Menjadi Editor Cerpen Karya Nara Faith Widyadhana
Saya menjadi editor cerpen karya Nara Faith Widyadhana sekaligus membimbing Nara untuk berliterasiÂ
Berikut adalah cerpen karya Nara Faith Widyadhana, saya membersamai Nara dalam berliterasi.
judul CerpenÂ
Metamorfosis Kepribadian
Di sebuah kota kecil, tinggallah seorang remaja bernama Nara.. Ketika masih di SMP, Nara  begitu pendiam. Ia merasa tidak nyaman saat berinteraksi dengan orang lain dan lebih suka menyendiri. Kegiatan di tengah kerumunan teman sekelas terasa menakutkan baginya. Namun, semuanya berubah ketika ia memasuki SMA.
Nara duduk di kantin SMA bersama teman-teman barunya, Dahlia dan Aan. Suasana di kantin itu tidak seramai biasanya. Karena hari Sabtu anak -- anak belajar di rumah. Hanya anak-anak yang mengikuti  kegiatan ekstrakurikuler saja yang masuk sekolah.Dahlia menatap Nara sembari tertawa, "kamu dulu bener-bener pendiem ya pas di SMP?""Iya, dulu aku emang enggak suka banget ngobrol sama orang lain." Nara tersenyum.
"Tapi sekarang kok kamu bisa berubah gitu, sih?" tanya Aan
Perubahan dari seseorang yang dulu pendiam saat di SMP menjadi lebih aktif dan pemberani, percaya diri  saat tampil di hadapan umum ketika SMA dapat disebabkan oleh berbagai faktor psikologis, sosial, dan perkembangan pribadi. Misalkan
Saat remaja memasuki masa SMA, mereka mengalami perubahan yang cukup berarti dalam perkembangan fisik, kognitif, dan emosional. Hal ini dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan dunia luar. Bisa saja Nara telah mengalami perubahan dalam pemahaman diri, kepercayaan diri, dan pemahaman tentang dunia sosial, yang mendorongnya untuk lebih berani dan aktif dalam berbagai aktivitas.
Pergantian dari SMP ke SMA sering kali membawa kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru dan membangun hubungan sosial yang berbeda. Seperti yang Nara yang telah menemukan kelompok teman yang mendukung, berbagi minat yang sama, atau memberikan dorongan positif untuk mengembangkan diri. Koneksi sosial yang lebih kuat dapat mendorong seseorang untuk lebih aktif dalam berbagai kegiatan di sekolah dan di luar sekolah.
Selama masa SMA, seseorang  cenderung memiliki lebih banyak pilihan dalam hal mata pelajaran, klub, dan aktivitas ekstrakurikuler. Seperti telah menemukan minat baru yang memotivasi mereka untuk berpartisipasi secara aktif. Ketika seseorang terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan minatnya, mereka cenderung lebih bersemangat dan berani dalam mengambil bagian.
"Ya, aku sadar kalau aku harus berubah. Aku ingin jadi lebih percaya diri dan bisa nyaman berbicara sama orang lain." Ujar Nara.
Bel masuk berdering nyaring. Nara dan temannya masuk ke ruang kelas. Tak lama kemudian pembelajaran berlangsung.
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa.
 "Baiklah, siapa yang bisa menjelaskan definisi manusia sebagai makhluk individu?"
Nara mengangkat tangan dengan percaya diri.
"Saya tahu, Bu. Definisi makhluk individu merujuk pada  entitas yang merupakan satu kesatuan yang terpisah dan memiliki identitas itu sendiri, baik itu dalam bentuk organisme hidup atau entitas lainnya. Jawab Nara sambil tersenyum.
 "Bagus, Rian! Kamu benar-benar berani sekarang ya." Kata Bu Guru sambil tersenyum.
Pengalaman di masa SMP mungkin telah memberikan pelajaran berharga bagi Nara. Nara merasa bahwa pendekatan yang lebih aktif dan berani dapat membawa hasil yang lebih positif dalam mengatasi tantangan atau mencapai tujuan.
Masa SMA sering kali dianggap sebagai waktu transisi menuju kedewasaan. Selama periode ini, individu cenderung lebih eksploratif dalam mengembangkan identitas dan kepribadian mereka. Dalam usaha untuk mencari tahu siapa mereka sebenarnya, seseorang dapat mengambil risiko sosial yang lebih besar dan menjadi lebih terbuka terhadap pengalaman baru.
Rian dan teman-temannya sedang berbincang di perpustakaan
"Eh, Nara, dulu kamu enggak pernah aktif di kelas kayak gini, ya?" tanya Aan
 "Iya, dulu aku mikirnya ntar aja deh, tapi sekarang aku merasa penting buat berpartisipasi."
 "Keren deh kamu bisa berubah kayak gini." Cempaka memuji Nara
Guru, teman sekelas, dan lingkungan sekolah dapat memiliki dampak besar terhadap perkembangan individu. Barangkali ada tokoh-tokoh inspiratif atau peran model dalam lingkungan SMA yang memberikan dorongan positif kepada Nara untuk lebih aktif dan berani.
Seiring dengan perkembangan kognitif, seseorang dapat mengembangkan cara berpikir yang lebih analitis dan kritis. Hal ini bisa membuat mereka lebih percaya diri dalam menyuarakan pendapat mereka dan mengambil peran aktif dalam diskusi dan aktivitas kelompok.
***
Flash Back
Nara tumbuh dalam suasana yang penuh kebingungan. Masa kecilnya diliputi oleh rasa cemas dan kehampaan akibat kehilangan sosok ibu kandungnya. Setiap kali ia melihat teman-teman sebayanya berinteraksi dengan ibu mereka, perasaan rindu dan keinginan untuk memiliki pengalaman serupa menjadi semakin kuat.
Di saat Nara masih kanak-kanak, kenangan tentang ibu kandungnya masih terasa segar dalam ingatannya.
Kehadiran ibu tirinya, meskipun berusaha memberikan kasih sayang namun terasa tak lengkap.
Ketika Nara mulai bersekolah di SD, dirinya merasa kehilangan dan rasa hampa itu semakin membuat dadanya terhimpit. Teman-teman sekelasnya memiliki cerita tentang ibu mereka yang selalu mendukung dan hadir di setiap momen penting. Sementara itu, Nara saat itu tidak bisa berbagi cerita serupa, merasa bahwa ada bagian dari kehidupannya yang telah sirna.
Pun begitu,secara keseluruhan  masa kanak-kanak dan awal sekolah Nara adalah perpaduan antara rasa kehilangan, kebingungan, dan upaya untuk menemukan makna dalam kehidupannya. Pengalaman ini membentuk dirinya menjadi sosok yang sensitif, penuh empati, memiliki tekad untuk menemukan arah dan tujuan yang pasti.
****
Di sebuah perumahan  sunyi dan tenang, hiduplah seorang ibu guru yang baik hati dan penuh empati bernama Bu Arni. Bu Arni adalah seorang guru di sekolah dasar tempat  Nara bersekolah. Bu Arni memiliki hubungan istimewa dengan Nara. Nara seorang anak gadis berusia 7 tahun yang tampak sedih.
Setiap kali Nara masuk kelas, senyum ramah Bu Arni sudah menunggunya. Nara  salah satu siswa  yang selalu mendengarkan dengan penuh perhatian saat Bu Arni sedang mengajar. Namun di balik itu, Nara kerap terlihat murung.
Suatu hari, setelah pulang sekolah, Nara bermain-main di halaman sekolah. Bu Arni melihat Nara sendirian dan mendekatinya. "Nara, bagaimana kalau kita main ke rumah ibu hari ini? Ibu punya buku-buku menarik yang mungkin kamu suka," kata Bu Arni dengan lembut.
Nara tampak ceria dan mengangguk antusias. Mereka berdua pun bersama-sama berjalan ke rumah Bu Arni. Di rumah Bu Arni, Nara merasa berada di tempat yang nyaman dan hangat.
Hari demi hari berlalu, Nara sering menghabiskan waktu sorenya di rumah Bu Arni.
Ketika Nara mulai terbiasa bermalam di rumah Bu Arni, muncul perasaan yang kian kuat di hati Bu Arni. Ia mulai merasa seperti anak kandungnya bu Arni. Â Ketika Nara sedih, Bu Arni ikut merasa sedih. Ketika Nara gembira, senyumnya pun ikut merekah.
Suatu malam, ketika Nara bersiap tidur di kamar tamu, Bu Arni duduk di sebelah tempat tidur. "Nara, ada yang ingin aku katakan padamu," ujar Bu Arni dengan lembut. "Sejak kamu datang ke rumah ini dan kita berdua menghabiskan banyak waktu bersama, aku merasa kamu adalah bagian dari keluarga ini. Aku ingin kamu tahu bahwa kamu seperti anak kandungku sendiri."
Nara memandang Bu Arni dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa begitu bahagia dan hangat dalam momen tersebut. Dia merasa bahwa ada seseorang di luar keluarganya yang sungguh-sungguh peduli dan mencintainya. "Terima kasih, Bu Arni. Nara merasa sama. Ibu yang baik dan perhatian," kata Nara sambil menggenggam tangan Bu Arni.
***
Semakin hari, semakin erat. Saling menginspirasi dalam hal kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam bidang-bidang tertentu. Suatu hari, saat Nara sedang duduk di meja belajar di rumah Bu Arni, Bu Arni memperhatikan bahwa Nara tengah mengamati buku catatan dengan seksama
"Bukankah itu tulisanmu, Nara?" tanya Bu Arni dengan senyuman ramah.
Nara mengangguk malu-malu, "Iya, Bu. Saya coba menulis cerita pendek. Tapi masih banyak yang harus saya perbaiki."
Bu Arni meraih kertas-kertas tulisan Nara dan membaca goresan tinta Nara. Setelah membaca beberapa cerita pendek yang Nara tulis, Bu Arni tersenyum. "Nara, Ibu tidak menyangka jika kamu punya cara untuk mengekspresikan pikiran dan perasaanmu dengan kata-kata."
Nara merasa tersanjung. Dia senang bahwa bakatnya ditemukan dan diakui, tetapi juga merasa gugup dengan pujian dari Bu Arni. "Tapi, Bu, masih banyak kata-kata yang belum benar."
Bu Arni tersenyum lembut. "Tentu saja, Nara. Setiap penulis pasti mengalami proses dan bertahap. Tidak ada yang bisa langsung sempurna. Tapi yang terpenting itu semangat dan keinginanmu untuk belajar dan berkembang."
Sejak saat itu, Bu Arni memutuskan untuk membantu Nara memupuk bakat menulisnya. Ia menjadi mentor dan editor pribadi Nara. Setiap kali Nara menulis cerita baru, ia akan memberikan masukan yang membangun. Mereka akan duduk bersama membahas cara memperbaiki alur cerita, karakter-karakter, dan gaya penulisan.
Nara merasa sangat beruntung memiliki Bu Arni sebagai pembimbing. Dia merasakan kehadiran seorang ibu yang mendukung.
Bu Arni menulis cerita-cerita Nara kepada di blog dan koleganya. Mereka semua terkesan dengan bakat menulis Nara dan memberikan dukungan yang luar biasa. Nara merasa seperti memiliki tim pendukung yang selalu ada untuknya.
****
Suatu ketika Nara bertemu di ruang dengan guru BK di ruang konseling
" Nara, saya senang melihat perkembanganmu dari yang dulu sampai sekarang. Kamu bisa memberi contoh yang baik bagi teman-temanmu." Kata Pa Bram
"Terima kasih, Pak. Saya juga tidak menyangka, bila saya ternyata saya bisa berubah seperti ini" tutur Nara.
" Ingat, Nara kamu membuktikan bahwa kepribadian bisa berubah dengan usaha dan tekad yang kuat.
Nara terus mengalami perubahan yang positif dalam kepribadiannya. Semakin hari, Nara semakin percaya diri dan terbuka terhadap orang lain. Ia berhasil meraih prestasi di berbagai bidang, tidak hanya dalam akademik, tetapi juga dalam hal. Semua orang di sekitarnya mengakui perubahan yang luar biasa dalam diri Nara.
***
Usai upacara bendera di sekolah SMA, ada informasi bahwa akan diadakan acara debat antar sekolah sebagai bagian dari kompetisi akademik. Teman-teman sekelasnya mulai membentuk tim debat, Nara pun  tertarik untuk ikut serta.
Nara mengutarakan keiinginannya pada teman-temannya di kelas tentang keinginannya untuk ikut debat.
 "Hei teman- teman, bagaimana kalau kita membentuk tim debat untuk acara ini?" usul Nara pada temannya.
"Wah, bagus juga ide kamu! Tapi, Nara, kamu yakin bisa? Soalnya, kamu dulu kan pendiem banget." Â Ujar Dahlia.
Mendengar penuturan temannya, Nara tersenyum manis.
"Iya, aku tahu aku punya banyak hal untuk diperbaiki, tapi aku ingin mencoba hal baru dan mengatasi kekhawatiran itu.
Kata-kata Nara membuat yakin para temannya.
"Kalau gitu, aku dukung deh! Kita bisa belajar bersama-sama." Kata Aan.
***
Persiapan untuk acara debat, tim Nara sedang berlatih.
"Baik, siapa yang mau mencoba memberikan argumen pertama?" tanya pelatih debat.
Nara mengangkat tangan dengan percaya diri.
"Saya siap, Pak." Kata Nara dalam penampilan yang tenag
"Bagus, Nara. Silakan mulai!"
Nara memberikan argumennya dengan jelas dan lugas
***
Hari kompetisi pun tiba, Nara dan timnya siap untuk tampil.
"Tim kami dari SMA ini akan berbicara tentang topik mengenai HAM. Siapa yang akan menjadi perwakilan pertama?" situasipun berubah hening seketika itu.
Nara dengan mantap maju ke depan untuk berbicara di depan publik.
"Saya akan menjadi perwakilan pertama, Pak." Tutur Nara.
Audience memberikan tepuk tangan saat Rian berbicara dengan percaya diri dan meyakinkan.
Nara dan tim debatnya berhasil memberikan penampilan yang mengesankan dalam kompetisi debat. Meskipun pada awalnya Nara adalah sosok yang pendiam, perubahan yang telah ia alami memberikan pengaruh positif untuk mengatasi rasa takut dan ketidaknyamanannya. Kepribadian yang berkembangnya memungkinkan Nara untuk mengambil risiko dan tampil di depan umum dengan percaya diri.
***
Setelah sukses dalam kompetisi debat, Nara merasa semakin termotivasi untuk terus mengembangkan dirinya. Dia menjadi lebih terbuka untuk mengambil bagian dalam berbagai kegiatan sekolah maupun di luar sekolah. Salah satu kegiatan yang menarik perhatiannya adalah acara penggalangan dana untuk membantu mereka yang membutuhkan.
MugiarniÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H