Mohon tunggu...
Mugniar
Mugniar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mamak Blogger

Ibu dari 3 anak dan penulis freelance yang berumah maya di www.mugniar.com.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia di Sekolah Anak Saya

23 September 2012   16:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:51 2608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_214107" align="alignright" width="245" caption="Buku Platinum untuk kelas 6 SD"] [/caption] Dalam bayangan saya, pelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dasar seharusnya menyenangkan. Melalui pelajaran itu anak-anak diajar untuk berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa Indonesia, bagaimana mereka bisa menyampaikan isi pikiran dan isi hati mereka dengan sopan, dan diajarkan menulis sejak dini.

Seingat saya sih, dulu sewaktu SD pelajaran bahasa Indonesia ringan-ringan saja, tidak membebani. Tetapi sekarang sudah banyak perbedaan. Bukan hanya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, semua mata pelajaran di bangku sekolah dasar saat ini lebih berat dibandingkan dulu. Karena banyak bahan ajar yang dulunya dipelajari di bangku SMP, sekarang sudah harus dipelajari anak SD.

Sewaktu anak sulung saya duduk di kelas 5 SD, ada berderet-deret kata yang harus ia hafalkan artinya, seperti:

Wawancara, narasumber, tanggapan, harapan, dialog, lafal, intonasi, peran, cerita, kalimat majemuk setara, kritik, diskusi, teks, laporan, tema, amanat, persoalan, saran, diksi, percakapan, puisi, pantun, syair, mantra, talibun, karmina, distikon, terzina, kuatren, kuint, sektet, septima, stanza, soneta, romansa, elegi, ode, himne, epigram, satire, karangan, kerangka karangan, nyaring, percakapan, jenis-jenis surat, drama, penokohan, membaca intensif, meringkas.

Soal yang muncul di ujian bisa berupa definisi dari kata-kata tersebut dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Sungguh “WOW” bagi saya. Saya sendiri pasti kesulitan bila diberikan soal-soal seperti itu.

Contoh soal yang saya lihat di buku cetak (BSE)  anak saya ketika itu:

  • Apa yang dimaksud wawancara?
  • Apa tahapan-tahapan wawancara?
  • Apa yang dimaksud dengan lafal?
  • Apa yang dimaksud dengan kalimat langsung?
  • Apa yang dimaksud dengan dialog?
  • Apa yang dimaksud dengan cerita nonfiksi?
  • Bagaimana langkah-langkah menyampaikan kritik?
  • Apa yang dimaksud dengan membaca sekilas?
  • Sebutkan unsur-unsur puisi!
  • Sebutkan ciri-ciri soneta!
  • Apa yang dimaksud dengan karangan?
  • Apa yang dimaksud dengan karangan ilmiah?
  • Sebutkan ciri-ciri pantun!
  • Apa yang dimaksud dengan peristiwa?

[caption id="" align="aligncenter" width="342" caption="Inilah bahan yang harus dihafalkan anak kelas 5 SD"]

Inilah bahan yang harus dihafalkan anak kelas 5 SD
Inilah bahan yang harus dihafalkan anak kelas 5 SD
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="292" caption="Lanjutannya ..."]
Lanjutannya ...
Lanjutannya ...
[/caption] Memori otak anak dalam belajar dipenuhi dengan hafalan-hafalan yang sebenarnya tidak jelas untuk apa padahal dalam dua buah bab, disebutkan tujuan pembelajaran adalah:
  • Memberikan tanggapan terhadap hasil wawancara tentang hutan Indonesia yang dibacakan gurumu;
  • Memahami hasil wawancara sederhana dengan Kak Butet Manurung seorang guru di tengah hutan;
  • Membaca dialog dengan lafal dan intonasi yang tepat;
  • Menulis dialog antara dua tokoh.
  • Menentukan tema dan amanat cerita rakyat Wayang Beber yang dibacakan gurumu.;
  • Memberikan saran terhadap suatu persoalan yang terjadi;
  • Membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat;
  • Membuat karangan berdasarkan pengalaman.

[caption id="attachment_214109" align="aligncenter" width="350" caption="Contoh soal lain di buku BSE kelas 5 SD, seputar hafalan"]

1348418025379119042
1348418025379119042
[/caption] Pada praktiknya, anak-anak seolah belajar dengan tujuan menghafalkan definisi berderet-deret istilah tersebut bukan keterampilan menggunakan bahasa Indonesia secara tertulis! Lihat saja contoh soal latihan di atas.

Saya tak tahu apakah semua sekolah atau buku cetak yang digunakan seperti ini dalam menuntun anak-anak terampil dalam berbahasa Indonesia.

Untunglah di bangku kelas 6, buku cetak yang digunakan di sekolah anak saya bukan lagi BSE, melainkan “Platinum”. Buku BSE yang dibagikan secara gratis kepada anak didik (dipinjamkan) ditarik, khusus untuk 3 bidang studi yang diujian-nasionalkan, diganti dengan buku Platinum itu.

Saya lihat soal-soal latihan di buku ini lebih mengasah keterampilan berbahasa anak-anak secara tulisan dan lisan. Saya tak menemukan soal-soal definisi di sini. Latihan-latihan dalam buku ini amat padat, di antaranya meliputi:

  • Memahami unsur cerita anak.
  • Menyampaikan informasi.
  • Membaca sekilas informasi dalam majalah.
  • Mengubah puisi ke dalam prosa.
  • Menyatakan pendapat.
  • Membaca intensif laporan.
  • Mengisi formulir.
  • Memuji sesuatu dengan alasan.
  • Membuat ringkasan.
  • Mendeskripsikan isi dan penyajian laporan.

Pfuuhh .... saya bisa menarik nafas lega membacanya. Sekarang “tinggal” bagaimana kemampuan guru mentransfer isi buku menjadi isi kepala anak-anak. Karena tuntutan menggunakan kecerdasan berbahasa sangat tinggi dalam hal ini sementara potensi kecerdasan tiap anak tak sama.

Sistem pendidikan kita terlalu menitikberatkan pada 3 jenis kecerdasan saja yaitu kecerdasan berbahasa, kecerdasan logika, dan kecerdasan matematika. Sangat beruntung anak-anak yang memiliki potensi besar dalam 3 jenis kecerdasan ini, dengan mudah mereka meraih predikat ranking 1 atau peringkat 10 besar.

Yang sulit, bagi anak-anak yang potensi terbesarnya ada pada jenis-jenis kecerdasan yang lain (kecerdasan gerak-kinestetik, kecerdasan intra personal, atau kecerdasan inter personal misalnya). Mereka pasti harus memeras otak ekstra lebih besar dari yang cerdas-cerdas dalam 3 kecerdasan tadi. Sementara tolok ukur masih memakai nilai. Ada standar nilai yang harus mereka lampaui untuk naik kelas atau lulus. Lantas, seberapa besar nantinya kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat untuk berkomunikasi dengan baik dan benar?

Makassar, 24September 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun