[caption caption="Ahok bersama menteri yasonna laoly"][/caption]
Sebagai seorang praktisi Media Strategis, saya terbiasa menyusun strategi dalam bentuk algoritma dan narasi deskriptif (seperti story telling). Sepekan terakhir, saya berusaha membaca aksi pendukung Ahok yang dilakukan dengan sangat terstruktur dan terorganisir menggunakan metode narasi yang biasa saya gunakan untuk menyusun strategi media. Setelah berdiskusi dengan beberapa pakar, observasi, serta mengumpulkan informasi dan data yang cukup, saya memutuskan untuk menuliskannya.
Narasi strategi periklanan atau pemasaran produk biasanya sangat sederhana, berbeda dengan narasi strategi politik. Unsur dalam narasi strategi politik lebih kompleks karena melibatkan banyak pihak, kepentingan, dan sarat akan friksi (kesenjangan antara ekspektasi dan realitas lapangan). Melalui pola peristiwa yang terjadi, saya menemukan setidaknya ada 4 tahap strategy yang digunakan oleh Tim Ahok yang ditujukan untuk membebaskan Ahok. Saya merangkum strategi tersebut:
Mendominasi Perhatian dan Emosi Seluruh Masyarakat
Tanpa di nasionalisasi secara sengaja, peristiwa Ahok telah mendominasi hampir seluruh perhatian masyarakat Indonesia. Itu artinya, medan pertempuran politik antara Pendukung Ahok dan masyarakat Indonesia (saya sengaja gunakan terma masyarakat Indonesia) beralih dari pertempuran lokal DKI Jakarta menuju pertempuran skala nasional.
Medan tempur nasional tentu harus dihadapi dengan strategi tempur nasional. Tim Ahok menyadari ini. Kita sudah melihat 'pertempuran nasional' melalui aksi balas aksi yang terjadi di akhir tahun 2016 lalu. Elit yang terpolar dan diperparah dengan media yang terpolar menciptakan masyarakat yang semakin terpolar pula.
Sebelum beranjak menuju strategi berikutnya, Tim Ahok lebih dahulu masuk kedalam relung emosi masyarakat Indonesia. Dalam upaya mendominasi emosi publik, telah banyak sekali manuver berisi pesan emosi yang dilancarkan oleh Tim Ahok dan ditayangkan kepada publik: kemarahan Ahok di Balai Kota, tangis di persidangan, saudara tiri Ahok, tangis pendukung Ahok, kisah keluarga Ahok, dan segala yang membangkitkan emosi publik. Dalam psikologi, pesan emosi terpatri dalam memori jangka panjang dan lebih mendominasi kesadaran. Emosi tersebut nantonya akan diaktifkan dan dimanipulasi dengan strategi lainnya.
Strategi Polaritas: Polarisasi Masyarakat Indonesia
Upaya polarisasi adalah upaya yang sengaja dilakukan oleh Tim Ahok. Hal ini sudah dilakukan sejak sebelum Pilkada. Namun, akhirnya polarisasi Tim Ahok ini justru sangat ekstrem, mirip seperti polarisasi yang dilakukan oleh George Bush melalui propaganda perang melawan teroris. Bush menggaungkan 'Anda bersama Kami atau Anda bersama Teroris' melali berbagai saluran media. Tim Ahok juga melakukan hal serupa. Awalnya, Ahok digambarkan sebagai sosok representasi Bhinneka Tunggal Ika, kemudiam Tim Ahok menggaungkan 'Anda bersama Kami, atau Anda bersama orang-orang radikal, anti kebhinnekaan, anti pancasila, anti NKRI dan sebagainya. Berbagai instrumen digunakan untuk melancarkan strategi polarisasi ini, mulai dari kampanye sosial media, hingga iklan di media mainstream yang ditayangkan beberapa waktu sebelum Pilkada, yang menuai kontroversi dari masyarakat Muslim.
Pertanyaannya, mengapa diperlukan polarisasi? Pertama, polarisasi dilakukan untuk menyedot massa mengambang, yang belum bersikap atas kasus Ahok sehingga mereka mau bersikap dan mendukung Ahok. Persis seperti strategi Tatcher pada pemilu Inggris tahun 1979. Kedua, membuat ragu massa lawan dengan merusak citra lawan. Lawan yang dipropagandakan sebagai anti bhinneka, anti pancasila dan sebagainya, akan mendapatkan citra negatif.
Strategi Politik Simbol dan Pseudo Event