Mohon tunggu...
Mugi Rahayu
Mugi Rahayu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga dan Wiraswasta

Hobi saya membaca dan menulis. Menuangkan isi pikiran kedalam bentuk tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Tertundanya Sebuah Cinta

29 Oktober 2024   09:57 Diperbarui: 29 Oktober 2024   10:42 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bab 1: Perjodohan

Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, kehidupan Ayu berjalan seperti biasa. Dia adalah seorang pegawai kantoran di sebuah perusahaan multinasional, bekerja keras dan menghabiskan waktu di antara tumpukan berkas dan rapat. Namun, di balik kesibukannya, ada rasa kekosongan yang tak pernah bisa ia ungkapkan. Ayu selalu bermimpi tentang cinta sejati, tentang seseorang yang dapat memahami dan menerima dirinya sepenuhnya.

Namun, semua mimpi itu hancur ketika orang tuanya, yang menjunjung tinggi tradisi, memutuskan untuk menjodohkannya dengan Rudi. "Dia lelaki yang baik, Ayu," kata ibunya dengan nada meyakinkan. "Keluarganya juga terhormat. Ini adalah kesempatan bagus untukmu."

Ayu merasa tertekan. Kenapa cinta harus diatur? Ia tidak mengenal Rudi, bahkan wajahnya pun hanya ia ingat samar. Namun, orang tuanya tidak memberi pilihan. Tradisi keluarga dan ekspektasi masyarakat membuat Ayu merasa terjebak dalam keputusan yang bukan miliknya.

Hari pernikahan tiba, dan Ayu berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih yang indah. Dia melihat bayangannya sendiri, tetapi tidak merasakan kebahagiaan. Hanya ada ketakutan dan keraguan. Di luar, tamu-tamu berdatangan, suara tawa dan riuh rendah membahana, tetapi baginya, semua itu terasa jauh.

Saat Ayu melangkah ke pelaminan, matanya bertemu dengan Rudi untuk pertama kalinya. Rudi tersenyum lebar, tampak percaya diri dalam setelan jasnya. Ayu membalas senyum itu dengan kikuk, merasakan jantungnya berdegup kencang. Apakah dia akan mampu menjalani kehidupan ini?

Pernikahan berlangsung meriah, dihadiri oleh banyak kerabat dan teman. Namun, di balik senyum dan sorak-sorai, Ayu merasa terasing. Rudi berusaha untuk membuatnya nyaman, mengajak berbincang dan menari, tetapi Ayu tetap merasa seperti boneka, menjalani perannya tanpa keinginan.

Setelah upacara selesai, mereka pergi ke sebuah hotel untuk malam pertama mereka. Rudi terlihat penuh harapan, tetapi Ayu hanya merasa cemas. Dalam gelap malam, mereka berbagi momen yang intim, tetapi di dalam hati Ayu, keraguannya menghalangi semua rasa yang seharusnya hadir.

Ketika malam berakhir dan keduanya terlelap, Ayu terbangun di tengah malam. Dia menatap langit-langit kamar, mencoba memahami perasaannya. Apa yang akan terjadi pada hidupnya? Mungkinkah Rudi, yang seharusnya menjadi suaminya, bisa menjadi orang yang akan mengisi kekosongan hatinya? Mungkin cinta itu bisa tumbuh seiring waktu, tetapi untuk saat ini, yang ada hanyalah ketidakpastian.

Keesokan harinya, Ayu kembali menjalani rutinitas sehari-hari. Ia berusaha untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya, mengurus rumah dan menyesuaikan diri dengan Rudi. Meski Rudi selalu berusaha membuatnya bahagia, Ayu merasakan ada dinding tebal yang menghalangi mereka. Momen-momen kecil seperti sarapan bersama atau menonton televisi di malam hari terasa hampa.

Ayu sering menghabiskan waktu sendiri, berkunjung ke kafe kecil di dekat kantor setelah pulang kerja. Di sana, dia bisa melepaskan beban pikirannya, menulis di buku harian, dan meluangkan waktu untuk merenung. Dia mencurahkan isi hatinya, menggambarkan kerinduan akan cinta sejatinya dan ketidakmampuannya untuk merasakan hal yang sama kepada Rudi.

Satu hal yang pasti, kehidupan yang dijalani Ayu tidak seperti yang dia impikan. Dengan perjodohan ini, ia merasa terperangkap dalam lingkaran yang tidak dapat dia kendalikan. Namun, harapan kecil di sudut hatinya masih ada---bahwa suatu saat nanti, mungkin saja cinta akan datang dengan sendirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun