Mohon tunggu...
Kuning Hitam
Kuning Hitam Mohon Tunggu... Petani - Komunitas Ranggon Sastra

Semua ini terjadi, lewat tanpa permisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Balada Raja Hutan Beserta Pengikutnya

22 Maret 2020   04:40 Diperbarui: 22 Maret 2020   04:40 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi yang kita pijak terkulai di ranjang angkasa
Dadanya sesak, dari mulut mengeluarkan batuk berdahak
Hutan sebagai paru-parunya terbakar dan menghitam.
Terdengar pula dari dalam, raungan raja hutan setelah bulan purnama;
memangsa puncak predator pencipta

Raja hutan bingung, hutan makin ketat
sulit untuk bernapas,
oksigen dihirup pembangunan jahat

Raja hutan memutuskan untuk transmigrasi
ke tempat yang lebih asri
ia mengajak seluruh penduduknya pergi.
Dalam perjalanan hijrahnya
mereka bertemu dengan para pemburu
yang bersenjatakan lengkap dan sangkar besi.

Raja hutan tercekat melihat situasi
ia meraung tanda menyerbu.
Mereka maju menolak berbalik.
Seraya menganga berlari ke depan, menyerang para pemburu.
Pada saat yang sama
letupan-letupan senjata menunjukkan wajahnya.
Perang telah terjadi
darah tumpah di sebelah kiri
usus keluar sampai dua belas jari
beberapa di antara mereka mengerang dan mati.
Para pemburu mengeluarkan tembakan berbius
raja hutan tunduk bersama pengikutnya yang haus

Dimasukkan mereka ke sangkar besi
terkurung selama berhari-hari
terus dilatih agar serasi
demi lancar nafsu nafsi

Setelah dilatih dan pintar
mereka ditarik ke tengah kota
dimasukkan ke dalam tenda;
melihat ramainya suara bising
sang pawang mengeluarkan taring

Dengan sehelai pecut
sang pawang membuat kulit mereka mengkerut.
Terpaksa mereka menurut
karena raungan lapar dari perut

Kini kehidupan yang mereka dambakan
hancur lebur dalam peradaban
menyiksa tubuh dan pencernaan
ditelan arus yang menyesatkan

Lambat-laun raja hutan muak
melihat diri dan pengikutnya tak berdaya di hadapan manusia:
hatinya membuncah
pikirannya tumpah ruah
mengeluarkan keberanian
menyerukan pemberontakan
atas nama kemerdekaan

Raja hutan beserta pengikutnya mulai menolak obat bius
meraung, menyerang, mencabik dan mencakar-cakar langit sirkus.
Sang pawang hilang akal.
Raja hutan telah mencekal

Sang pawang mati
dalam cengkraman raja hutan.
Berita tersebar kemana-mana
mendatangkan malapetaka bagi raja hutan beserta pengikutnya

Tak lama kemudian datang segerombol orang berseragam
membawa senjata yang beragam.
Ditudingkan ke arah hidung mereka yang membunuh sang pawang.
Raja hutan tak habis pikir, melihat senjata yang berbayang

Raja hutan meraung tanda menyerbu
diikuti kepalan tangan pengikutnya yang lesu.
Dengan sisa tenaga mereka lancarkan serangan
perang pecah dalam letupan dan raungan

Raja hutan meraung untuk terakhir kali
tanda perjuangan takkan berhenti.
Darah tumpah di sebelah kiri
kemenangan ini adalah mati

Jakarta, Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun