Mohon tunggu...
Mugiarni Arni
Mugiarni Arni Mohon Tunggu... Guru - guru kelas

menulis cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Emak dan Seribu Galon

17 September 2023   05:49 Diperbarui: 17 September 2023   05:54 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber Gambar pixabay. .Com gratis 

Cerpen :  Emak dan Seribu Galon

Mugiarni 

Pagi itu, mentari bersinar terang di langit desa kecil tempat tinggal Emak dan keluarganya. Emak, seorang ibu rumah tangga yang gigih, terbangun dengan rasa cemas yang menghantuinya sejak semalam. Sumur di halaman mereka telah kering, meninggalkan mereka tanpa air bersih. Hatinya berat, tapi dia tidak bisa lagi menghindari kenyataan ini.

Emak merenung sejenak, mencari solusi. Anak-anaknya, Aan dan Tono, akan segera berangkat ke sekolah. Mereka membutuhkan air untuk mandi dan untuk persiapan sekolah. Pikirannya melayang ke tetangga-tetangganya, tapi dia merasa tidak enak jika harus meminjam air lagi.

"Surga pasti sedang menguji kita," gumam Emak sambil melangkahkan kakinya ke dapur, di mana galon-galon kosong tersusun rapi di sudut ruangan. Dengan perasaan yang bercampur aduk, dia memutuskan untuk pergi ke toko air untuk mengisi galon.

Sementara itu, Aan dan Tono yang tidak tahu apa-apa sedang bersiap-siap untuk sekolah. Mereka melihat Emak sibuk dengan galon-galon air, dan Budi bertanya dengan penuh keingintahuan, "Emak, kenapa kita pakai galon? Bukannya kita punya sumur?"

Emak tersenyum padanya dan menjawab dengan penuh kasih, "Ibu akan memberi kalian pelajaran tentang keberanian dan kerja keras hari ini, anak-anak." Dia merasa bangga melihat anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang kuat.

Setelah mengisi galon, Emak kembali ke rumah. Air yang diangkutnya dengan susah payah ternyata lebih berharga daripada sekadar air. Ia memberikan pelajaran berharga kepada anak-anaknya tentang nilai dari usaha dan keberanian dalam menghadapi tantangan.

***

Emak duduk di beranda rumahnya, melihat ke arah sumur yang sekarang kering. Dia merenung sejenak, memikirkan berbagai solusi untuk mengatasi masalah ini. Apakah harus menggali lebih dalam lagi sumurnya? Pertanyaan ini menghantuinya sepanjang hari.

Malam tiba, dan Emak masih belum menemukan jawaban yang pasti. Dia duduk di bawah langit berbintang, memikirkan masa depan keluarganya. Sementara itu, Aan  dan Tono bermain dengan senyum di wajah mereka, tidak tahu akan perjuangan Emak yang tak pernah berhenti mencari solusi.

Keesokan harinya, Emak memutuskan untuk bertanya kepada Pak Ryan, tetangga mereka yang sudah lama tinggal di desa ini. Pak Ryan dikenal sebagai ahli sumur di desa itu. Emak beralih dari rasa malu untuk meminta bantuan kepada tetangga-tetangganya, karena dia tahu bahwa dalam kesulitan, komunitas adalah sumber kekuatan terbesarnya.

Pak Ryanmendengarkan cerita Emak dengan penuh perhatian. Setelah beberapa saat, dia tersenyum dan berkata, "Emak, mungkin kita tidak perlu menggali lebih dalam sumur ini. Sebaliknya, kita bisa mencoba mencari sumber air yang baru. Terkadang, air tanah bisa mengalir ke tempat lain di bawah tanah."

Emak merasa lega mendengar saran Pak Ryan. Mereka bekerja sama dengan tetangga-tetangganya untuk mencari sumber air baru. Setelah beberapa hari, mereka menemukannya tidak terlalu jauh dari sumur lama mereka. Dengan bantuan Pak Ryan, mereka berhasil mengebor dan menemukan sumber air yang segar.

Sumur lama mereka tetap ada, tetapi sekarang menjadi simbol keberanian dan ketekunan mereka dalam menghadapi masalah. Emak dan keluarganya belajar bahwa dalam menghadapi kesulitan, mencari solusi bersama-sama adalah kunci untuk mengatasi tantangan.

Dengan air yang mengalir kembali ke rumah mereka, kehidupan sehari-hari keluarga Emak kembali normal. Tetapi pengalaman mereka dalam mengatasi krisis ini telah mengukir kenangan yang dalam tentang kekuatan keluarga dan solidaritas di antara tetangga-tetangga mereka. Emak menyadari bahwa meskipun ada kesulitan, selalu ada jalan keluar jika kita bersatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun