Mohon tunggu...
Mugiarni Arni
Mugiarni Arni Mohon Tunggu... Guru - guru kelas

menulis cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cinta....

15 Juni 2023   14:11 Diperbarui: 15 Juni 2023   14:20 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar Canva

Cinta Dengan  Sekeping luka

Bagian 35

Di tengah kebun buah yang penuh warna dan kehidupan, mereka melangkah menjelajahi dunia dengan hati yang terbuka. Mereka menikmati setiap petualangan dan keajaiban yang mereka temui, dengan keyakinan bahwa kebahagiaan sejati terletak dalam kesederhanaan dan penghargaan terhadap kehidupan.

Purbaningrum dan Aditya memutuskan untuk terus mengembangkan kebun buah mereka menjadi tempat yang ramah lingkungan, mengintegrasikan praktik pertanian organik dan menjaga keseimbangan ekosistem. Mereka memilih untuk hidup dalam harmoni dengan alam, menghormati dan menjaga keindahan alam sekitar mereka.

Dalam perjalanan hidup mereka, mereka melihat anak-anak mereka tumbuh dan berkembang dengan penuh kasih sayang. Mereka mengajarkan nilai-nilai kebaikan, keadilan, dan empati kepada anak-anak mereka, memberikan landasan yang kuat untuk generasi mendatang.

Purbaningrum dan Aditya tidak hanya merayakan kehidupan mereka sendiri, tetapi juga berbagi keberkahan mereka dengan komunitas sekitar. Mereka membuka pintu rumah mereka bagi tetangga dan teman, menyambut mereka dengan keramahan dan kehangatan. Mereka sadar bahwa kebahagiaan yang sejati terletak dalam berbagi dan memberikan kepada orang lain.

Dalam cerita hidup mereka yang indah, Purbaningrum dan Aditya terus memperkuat ikatan cinta mereka, mengatasi setiap rintangan dengan kebersamaan dan dukungan. Mereka tahu bahwa kebahagiaan sejati terletak dalam hadirnya satu sama lain, dalam setiap senyuman, pelukan, dan momen yang mereka bagi bersama.

Dalam senja kehidupan mereka, Purbaningrum dan Aditya menghela napas dalam rasa syukur. Mereka melihat kembali perjalanan yang mereka lalui, penuh dengan keajaiban dan pengalaman berharga. Dan ketika matahari terbenam, mereka berpegangan tangan, siap menghadapi setiap petualangan yang masih menanti, karena mereka tahu bahwa bersama, mereka bisa menghadapinya dengan kekuatan cinta yang tak tergoyahkan.

******

Dalam perjalanan panjang kehidupan mereka, Purbaningrum dan Aditya terus mengejar impian mereka dengan semangat dan ketekunan. Mereka merencanakan dan membangun rumah idaman di dekat kebun buah yang telah menjadi saksi perjalanan cinta mereka. Dengan cinta yang tulus dan kebersamaan yang tak tergoyahkan, mereka merangkul setiap tantangan dan rintangan yang muncul.

Rumah mereka menjadi sebuah tempat yang bercahaya dengan kebahagiaan dan kasih sayang. Di dalamnya, suara tawa anak-anak menggema, cerita-cerita penuh inspirasi terbagi, dan ciuman mesra diucapkan. Dinding-dinding rumah mereka dipenuhi dengan foto-foto kenangan, mengingatkan mereka akan momen-momen indah yang telah mereka alami bersama.

Setiap pagi, mereka bangun dengan rasa syukur dan berjalan bersama di antara kebun buah yang indah. Mereka merasakan sentuhan lembut dedaunan, mendengarkan nyanyian burung-burung, dan menghirup aroma segar yang tercium dari buah-buah yang mulai matang. Keberadaan kebun buah menjadi pemberi inspirasi dan tempat berbagi cerita mereka.

Pada waktu senja, Purbaningrum dan Aditya duduk bersama di teras rumah mereka, menatap keindahan matahari terbenam yang menerangi langit. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan mereka, membagikan kegembiraan dan kesedihan, serta memberikan dukungan dan pengertian satu sama lain. Setiap percakapan adalah lembaran baru yang mengikat ikatan mereka dengan lebih erat.

Tidak hanya itu, Purbaningrum dan Aditya juga mengundang Bapak Enduduk untuk berkunjung ke rumah mereka. Mereka duduk bersama di kebun buah, berbagi cerita dan kebijaksanaan. Bapak Enduduk menjadi sumber inspirasi bagi mereka, mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang berharga dan memperkaya hubungan mereka dengan kebijaksanaannya.

Dalam perjalanan hidup mereka, Purbaningrum dan Aditya terus tumbuh dan berkembang bersama. Mereka saling menguatkan dan mendukung dalam setiap mimpi dan tujuan yang ingin mereka capai. Bersama-sama, mereka mengatasi rintangan dan menjadikan setiap tantangan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh.

Dalam hati mereka, Purbaningrum dan Aditya merasa bersyukur atas segala keberkahan yang mereka miliki. Mereka menghargai kehidupan yang mereka jalani bersama, mengerti bahwa cinta sejati dan kebersamaan adalah anugerah yang tak ternilai harganya. Di dalam rumah mereka yang indah di dekat kebun buah, mereka menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang mereka cari.

Dan pada malam-malam sunyi, ketika hanya cahaya remang-remang yang menerangi kamar mereka, Purbaningrum dan Aditya saling berhadapan. Dalam ke

hangatan pelukan, mereka memandangi satu sama lain dengan penuh cinta dan rasa syukur. Dalam diam, mereka saling berbicara dengan bahasa hati yang hanya mereka berdua yang bisa mengerti.

Purbaningrum menatap mata Aditya dengan penuh harap. "Aditya, kita telah membangun sebuah kehidupan yang indah bersama. Kita memiliki kebun buah yang berlimpah, rumah yang hangat, dan keluarga yang penuh kasih. Namun, di balik semua ini, ada satu harapan terbesar yang belum terwujud."

Aditya membalas tatapan Purbaningrum dengan senyuman lembut. "Apa itu, Purbaningrum?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun