Warna
Coba tendang saja kerikilnya,Â
siapa tau memunculkan pelangi.Â
Hempas saja kacanya,
 mungkin akan terlihat embun.Â
Bukankah itu tidak logis?
 Kau pandang apa pelanginya?
 Hijau?
 Kuning?
 Atau kelabu?
Lalu, bagaimana dengan embunnya?Â
Itu hanya halusinasi?
Gerakmu memberi warna pada jalanan.
 Langkahmu memberi warna pada awan.
Tak harus merah kuning hijau,Â
Hitam putih juga adalah warna bukan?
Jentikkan jarimu memberi nafas pada semesta.Â
Tak harus jadi embun.
Ucapmu mungkin memberi kesan yangÂ
lebih indah dari pelangi, untuknya. Bisikmu bisa jadi telaga tempatÂ
menghilangkan dahaga, baginya.
 Iya. Untuknya yang memandangmu lebih,Â
baginya yang melihatmu berbeda.Â
Tak harus jadi kupu-kupu untuk terbang.
 Tak harus jadi ikan untuk berenang.Â
Warnai saja dirimu denganmu.Â
Bukankah kupu-kupu tak masalah ia tak bisa berenang?
 Ikan juga begitu, tak ada niat insecure karena ia tak bisa terbang.
 Aku. Kamu. Dia. Mereka. Kita. Dititipkan lebih dan kurang,
 untuk meniti satu tujuan.
 Jangan lupakan, syukur di pundakmu
 menambah indahnya warnamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H