Kasus Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar: Aktivis HAM yang mengungkap dugaan keterlibatan pejabat tinggi dalam bisnis tambang di Papua dikriminalisasi dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa Pasal 66 UUPPLH belum sepenuhnya efektif dalam melindungi aktivis lingkungan dari kriminalisasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
2.Interpretasi yang Bermasalah
Salah satu akar permasalahan terletak pada interpretasi Pasal 66 UUPPLH yang cenderung sempit dan terbatas. Seringkali, pasal ini hanya dipahami sebagai perlindungan bagi aktivis lingkungan yang melakukan aksi damai dan legal. Padahal, perjuangan lingkungan hidup seringkali melibatkan aksi-aksi yang kontroversial dan berisiko tinggi, seperti demonstrasi, pemblokiran proyek, atau bahkan pendudukan lahan. Aksi-aksi tersebut, meskipun bertujuan untuk melindungi lingkungan, seringkali dianggap melanggar hukum dan menjadi dasar bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan.
3.Penyalahgunaan Hukum sebagai Alat Represi
Selain interpretasi yang sempit, Pasal 66 UUPPLH juga rentan terhadap penyalahgunaan. Pasal-pasal lain di luar UUPPLH, seperti pasal pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP) atau penghasutan (Pasal 160 KUHP), kerap dijadikan alat untuk membungkam aktivis lingkungan.Â
Tuduhan-tuduhan tersebut seringkali tidak berdasar dan hanya bertujuan untuk mengintimidasi dan menghentikan aktivitas mereka. Nampak jelas Asas lex specialis derogat legi generali benar-benar diabaikan oleh aparat penegak hukum, di mana Pasal 66 UUPPLH dikesampingkan oleh pasal-pasal KUHP yang bersifat umum.
4. Lemahnya Penegakan Hukum dan Perlindungan
Lemahnya penegakan hukum juga menjadi faktor yang berkontribusi terhadap kriminalisasi aktivis lingkungan. Aparat penegak hukum seringkali tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang hak asasi manusia dan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan. Akibatnya, mereka cenderung berpihak pada kepentingan bisnis atau pemerintah yang berpotensi merusak lingkungan, dan mengabaikan hak-hak aktivis lingkungan untuk menyuarakan pendapat dan melakukan aksi damai.
Selain itu, lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) juga belum optimal dalam memberikan perlindungan bagi aktivis lingkungan yang menjadi korban kriminalisasi. Hal ini membuat aktivis lingkungan rentan terhadap ancaman, intimidasi, bahkan kekerasan fisik.
5. Dampak Kriminalisasi terhadap Perjuangan Lingkungan