Oleh MugiarniÂ
Nara berjalan-jalan di pasar tradisional dekat rumahnya. Ia sedang mencari buah matoa. Ia sudah lama ingin mencoba buah khas Papua itu, tetapi ia takut mahal.
Nara berhenti di depan sebuah lapak yang menjual buah-buahan. Ia melihat ada beberapa buah matoa yang tertata rapi di dalam keranjang. Buah-buah itu berwarna hijau kekuningan dengan kulit yang mulus.
Nara menghampiri penjual buah tersebut.
"Bu, berapa harga buah matoanya?" tanya Nara.
"Rp25.000 per kilogram," jawab penjual buah itu.
Nara terkejut. Harganya lebih mahal dari yang ia kira. Ia hanya memiliki uang Rp50.000.
"Maaf, Bu, saya tidak punya uang segitu," kata Nara.
"Oh, begitu," kata penjual buah itu. "Kalau mau, Ibu bisa jualkan setengah kilogram saja. Harganya Rp12.500."
Nara berpikir sejenak. Ia ingin sekali mencoba buah matoa, tetapi ia tidak yakin apakah uangnya cukup.
"Baiklah, Bu," kata Nara akhirnya. "Saya ambil setengah kilogram."
Nara menyerahkan uang Rp12.500 kepada penjual buah itu. Penjual buah itu memberikan dua buah matoa kepada Nara.
"Terima kasih, Bu," kata Nara.
Nara membawa buah matoa itu pulang. Ia tidak sabar untuk mencobanya.
Sesampainya di rumah, Nara segera mencuci buah matoa itu. Ia membelah buah itu menjadi dua bagian. Aroma buah matoa yang manis langsung tercium.
Nara memasukkan buah matoa ke dalam mulutnya. Ia merasakan rasa yang manis dan segar. Rasanya seperti perpaduan antara rambutan, kelengkeng, dan durian.
Nara sangat menyukai rasa buah matoa. Ia menghabiskan buah matoa itu dengan cepat.
"Wah, enak sekali!" kata Nara. "Benar-benar buah yang unik."
Nara memutuskan untuk kembali membeli buah matoa. Ia ingin mengajak teman-temannya untuk mencoba buah yang lezat itu.
Keesokan harinya, Nara pergi ke pasar lagi. Ia ingin membeli buah matoa dalam jumlah yang lebih banyak.
Nara berjalan-jalan di pasar sambil mencari lapak yang menjual buah matoa. Ia bertemu dengan Bu Arni, seorang penjual buah yang sudah dikenalnya.
"Selamat pagi, Bu Arni," kata Nara.
"Selamat pagi, Nara," kata Bu Arni. "Apa kabar?"
"Baik, Bu," kata Nara. "Bu, saya mau beli buah matoa lagi."
"Oh, ya? Berapa kilogram?" tanya Bu Arni.
"Sekilo saja, Bu," kata Nara.
"Baiklah," kata Bu Arni. "Harganya Rp25.000."
Nara menyerahkan uang Rp25.000 kepada Bu Arni. Bu Arni memberikan satu kilogram buah matoa kepada Nara.
"Terima kasih, Bu," kata Nara.
Nara membawa buah matoa itu pulang. Ia langsung membagi-bagikan buah matoa itu kepada teman-temannya.
Teman-teman Nara sangat senang menerima buah matoa itu. Mereka langsung mencobanya.
"Wow, ini buah apa, sih?" tanya salah satu teman Nara.
"Ini buah matoa," jawab Nara. "Buah khas Papua."
"Rasanya enak sekali," kata teman Nara yang lain. "Manis dan segar."
Teman-teman Nara menghabiskan buah matoa itu dengan cepat. Mereka semua menyukai rasa buah matoa.
Nara senang karena bisa mengenalkan buah matoa kepada teman-temannya. Ia berharap teman-temannya juga menyukai buah yang lezat itu.
Sejak saat itu, Nara menjadi penggemar buah matoa. Ia selalu membeli buah matoa setiap kali pergi ke pasar.
Nara juga sering mengajak teman-temannya untuk mencoba buah matoa. Ia ingin lebih banyak orang yang mengenal dan menyukai buah khas Papua itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H