Di saat angin berembus dari laut bersamaan dengan matahari yang meninggalkan peraduannya. Menyinari separuh permukaan bumi, meneteskan butiran-butiran embun yang jatuh dari langit, warna hijau berseri menghiasi tanah yang membentang luas tak terhingga.
Berdiri sebuah rumah sederhana terbuat dari kayu pohon jati berkualitas rendahan yang sewaktu-waktu akan roboh ditiup angin maupun karena dimakan usia. Di sanalah sepasang suami istri bernama Zaini dan Azzahra menjalani kehidupan di sisa usianya.
Pada musim kemarau, mereka terbangun melihat kebun yang tak lagi menghasilkan apapun. Padahal hanya kebun itulah yang menjadi sumber kebutuhan mereka sehari-hari. Sedih dan rasa putus asa menyelimuti suasana hati mereka.
"Azzahra, tolong buatkan aku segelas teh hangat," pinta Zaini.
Dengan langkah gemulai Azzahra membawa segelas teh hangat yang diinginkan suaminya. Segera Zaini meminum teh itu sebelum kehangatannya mulai hilang.
Kok, rasanya begini?" bertanya dan memandang Zahra dengan tatapan sedingin es.
"Kita saat ini kehabisan gula dan bahan dapur lainnya." jawabnya dengan lembut.
Ditatapnya lagi Azzahra, gadis berusia 24 tahun yang dinikahinya satu tahun lalu, meski bibirnya tak semerah buah naga, juga kulit dan rambutnya tak seputih salju dan selembut sutra. Namun, Zaini sangat mencintai Zahra begitu pula dirinya.
Meski kemiskinan menjerat mereka berdua, Azzahra rela menyisakan hidupnya bersama Zaini hingga ajal menjemput. Dengan rasa ikhlas Zaini meminum teh buatan istrinya tersebut.
Karena malam telah menyelimuti, Azzahra beranjak dari tempat duduknya dan meminta izin untuk beristirahat terlebih dahulu.
Zaini terduduk membisu memandang gelasnya yang kosong, hingga saat ini Zaini merasa bahwa menit-menit yang berlalu pada saat itu adalah menit-menit terpanjang dalam hidupnya.
Detik-detik berjalan dengan sangat lambat, jedanya bagaikan seumur hidup. Terlintas di pikirannya hidup berbahagia selamanya. Melihat ketabahan dan senyuman Azzahra membuat Zaini makin bersemangat melawan kerasnya dunia. Suka, duka, dan cinta ikhlas dijalani. Meski, hasilnya akan terkubur di dalam tanah pada suatu hari nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H