Tragedi Kanjuruhan dan Teori Keadilan: Menelusuri Akar Masalah dan Solusinya
Tragedi Kanjuruhan, yang terjadi pada 1 Oktober 2022, adalah salah satu insiden paling tragis dalam sejarah sepak bola Indonesia. Insiden ini menelan ratusan korban jiwa dan melukai banyak orang lainnya saat kerusuhan pecah setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang. Tragedi ini tidak hanya mengejutkan dunia sepak bola, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendalam tentang keadilan dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan acara olahraga.
Kronologi dan Dampak Tragedi Kanjuruhan
Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi setelah kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya. Suasana memanas ketika para suporter Arema FC memasuki lapangan dan bentrok dengan aparat keamanan. Gas air mata yang ditembakkan oleh polisi ke arah tribun penonton menambah kekacauan dan menyebabkan banyak orang terjebak dan terinjak-injak dalam kepanikan. Akibatnya, 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.
Tragedi ini mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan, baik nasional maupun internasional. Banyak pihak menyoroti penggunaan gas air mata di stadion yang sebenarnya dilarang oleh FIFA, serta kelalaian dalam manajemen kerumunan dan evakuasi darurat. Keluarga korban dan masyarakat luas menuntut adanya pertanggungjawaban dari pihak-pihak terkait, termasuk operator stadion, aparat keamanan, dan penyelenggara pertandingan.
 Teori Keadilan dan Penerapannya
Untuk memahami tragedi Kanjuruhan dalam konteks keadilan, kita dapat merujuk pada beberapa teori keadilan yang relevan. Teori-teori ini membantu kita menganalisis bagaimana keadilan seharusnya ditegakkan dan siapa yang harus bertanggung jawab dalam insiden ini.
Keadilan Distributif: Teori ini menekankan distribusi yang adil dari keuntungan dan kerugian dalam masyarakat. Dalam konteks tragedi Kanjuruhan, keadilan distributif mengharuskan bahwa tanggung jawab atas insiden ini harus didistribusikan secara adil. Pihak-pihak yang memiliki peran dalam penyelenggaraan acara harus bertanggung jawab atas kelalaian mereka, dan kompensasi yang adil harus diberikan kepada korban dan keluarga mereka.
Keadilan Retributif: Fokus dari keadilan retributif adalah memberikan hukuman yang setimpal kepada mereka yang melanggar hukum atau norma sosial. Dalam kasus Kanjuruhan, pihak-pihak yang terbukti bersalah karena kelalaian atau tindakan yang tidak mematuhi protokol keselamatan harus menerima hukuman yang sesuai. Ini termasuk aparat keamanan yang menggunakan kekuatan berlebihan serta penyelenggara yang gagal memastikan keselamatan penonton.
Keadilan Prosedural: Teori ini menekankan pentingnya proses yang adil dan transparan dalam penegakan hukum. Penyelidikan atas tragedi Kanjuruhan harus dilakukan dengan cara yang transparan, tidak memihak, dan akuntabel. Semua bukti harus dievaluasi secara menyeluruh, dan proses hukum harus dilakukan tanpa adanya intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Tantangan dalam Mewujudkan Keadilan
Mewujudkan keadilan dalam tragedi Kanjuruhan menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah budaya impunitas yang sering kali menghambat proses penegakan hukum di Indonesia. Selain itu, kurangnya transparansi dalam investigasi dan tekanan politik dapat mempengaruhi hasil akhir dari penyelidikan.
Ketidakpercayaan publik terhadap institusi hukum juga menjadi hambatan signifikan. Untuk mengatasi ini, diperlukan komitmen kuat dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. Partisipasi masyarakat dan media juga penting dalam mengawasi proses ini agar keadilan benar-benar terwujud.
Langkah-Langkah Menuju Keadilan
Untuk memastikan bahwa tragedi Kanjuruhan tidak terulang dan keadilan bagi korban tercapai, beberapa langkah harus diambil:
1. Reformasi Kebijakan Keamanan Stadion: Mengkaji ulang dan memperbarui kebijakan keamanan stadion sesuai dengan standar internasional, termasuk larangan penggunaan gas air mata.
2. Pendidikan dan Pelatihan: Memberikan pelatihan yang memadai kepada aparat keamanan tentang manajemen kerumunan dan teknik-teknik deeskalasi konflik.
3. Transparansi dan Akuntabilitas: Menjamin transparansi dalam investigasi dan proses hukum, serta memastikan bahwa semua pihak yang bertanggung jawab menerima konsekuensi yang sesuai.
4. Kompensasi bagi Korban: Memberikan kompensasi yang adil dan memadai kepada korban dan keluarga mereka untuk membantu mereka pulih dari trauma dan kerugian yang dialami.
Kesimpulan
Tragedi Kanjuruhan adalah pengingat pahit tentang pentingnya keadilan dan akuntabilitas dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam dunia olahraga. Dengan menerapkan teori-teori keadilan secara konsisten dan melakukan reformasi yang diperlukan, kita dapat mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan dan memastikan bahwa keadilan bagi korban tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H