Mohon tunggu...
Mufid Rowi
Mufid Rowi Mohon Tunggu... -

"Berbuatlah sebanyak-banyaknya, dan sebaik-baiknya untuk keluarga dan umat".\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Episode Reshuffle Kabinet

11 Maret 2011   16:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:52 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal bulan maret telah merebak isu reshuffle kabinet, yaitu isu pergantian menteri-menteri yang berasal dari partai koalisi yang dianggap tidak loyal. Isu ini ternyata tidak terjadi, presiden tidak menghendaki adanya reshuffle kabinet. Berbagai kalangan menilai sejumlah elit Partai Demokrat telah dengan sengaja menekan Presiden SBY melakukan reshuffle kabinet, khususnya mencopot menteri-menteri PKS. "Seolah-olah saya dipaksa, diharuskan didikte untuk segera melaksanaka reshuffle dan kemudian apa yang saya dengarkan, ada yang mengatakan kenapa lamban," jelas Presiden. ( http:// id.berita.yahoo.com/inilah-9-elit-demokrat-pendesak-reshuffle-kabinet-20110310-140200-429.html).

Perjalanan koalisi selama ini tidak berjalan harmonis. Ketidakharmonisan ini dibuktikan dengan dua kasus yaitu century dan pajak. Dalam penanganan kasus tersebut terdapat partai koalisi berseberangan dengan partai demokrat. Tentunya, sikap partai koalisi yang berseberangan tersebut, demokrat merasa gerah, dan mempertanyakaan substansi dari koalisi yaitu mengawal pemerintahan SBY sampai tahun 2014.  Awal bulan ini Berbagai media menfasilitasi genderang “PERANG URAT SYARAF”, isu reshuffle jadi membahana. Pendekatan demokrat terhadap partai oposisi seakan-akan semakin memperjelas isu reshuffle kabinet. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa presiden SBY gagal menggandeng partai oposisi sehingga tidak melakukan reshuffle kabinet sebagai punishment bagi partai koalisi yang tidak loyal dari sudut pandang partai demokrat. Presiden SBY dianggap lamban dan kurang berani mengambil keputusan reshuffle, dan masih banyak lagi komentar dari berbagai kalangan terhadap keputusan SBY tidak melakukan reshuffle.

Namun, saya berpendapat bahwa Apa yang bisa diamati dibalik makna isu reshuffle ini?. Pertama, isu ini mungkin merupakan isu untuk mengingatkan kepada partai-partai koalisi untuk kembali kepada substansi koalisi. Kedua, isu reshuffle mungkin sebagai isu pencitraan presiden SBY dengan mengatakan bahwa dirinya tidak bisa didikte sekalipun oleh orang-orang dekatnya. Tentu saja, hal ini ada yang tidak diuntungkan oleh sikap presiden SBY khususnya petinggi demokrat yang setuju dengan reshuffle. Ketiga, isu ini menjadikan partai koalisi harus mengoreksi anggotanya yang menjadi menteri karena mereka mendapat rapor yang kurang baik atau dianggap “GAGAL”. Tentu saja, hal ini sangat berpengaruh terhadap citra partai. Partai yang mengusung kadernya menjadi menteri dianggap bekerja asal-asalan, tidak loyal, atau mungkin tidak melalui seleksi ketat, yang berarti bahwa bukan kader terbaiknya, tetapi mungkin karena kedekatan kepada partai. Imbasnya adalah berpengaruh pada pemilihan umum tahun 2014. Keempat, isu reshuffle sebagai jalan untuk mendekati partai oposisi untuk bisa bergabung berkoalisi. Gerindra merupakan partai yang memungkinkan untuk bisa didekati untuk berkoalisi. Tentu saja, dengan semakin bertambah anggota koalisi, akan semakin kuat pemerintahan presiden SBY.

Akhirnya, walau media mungkin banyak memberikan komentar negatif terhadap presiden SBY, bagi saya justru SBY dan Demokrat semakin kuat dengan adanya isu reshuffle ini. Pencitraan yang dilakukan telah berhasil dan justru sebaliknya isu ini merugikan bagi partai Golkar dan PKS karena tidak loyal dan hanya terkesan setengah hati. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah isu apalagi yang dimunculkan partai demokrat atau presiden SBY tahun 2012?. Kita tunggu episode bulan depan atau tahun depan, yang jelasnya tentu lebih MENARIK, yang membuat banyak kalangan baik masyrakat jelataa, politisi, akademisi dll mencurahkan perhatiannya terhadap isu yang dimunculkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun