Mohon tunggu...
Muhammad Mufti Faiq Kamal
Muhammad Mufti Faiq Kamal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa || Study Forever

Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kakistokrasi dan Defisit Otoritas di Indonesia

15 Agustus 2024   09:32 Diperbarui: 15 Agustus 2024   09:40 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju (Antara Foto) 

Maka pertanyaan yang muncul di benak kita apakah Indonesia menjalankan kakistokrasi? Kita dapat menilai hal tersebut pada suatu fakta bahwasannya kepemerintahan Indonesia sendiri mengalami defisit otoritas. Saya akan memberikan beberapa fakta terkait dengan defisit otoritas yang dialami oleh kepemerintahan saat ini.

Pertama contoh sederhana dari polemik BBM. Harga BBM yang sebenarnya misal kita anggap pertalite itu 13-14 ribu rupiah. Kemudian diberikan subsidi oleh pemerintah dan dijual kepada rakyat dengan harga 10 ribu rupiah. Jika diakumulasikan seluruh BBM yang ada di Indonesia beserta seluruh sumber energi yang ada, maka Indonesia itu menanggung kerugian dari subsidi sekitar 269 Triliun rupiah. Bahkan Menteri keuangan Sri Mulyani mencatat bahwa nilai kerugian tersebut naik 6,85 % pada tahun 2023 dibandingkan tahun 2022.

sumber: cnbcindonesia.com
sumber: cnbcindonesia.com

Ini bisa kita komparasikan dengan pembangunan IKN. Dalam artian IKN bisa dibangun setiap tahun jika subsidi tersebut dihilangkan. Tapi sampai saat ini kita mendapatkan kerugian tersebut karena pemerintah takut adanya demonstrasi dari mahasiswa terkait hal tersebut yang mana sebenarnya mereka tau bahwa hal itu merusak.

Mereka mengalami defisit otoritas. Mereka hanya bisa mendapatkan otoritas dengan persetujuan rakyat yang tidak terdidik. Maka itu menjadikan mereka mengajukan kebijakan-kebijakan yang populis bukan konstruktif. Mereka hanya bisa menjadi orang-orang elit setelah mereka mendapatkan persetujuan dari mengemis-mengemis suara rakyat. 

Jadi mereka yang katanya terdidik itu mengikuti pikiran rakyat yang tidak terlalu terdidik. Karena mereka tidak memiliki otoritas untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan jika tidak mengemis kepada orang-orang yang tidak terdidik. Jadi sehebat apapun orang Indonesia, dia akan mengikuti orang-orang yang tidak jelas, yang paling tidak berkompeten hanya karena agar dia berkuasa. 

Jadi dia mendapatkan kekuasaannya dengan merekayasa orang-orang miskin atau orang-orang bodoh untuk mendapatkan kekuasaan dan menghancurkan ekonomi negara. Maka jadilah kemerosotan ekonomi yang tiada akhirnya hingga saat ini.

Atau misalkan contoh kedua dari kejadian baru-baru ini terkait janji politik pasangan Prabowo-Gibran yaitu makan siang gratis bagi anak-anak sekolah. Makan siang gratis itu jelas-jelas menghabisi anggaran negara. Nominal sekitar 70 T ditekan sehabis-habisnya dengan menu yang paling tidak masuk akal. Padahal tidak ada kajian ilmiah yang benar-benar bisa menjelaskan bahwa itu akan membantu Indonesia menuju Indonesia Emas tahun 2045. Itu tidak didasarkan dengan fakta-fakta ilmiah.

Alasan misalkan harus diselenggarakan makan siang gratis karena anak-anak di Indonesia banyak yang stunting dan kurang gizi. Mari kita pikirkan bersama, kalau itu alasannya karena stunting, mengatasi stunting itu di usia balita dan bukan di usia anak sekolah. Kemudian misalkan anak-anak di Indonesia kekurangan gizi dan kekurangan makan. Anak-anak di Indonesia itu benar memang kekurangan gizi tetapi bukan karena kekurangan makanan. Rata-rata anak Indonesia itu justru mengalami pola makan berlebih.

halodoc.com
halodoc.com

Mereka tidak tahu makanan yang mereka makan itu bergizi atau tidak. Dalam data dari Liputan 6, seorang ahli gizi Faisal Jalal berbicara pada sebuah workshop bahwa 30 persen anak-anak stunting itu berasal dari kalangan anak-anak orang kaya atau menengah keatas. Artinya mereka kekurangan gizi. Pendidikan mereka soal gizi itu yang bermasalah dan bukan artinya mereka kekurangan makan. Mereka banyak makannya tetapi tidak terdidik pada makanan yang mereka makan tersebut.

sumber: liputan6.com
sumber: liputan6.com

Jadi pemerintah seharusnya mendidik rakyat Indonesia agar memahami makanan mana yang sehat dan makanan mana yang tidak. Dan bukan memberikan program makan siang gratis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun