Kasus terkait pinjol atau pinjaman online ilegal menjadi hal yang begitu kerap kita temui di masa sekarang. Syarat pinjol ilegal yang mudah ternyata menyimpan jeratan yang membelenggu para peminjamnya. Dikutip dari Tempo, Otoritas Jasa Keungangan menyebut bahwa kerugian masyarakat Indonesia akibat pinjol ilegal sepanjang tahun 2018 sampai 2022 mencapai 126 triliun rupiah. Mirisnya, selain guru dan karyawan yang terdampak PHK, korban pinjol ilegal juga didominasi oleh ibu rumah tangga!
Agar terhindar dari jebakan pinjol ilegal, Kementerian Keuangan memberikan tujuh cara agar masyarakat terhindar dari ketergantungan terhadap pinjol ilegal, yaitu:
- Susun perencanaan keuangan sehingga dapat memetakan jumlah penghasilan dan pengeluaran secara tepat. Langkah sederhananya adalah dengan mencatat setiap pengeluaran, meyisihkan uang untuk dana darurat, menabung, serta berinvestasi.
- Meningkatkan literasi keuangan[1] agar dapat mengenali jebakan pencairan dana pada pinjol ilegal.
- Mengatur skala prioritas, yaitu membelanjakan uang berdasarkan skala kebutuhan (primer, sekunder, dan tersier).
- Tidak mudah tergiur hedonisme[2]. Dengan demikian, kita tidak akan membelanjakan uang secara konsumtif, misalnya untuk membeli gadget seri terbaru, baju model terkini, dan sebagainya.
- Hindari window shopping atau melihat-lihat produk yang dipajang di etalase toko. Hal ini dapat memicu kita untuk membeli hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
- Berutang dilakukan hanya untuk kebutuhan produktif. Selain itu, sebelum melakukan pinjaman uang, kita perlu memahami skema angsuran, besaran bunga, serta denda yang harus ditanggung. Tentu saja kita juga perlu cermat memilih tempat peminjaman uang.
- Hindari kebiasaan gali lubang tutup lubang atau berutang untuk membayar utang yang lain. Jika mengalami kesulitan melunasi pinjaman, sebaiknya ajukan penambahan waktu pembayaran atau mengusulkan kesepakatan lain yang tidak merugikan debitur maupun kreditur.
Â
Terlepas dari bahaya ancaman pinjol ilegal, sebenarnya bagaimana Islam memandang utang? Dalam agama kita, utang adalah hal yang sebaiknya dihindari, kecuali dalam keadaan darurat. Mengapa sebaiknya dihindari? Di satu sisi, utang bisa menjadi salah satu sarana untuk membantu orang lain yang tengah kesulitan. Tetapi, utang juga dapat menjadi alat penindasan atau pengambilan harta secara tidak sah. Karena itulah kita tidak dianjurkan untuk berutang, kecuali jika memang sangat terpaksa atau saat kita memiliki kebutuhan mendesak.
Dalam Islam, terdapat beberapa prinsip utang yang harus dipatuhi, yaitu:
- Utang harus dilakukan berdasarkan itikad baik dan niat yang jelas.
- Utang harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi pinjaman dan peminjam.
- Utang harus dilakukan dengan syarat-syarat yang jelas dan terperinci.
- Utang harus dilakukan dengan jaminan atau agunan yang cukup untuk menjamin pelunasan utang.
Islam juga mengatur bahwa pelunasan utang adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh peminjam. Rasulullah saw. bersabda yang artinya:
"Barang siapa yang berhutang hendaklah ia segera melunasinya," (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, jika peminjam tidak mampu melunasi utangnya sesuai waktu yang telah disepakati, maka ia wajib mengadakan perjanjian dengan pemberi pinjaman terkait cara pelunasan utangnya. Pemberi pinjaman hendaknya menoleransi hal ini, terlebih bila peminjam memang mengalami kesulitan ketika waktu pelunasan tiba. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. yang artinya:
"Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui," (QS. Al Baqarah: 280).
Selain berikhtiar, kita juga dianjurkan untuk berdoa agar dapat segera melunasi utang. Berikut adalah doa Rasulullah saw. agar terlepas dari utang dan rasa bingung.
Allahumma inni a'udzubika minal hammi wal hazan. Wa a'udzu bika minal 'ajzi wal kasal. Wa a'udzubika minal jubni wal bukhl. Wa a'udzubika min ghalabatid daini wa qahrir rijal