Sebagai individu, pasangan punya hak untuk bertumbuh dan mencari tahu apa yang terbaik buat dirinya. Ternyata memberi ruang sendiri untuk pasangan itu perlu.
Jadilah, ada momen di mana kami bergantian mengurus anak, agar pasangan bisa fokus belajar hal baru, memanjakan diri dengan perawatan, atau sekedar agar bisa istirahat nyenyak setelah hari yang melelahkan.
Kebutuhan yang Bersemayam
Ketiga, ketika pada akhirnya di tengah perjalanan sebagai pasangan, kita mendapati dia bersama orang lain. Cemburu, marah, dan menyalahkan pasangan adalah hal yang umumnya diambil orang kebanyakan.Â
Namun, jika mau bersikap lebih bijak, bisa jadi itu indikator bahwa ada hal-hal yang tidak dapat kita penuhi, dan pasangan kita menemukan hal-hal tersebut pada orang lain.
Bisa jadi, kita terlalu fokus pada satu hal yang kita anggap paling dibutuhkan oleh pasangan. Namun, kita lupa mendengarkan, apa yang sesungguhnya yang ia butuhkan dari kita. Jangan sampai sih, hal yang pasangan paling butuhkan justru didapat dari orang lain.
Mungkin sebenarnya, menikah dan hidup bersama itu proses belajar kita untuk mengenal pasangan, yang pasangan kita juga adalah pribadi yang bertumbuh dan punya hak untuk jadi versi terbaik dari dirinya.
Trauma Masa Lalu
Selama perjalanan pernikahan ini, kita sama-sama belajar, bahwa setiap orang itu adalah akumulasi dari pengalaman-pengalaman yang menyertainya sejak kecil. Pengalaman-pengalaman tersebut yang membentuk cara kita berfikir, bertindak, maupun meyikapi sesuatu.
Namun, ada sisi jiwa kanak-kanak (inner child) kita yang akan terus terbawa sampai kita dewasa. Pengalaman saat kecil, akan menjadi bagian dari diri kita. Trauma masa kecil, apa pun itu, akan membekas dalam diri kita.
Sebagai pasangan, kita punya peran untuk membuka inner child dari pasangan. Ada trauma apa yang membekas dalam dirinya  saat kecil, yang kemudian mempengaruhinya hingga dewasa, tanpa disadarinya.
"Jadi, setiap kamu cerita tentang kegiatan ataupun keputusanmu, aku bakal nanya, apa kamu yakin dengan itu?