Cerita Aurel
Oleh : Mugiarni
Di suatu hari yang cerah, Akupun bersama keluargaku memutuskan untuk mengunjungi supermarket, tempat yang penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Saat tiba di sana, Akupun penuh antusias naik sebuah permainan yang mengajakku menaiki rumah balon. Rasanya seperti melayang di awan, sebuah pengalaman yang membuat hatiku berbunga-bunga. Tak terbayangkan betapa bahagianya bisa pergi bersama keluargaku, senyum-senyum kami saling berbagi kebahagiaan.
Setelah menikmati perjalanan di rumah balon, Abi mengajakku untuk menikmati es krim lezat. Kami semua duduk bersama, menikmati makanan enak dan suasana kebersamaan yang hangat. Kemudian, Abi memanjakanku dengan membelikan baju baru dan sepatu yang cantik. Perhatiannya begitu membuat hatiku meleleh. Rasa syukur dan kebahagiaan meluap dalam hatiku.
Mamahku sosok yang luar biasa baik dan penuh kasih sayang. Kedekatanku dengannya begitu berharga, dan aku merasa diberkahi memiliki ibu sebaik dia. Setelah selesai menghabiskan waktu indah di Ramayana, kami pulang dengan hati penuh kenangan indah.
Ketika sampai di rumah, kebahagiaanku belum berakhir. Aku disambut oleh teman-temanku, Zahra dan Keysa. Persahabatan kami begitu erat dan penuh keceriaan. Zahra adalah temanku yang penuh perhatian, seringkali mengajakku berbagi jajan dan cerita. Keysa, dengan ramahnya, mengajakku untuk bermain dan menyediakan waktu yang berharga.
Waktu terus berjalan, dan tiba saat yang dinanti-nantikan. Hari ulang tahunku tiba. Keysa datang dengan senyum cerianya, membawa sebuah kado yang indah. Namun, dalam kegembiraanku, aku juga ingin memberikan sesuatu yang istimewa untuknya. Aku mengajaknya menunggu sejenak sambil aku pergi mengambil kejutan yang kusiapkan.
"Dek, mau minum atau makan?" tanyaku, mencoba menjaga rahasianya. "Kalau lapar, bilang saja, ya!" tambahku dengan tulus. Dia tersenyum penuh pengertian, "Terima kasih, sudah begitu perhatian."
Kami pun bersama-sama menuju mushola untuk mengaji. Aku bertanya kepada mereka tentang pengalaman ngaji mereka. Zahra dan Keysa dengan ceria mengaku sudah mengaji dengan tekun. Mereka berdua mengajakku bergabung dalam kegiatan ini. "Kami juga mau ngaji bersamamu, seperti biasanya," kata Zahra.
Aku tersenyum bahagia mendengar itu. Persahabatan kami semakin kokoh, seperti akar yang tumbuh dalam tanah yang subur. Kami bertiga menikmati waktu yang indah dalam belajar dan berbagi nilai-nilai agama.