yang lebih murah untuk mengadakannya.

Secara perlahan murid pra sekolah bertambah, tentunya hal ini membawa angin segar bagi yayasan Babul Jannah dan pak Haryadi. Baginya, semangat belajar anak-anak sangat penting. Tak kalah pentingnya pula dorongan para orangtua dalam menyemangati anak-anaknya untuk belajar. Honor tak pernah menjadi masalah baginya, ia sudah biasa mengabdi tanpa honor. Asalkan dua hal tersebut terlaksana, kebahagiaan ruhani akan mengejawantah dalam dirinya dan menghasilkan energi luar biasa untuk berbuat yang lebih banyak dan lebih berkualitas lagi.

Makassar, 20 Oktober 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun