Mohon tunggu...
Mufti Riyani
Mufti Riyani Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar dan Penjelajah

Belajar dari apa saja, dari siapa saja, tentang apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beberapa Pertanyaan tentang Hak (1)

11 Januari 2021   22:08 Diperbarui: 11 Januari 2021   22:09 5253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

UUD 1945 pasal 28 i ayat (1) menyebutkan bahwa "hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak atas kebebasan berpikir dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun ".  

Apakah pasal ini dapat memberi ruang yang sama adil bagi pemenuhan hak asasi manusia dan demokrasi?

Demokrasi dan HAM tidak bersifat komplementer, namun bersifat konvergen. Memiliki satu titik tujuan yang sama. Oleh sebab itu, pelaksanaan demokrasi harus seiring sejalan dengan penegakan HAM. Kehidupan yang demokratis merupakan kehidupan yang menjamin kebebasan individu untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai aspek baik politik, ekonomi, sosial dan budaya termasuk kebebasan dalam beragama. Dapat dikatakan bahwa secara ontologis, demokrasi bertujuan untuk melindungi hak individu dengan persamaan, keadilan, kebaikan dan nilai-nilai universal lainnya. Agar dapat mencapai tujuan ini maka secara epistimologis diperlukan jalan atau piranti hukum untuk melindungi hak individu.  

UUD 1945 pada hakikatnya merupakan bentuk formal dari demokrasi atau disebut demokrasi konstitusional. Secara substansial, demokrasi konstitusional mengandung 2 hal prinsipil, 1). pembatasan terhadap pemerintah agar kekuasaannya tidak digunakan sewenang-wenang untuk menindas warganegaranya, 2).digunakan untuk mengatur hak-hak dan kewajiban warganegara.

Dalam kaitannya yang pertama, Hadirnya demokrasi konstitusional seperti disebutkan sebelumnya, ditujukan agar penguasa yang menjalankan pemerintahan tidak memusatkan kekuaasaan secara otoriter dengan kecenderungan mengekang kebebasan warganegara baik dibidang agama, pemikiran maupun politik. Kemudian, melalui demokrasi konstitusional negara dapat diselenggarakan dengan prinsip perlindungan terhadap hak individu dan secara prosedural menjelaskan bagaimana hak-hak tersebut dapat diperoleh atau dapat dijamin.

Secara aksiologis, dalam konteks pelaksanaan HAM pada habitat demokrasi maka sesuai dengan tujuan subtansialnya, kebebasan seorang individu tidak dapat diterapkan secara bebas tanpa batasan. Maknanya pelaksanaan HAM tidak brsifat mutlak, namun dibatasi oleh aturan-aturan hukum agar kebebasan seseorang tidak melampaui batas yang justru dapat merugikan orang lain atau mereduksi kebebasan individu lainnya.

Hal ini sejalan dengan konsep bahwa Hak harus dijalankan berdampingan atau selaras dengan kewajiban. Hak kebebasan berpikir dan berpendapat, beragama dan tidak diperbudak juga mengandung kewajiban agar setiap individu sebagai warga negara juga menghormati hak-hak yang sama-sama yang dimiliki oleh warga negara lainnya. Demokrasi konstitusional dengan demikian menjadi pengendali kebebasan warga negara agar tidak mereduksi kebebasan warganegara lainnya. 

Pada konteks pasal 28 ayat (1) misalnya, kebebasan memeluk agama jika dilaksanakan tanpa batas atau bersifat mutlak maka dapat terjadi praktik intoleransi terhadap umat beragama lainnya. Dalam hal ini hak beragama, seperti halnya hak berpendapat, berkumpul, hak hidup dal lainnya merupakan hak negatif. Hak negatif muncul jika seseorang merasa bebas untuk melakukan atau memiliki sesuatu dan orang lain tidak memiliki hak untuk melarangnya. Secara subtansial, orang-orang yang terlekati dengan hak negatif akan merasa orang lain tidak berwenang mencegahnya selama tidak merugikan orang lain. Namun mereka dapat cenderung memiliki justifikasi terhadapa ajaran agamanya sebagai ajaran agama yang paling baik, melakukan ibadah sesuai tuntutan agama tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pemeluk agama lain. Atau bahkan karena dianggap sebagai kebebasan, maka seseorang dapat memilih untuk tidak beragama yang secara subtansial meninggalkan nilai-nilai kebaikan atau hakikat manusia itu sendiri.  Dalam kasus lain, terkait dengan kebebasan berpikir. Masyarakat memiliki hak untuk bebas berpikir dan berpendapat. Demokrasi itu tidak mungkin kalau tanpa kritik. Rakyat menjadi bagian terpenting dalam kehidupan demokrasi. Jika rakyat dibungkam, tidak bisa menyampaikan kritik habislah demokrasi. Karena kritik adalah termasuk dalam hakikat demokrasi (Kwant, 1995:70). Namun jika kebebasan ini tidak dibatasi maka warga negara dapat melakukan hal-hal yang bersifat kontradiktif terhadap tujuannya memperbaiki proses demokrasi. Menganggap kritiknya paling benar dan harus diterima atau melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan negara.

Jika dianalogikan,

  • Hak Individu (kebebasan)= X1
  • Hukum  / Demokrasi konstitusional = X2
  • maka jika,
  • X1 = X2 hasilnya bersifat postif
  • X1 > X2 hasilnya membahayakan kebebasan individu lainnya, dan jika         
  • X1 < X2 = maknanya kebebasan tunduk atau taat pada aturan, agar tidak merugikan kebebasan Individu lainnya. Namun perlu diwaspai agar demokrasi konstitusional tidak digunakan untuk mengekang atau menindas warganegaranya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun