Kisah Guru yang Bersedih
Oleh MugiarniÂ
Di sebuah sekolah menengah atas di Jakarta, ada seorang guru bernama Pak Rio. Pak Rio adalah seorang guru yang sangat mencintai dunia literasi. Ia memiliki cita-cita untuk melahirkan penulis-penulis muda dari kalangan siswa.
Pak Rio selalu menyempatkan waktunya untuk membimbing siswa-siswanya yang ingin menulis buku. Ia tidak memungut biaya, dan ia juga tidak digaji oleh sekolah. Pak Rio menganggap kegiatan membimbing siswa menulis buku sebagai kegiatan pribadinya.
Awalnya, Pak Rio cukup senang dengan antusiasme siswa-siswanya. Banyak siswa yang ingin belajar menulis buku darinya. Pak Rio pun dengan senang hati membimbing mereka.
Namun, lama kelamaan, Pak Rio mulai merasa kecewa. Hanya segelintir siswa saja yang benar-benar serius dalam belajar menulis buku. Kebanyakan siswa hanya ikut-ikutan saja. Mereka hanya datang ke bimbingan Pak Rio karena ingin mendapatkan nilai bagus.
Pak Rio merasa sedih melihat kenyataan ini. Ia merasa usahanya sia-sia. Ia merasa bahwa cita-citanya untuk melahirkan penulis-penulis muda dari kalangan siswa akan sulit tercapai.
Suatu hari, Pak Rio sedang duduk termenung di taman sekolah. Ia sedang memikirkan nasib cita-citanya. Tiba-tiba, ada seorang siswa menghampirinya. Siswa itu bernama Madani.
"Pak Rio," kata Madani. "Saya ingin belajar menulis buku."
Pak Rio tersenyum. Ia sangat senang mendengar perkataan Madani. Ia merasa bahwa Madani adalah salah satu siswa yang serius dalam belajar menulis buku.
Pak Rio pun mulai membimbing Madani. Madani adalah siswa yang sangat rajin dan tekun. Ia selalu mengikuti saran-saran Pak Rio dengan baik.
Beberapa bulan kemudian, Madani sudah bisa menulis sebuah novel. Novel itu berjudul "Cinta di Ujung Senja". Novel Madani sangat bagus. Ia berhasil memenangkan lomba menulis novel tingkat nasional.
Kemenangan Madani membuat Pak Rio sangat senang. Ia merasa bahwa cita-citanya untuk melahirkan penulis-penulis muda dari kalangan siswa mulai tercapai.
Tak lama setelah itu, ada lagi seorang siswa yang menghampiri Pak Rio. Siswa itu bernama Awaludin.
"Pak Rio," kata Awaludin. "Saya ingin belajar menulis buku."
Pak Rio tersenyum lagi. Ia merasa bahwa Awaludin adalah siswa yang serius dalam belajar menulis buku.
Pak Rio pun mulai membimbing Awaludin. Awaludin juga adalah siswa yang rajin dan tekun. Ia selalu mengikuti saran-saran Pak Rio dengan baik.
Beberapa bulan kemudian, Awaludin juga sudah bisa menulis sebuah novel. Novel Awaludin berjudul "Perjalanan Menuju Mimpi". Novel Awaludin juga sangat bagus. Ia berhasil memenangkan lomba menulis novel tingkat internasional.
Kemenangan Awaludin membuat Pak Rio semakin bahagia. Ia merasa bahwa cita-citanya untuk melahirkan penulis-penulis muda dari kalangan siswa sudah semakin dekat.
Pak Rio terus membimbing siswa-siswanya yang ingin belajar menulis buku. Ia tidak pernah menyerah, meski hanya segelintir siswa saja yang benar-benar serius.
Pak Rio percaya bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menjadi penulis. Ia hanya perlu memberikan bimbingan dan motivasi yang tepat.
Suatu hari, Pak Rio menerima telepon dari seorang editor majalah. Editor itu mengatakan bahwa ia ingin menerbitkan novel Madani dan Awaludin di majalahnya.
Pak Rio sangat senang mendengar berita itu. Ia merasa bahwa usahanya selama ini tidak sia-sia. Ia telah berhasil melahirkan dua penulis muda yang berbakat.
Pak Rio berharap bahwa Madani dan Awaludin akan terus berkarya dan menjadi penulis-penulis hebat di masa depan. Ia juga berharap bahwa akan semakin banyak siswa yang serius belajar menulis buku.
Pak Rio percaya bahwa dunia literasi Indonesia akan semakin maju jika ada lebih banyak penulis muda yang bermunculan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H