Mohon tunggu...
Kuning Hitam
Kuning Hitam Mohon Tunggu... Petani - Komunitas Ranggon Sastra

Semua ini terjadi, lewat tanpa permisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Bibir Pantai Pecah-pecah

31 Maret 2020   17:17 Diperbarui: 31 Maret 2020   17:31 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bibir pantai kini berbalik senyumannya.
Gulungan ombak menyeret kematian.
Bangkai-bangkai tergeletak membengkak dan meledak.
Pohon-pohon kelapa layu disengat bau busuk

Bibir pantai telah lebam
terpukul arus daratan.
Perahu nelayan menjadi puing
diterpa badai mesin yang nyaring

Kita telah memanah mata laut yang berkaca-kaca;
ketika melihat tubuhnya menjadi wisata

Kita berjalan di lekuk bibir pantai yang jontor
berburu bulu-bulu matahari yang tertinggal di langit.
Sementara buih-buih telah menjadi air mata yang longsor
dan kita menginjak-injak bagai bandit

Bibir pantai pecah-pecah
karena dijilat lidahnya sendiri;
melembabkan dengan air liur yang telah berminyak;
sebab kita kencingi

Jakarta, Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun