Bullying dapat dikatakan ketika seorang individu atau sekelompok orang berulang kali menyebabkan orang lain yang tidak berdaya untuk meresponnya. Bullying dapat berupa tindakan penolakan sosial atau tidak suka, tindakan dendam, tindakan agresi atau intimidasi acak, pertengkaran, pertentangan, dan pertengkaran timbal balik.
Kejadian bullying sering terjadi di berbagai kalangan, terutama di kalangan pelajar. Korban bullying dan kekerasan merupakan kasus yang paling banyak diadukan kepada KPAI dalam rentan bulan Januari-April 2019. Tindak kekerasan yang terjadi menyebabkan berbagai perubahan sikap korban.
Anak korban kekerasan fisik dan bullying meliputi anak dituduh mencuri, anak di-bully oleh teman-temannya, anak di-bully oleh pendidik dan saling ejek di dunia maya. Intimidasi yang diterima oleh individu akan menyebabkan individu tersebut biasanya akan kesulitan memperhatikan dirinya dan tidak melakukan apa pun untuk "menyebabkan" intimmidasi.
Data yang dimuat oleh Klastes Perindungan Anak KPAI tahun 2011-2018 menunjukkan tingkat pengaduan yang dilaporkan kepada KPAI berupa bullying di sekolah dan di media sosial yang dialami oleh anak. Sesuai data yang tertera, pelaporan mengenai bullying mengalami tingkat fluktuatif.Â
Korban bullying di sekolah terhadap anak yang paling banyak teradi pada tahun 2014 dengan korban mencapai 159 anak. Sedangkan koeban bullying di media sosial terhadap anak paling banyak terjadi pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan semakin majunya teknologi yang berkembang akan menjadikan tindak bullying yang terjadi lebih mengarah melalui media sosial.
Bullying di media sosial dapat berakibat lebih fatal daripada dilakukan secara langsung. Hal tersebut dikarenakan media sosial tidak hanya dapat dilihat oleh si pelaku, korban, ataupun orang di sekitarnya, akan tetapi dapat juga oleh orang yang tidak mengenalnya sama sekali dan dapat beredar secara luas.
Peran orang tua dan guru sangat dibutuhkan dan harus ditingkatkan pada masa kini karena perkembangan teknologi yang semakin pesat. Teknologi yang sekarang ini dapat menjadi senjata yang sangat berbahaya apabila tidak digunakan denga benar. Maka dari itu orang tua harus bisa menjadi seseorang yang dapat dijadikan sebagai contoh yang baik bagi anak.
Dorothy L. Espelade, PhD. membahas strategi pencegahan berupa pendekatan pembelajaran sosial-emosional dan menekankan program berbasis bukti.
1. Waspada terhadap cyberbullyingÂ
Pelajari apa itu cyberbullying, dampaknya, dan apa yang dapat anda lakukan jika korban adalah anda atau anak anda.
2. Hentikan intimidasi kantor
Anak-anak bukan satu-satunya pelaku intimidasi.
Penindasan juga terjadi di tempat kerja. Pelajari lebih lanjut tentang strategi yang digunakan    pengusaha untuk menghentikan praktek deskusif ini.
3. Apa yang dapat dilakukan orang tua dan guru untuk menghentikannyaÂ
4.Bagaimana orang tua, guru, dan anak-anak dapat mengambil tindakan untuk mencegah intimidasi
Orang tua dan guru harus bisa mengawasi perilaku anak agar anak lebih aman dari tindak intimidasi. Sedangkan anak sebisa mungkin memilih teman dan tidak sembarangan berbicara di sosial media.
Semakin banyaknya kasus mengenai bullying dapat menyadarkan kita bahwa apa yang kita lakukan dapat berakibat baik dan buruk terhadap orang lain maupun diri sendiri. Alangkah baiknya jika kita bijak dalam melakukan apa yang kita perbuat dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang akan terjadi di kedepannya. Selalu bersikap positif dalam melakukan sesuatu.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H