Mohon tunggu...
Mugiarni Arni
Mugiarni Arni Mohon Tunggu... Guru - guru kelas

menulis cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Monoton

29 November 2023   14:21 Diperbarui: 29 November 2023   14:29 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar pixabay.com gratis 

Cerpen

Monoton

Oleh Mugiarni 

Aku duduk di kursi taman, memandangi keramaian kota yang berlalu lalang. Aku sudah duduk di sini selama berjam-jam, tanpa tujuan yang jelas. Hanya ingin menenangkan diri dari segala pikiran yang berkecamuk di kepalaku.

Hidupku terasa sangat monoton. Setiap hari aku berangkat kerja, lalu pulang kerja. Kerjaanku juga tidak ada tantangannya, hanya rutinitas yang itu-itu saja. Aku merasa seperti hidup tanpa tujuan.

Seringkali aku bertanya-tanya, apakah ini yang disebut hidup? Apakah ini yang aku inginkan? Aku ingin merasakan hidup yang lebih bermakna, yang lebih dari sekadar bekerja dan pulang kerja.

Aku merenungi diriku sendiri. Aku merasa seperti orang yang hampa. Aku tidak memiliki passion atau minat yang mendalam pada sesuatu. Aku hanya hidup mengalir mengikuti arus.

Aku pernah mencoba untuk mencari hal-hal baru yang bisa membuat hidupku lebih berwarna. Aku pernah mencoba mengikuti kursus memasak, kursus bahasa, dan bahkan kursus yoga. Namun, semuanya terasa hambar. Aku tidak bisa menemukan sesuatu yang benar-benar membuatku tertarik.

Aku mulai merasa putus asa. Apakah aku akan selamanya hidup dalam kemonotonan ini? Apakah aku akan mati tanpa pernah merasakan hidup yang sesungguhnya?

Suatu hari, aku sedang berjalan di taman ketika aku melihat seorang kakek tua yang sedang duduk di bangku. Kakek itu tampak sedang termenung, dengan wajah yang damai.

Aku duduk di samping kakek itu. "Permisi, Pak," kataku. "Apa yang sedang Bapak pikirkan?"

Kakek itu tersenyum. "Aku sedang memikirkan hidup," katanya. "Aku sudah hidup selama 80 tahun, dan aku sudah melihat banyak hal. Aku melihat dunia berubah, aku melihat orang-orang lahir dan mati. Dan aku belajar bahwa setiap yang bernyawa akan merasakan mati."

Aku terdiam, mendengarkan kata-kata kakek itu. "Apakah itu artinya hidup ini tidak ada artinya?" tanyaku.

"Tidak," kata kakek itu. "Arti hidup bukanlah untuk selamanya hidup. Arti hidup adalah untuk hidup sepenuhnya. Kita harus menjalani hidup kita dengan penuh kesadaran, dan dengan penuh cinta."

Kakek itu melanjutkan, "Kita harus menemukan apa yang membuat kita bahagia, dan kita harus mengejarnya. Kita harus membuat hidup kita bermakna, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain."

Aku mendengarkan kata-kata kakek itu dengan saksama. Aku mulai menyadari bahwa aku telah salah selama ini. Aku telah terlalu fokus pada kekhawatiran tentang kematian, sehingga aku lupa untuk menikmati hidup.

Aku memutuskan bahwa aku akan mengubah hidupku. Aku akan berhenti mengeluh tentang kemonotonan hidup, dan aku akan mulai mencari hal-hal yang membuatku bahagia.

Aku mulai mencoba hal-hal baru yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Aku mulai mengikuti kegiatan sukarelawan, aku mulai belajar bermain musik, dan aku mulai traveling ke berbagai tempat.

Aku menemukan bahwa aku menyukai kegiatan-kegiatan itu. Aku merasa hidupku menjadi lebih berwarna dan lebih bermakna.

Aku masih sering merenungi diriku sendiri. Namun, sekarang aku tidak merasa putus asa. Aku tahu bahwa aku masih punya waktu untuk menemukan apa yang ingin aku lakukan dengan hidupku.

Aku juga tahu bahwa aku tidak akan selamanya hidup dalam kemonotonan ini. Aku akan mati, tetapi aku akan mati dengan bahagia, karena aku telah menjalani hidupku sepenuhnya.

Akhir

Suatu hari, aku sedang berjalan-jalan di taman ketika aku melihat kakek tua itu lagi. Dia masih duduk di bangku yang sama, dengan wajah yang damai.

Aku duduk di sampingnya. "Apa kabar, Pak?" tanyaku.

Kakek itu tersenyum. "Kabarku baik," katanya. "Apa kabarmu?"

"Aku baik, Pak," kataku. "Terima kasih sudah mengajariku tentang hidup."

Kakek itu mengangguk. "Sama-sama," katanya. "Semoga kau bisa menjalani hidupmu dengan bahagia."

Aku tersenyum. "Aku akan mencoba, Pak," kataku.

Aku berdiri dan berjalan pergi. Aku merasa lega, karena aku tahu bahwa aku telah menemukan jalan hidupku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun