Mohon tunggu...
Mufid Nur Hasyim
Mufid Nur Hasyim Mohon Tunggu... Novelis - Penulis lepas

Deep Contemplation On Strategy | PR & Strategy Consultant | Strategic Thinker

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bocoran: Strategi Pemenangan Ahok dalam Pilgub DKI 2017

9 Oktober 2016   22:17 Diperbarui: 4 April 2017   17:36 3938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momentum Balik: Membuat Lawan Tak Relevan

Pada 1982 Tatcher menemukan 'momentum balik' diakhir masa jabatannya. Pemerintah kudeta Argentina melakukan agresi ke kepulauan Falkland, kepulauan dibawah kekuasaan kolonial Inggris, yang jaraknya sangat jauh (12.800 KM) dari pusat pemerintahan Inggris. Sekali lagi Tatcher membuat kebijakan yang menantang; bahwa Inggris harus mengirimkan pasukan dan mempertahankan kepulauan tersebut. Dan kembali, para politisi yang tidak menyukai Tatcher mengkritiknya dan menuduh dirinya melakukan hal yang sia-sia dan melakukan pemborosan uang negara ditengah krisis ekonomi. Namun, Tatcher tidak mempedulikannya. Ia tetap mengirimkan pasukan dan mempertahankan kepulauan Falkland.

Momentum balik Tatcher benar-benar terjadi ketika Inggris berhasil mempertahankan Falkland. Media, politisi dan masyarakat yang sebelumnya mencitrakan Tatcher sebagai wanita yang keras, kasar, provokator, dingin, tidak berperasaan, kini berbalik mencitrakannya sebagai seorang patriot, teguh pendirian, penyelamat negara, pahlawan, dan sebagainya. Rakyat lupa dengan Tatcher sebelumnya. Ia mempergunakan kartu truf nya dengan sangat baik.

Kini, lihatlah Ahok. Terpola dengan pola yang sama dengan Tatcher. Media masa terus memberitakan kontroversi Ahok, dan itu hanya meningkatkan publisitas dan pembicaraan atas dirinya. Ia benar-benar menyedot perhatian rakyat yang ragu, dan menarik mereka untuk bersamanya. Pemberitaan buruk terus diciptakan, pemberitaan baik diselipkan. Citra provokator, keras, kasar, dan semacamnya melekat kuat kepada Ahok. Ia terus mempolarisasi politisi dan rakyat dengan mencari musuh baru, seperti Tatcher. Ia akan terus melakukan itu, hingga para pengusaha dan ahli strategi dibelakangnya menciptakan momentum baliknya, di masa dekat pemilihan nanti. Ia akan memberi kejutan dan tidak memberikan kesempatan kepada lawannya untuk beradaptasi dengan manuvernya, pada momentum baliknya.

Apa momentum baliknya? Kita lihat saja. Semua telah direncanakan. Namun, yang jelas, strateginya, ketika momentum balik itu terjadi, rakyat telah lupa dengan perilaku komunikasi Ahok sebelumnya, yang penuh dengan kekasaran, kontroversi dan provokasi. Pada masa itu, pemberitaan media akan dipenuhi dengan 'Ahok sebagai penyelamat Jakarta', 'pahlawan rakyat', 'pemimpin tegas', ‘berhati mulia’ dan sebagainya. Dan para lawannya akan menjadi tidak relevan setelah momentum baliknya terjadi. Demikian strategi komunikasi politik Ahok. Strategi ini sangat tepat untuk masyarakat Indonesia yang pragmatis, pelupa, terpola dalam kesesaatan, reaksioner, tidak dewasa dan tidak kritis menghadapi media.

Salah satu cara bagi rival Ahok untuk menjadi relevan adalah dengan meningkatkan publisitas diri mereka, melebihi publisitas Ahok, dan membuat polarisasi yang mampu menyedot masa dan ‘golongan ragu-ragu’. Penasihat strategis Ahok sangat memahami seberapa besar pengaruh, jumlah, dan betapa strategis golongan ragu-ragu: sebab merekalah yang menentukan kemenangan. Dan untuk memenangkannya membutuhkan cara yang 'keras'.

Strategi terus berkembang. Friksi terus terjadi. Para lawan politisi Ahok telah memahami strategi ini. Media akan terus menjejali rakyat dengan perang citra. Kini, rakyat harus tahu bagaimana para politisi, pengusaha, manipulator dan para penipu dibalik layar itu bekerja. Uang terus berputar disana, sementara rakyat tidak mendapatkan apa-apa.

Sekarang anda sudah tahu. Bagaimana selanjutnya, semuanya terserah anda.

Dalam perjalanan menuju Yogyakarta,
Minggu, 9 Oktober 2016
Mufid Nur Hasyim

Disclaimer: Tentang tulisan ini, Saya bukan pendukung Ahok dan tidak pula merekomendasikan untuk memilihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun