Para pecinta buku novel khususnya terjemahan dari bahasa lain, sepertinya sudah tidak asing mendengar tentang kisah nyata perjalanan seorang perempuan pada novel “I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki”. Perempuan asal negri gingseng yaitu kota Seoul, Korea Selatan menarik perhatian para pembaca setelah menulis novel yang berjudul “죽고 싶지만 떡볶이는 먹고 싶어” dalam bahasa korea.
Atau yang lebih sering didengar dengan sebutan “I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki” dalam bahasa Indonesia sendiri sering diartikan dengan “Aku Ingin Mati tapi Aku Ingin Makan Tteokpokki”. Novel tersebut menjadi bestseller di korea selatan sehingga banyak dilirik oleh berbagai penerbit dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa lain salah satunya bahasa Indonesia.
Hasil cetakan pertama dalam bahasa Indonesia dirilis pada bulan Agustus 2019 yang kemudian dilanjutkan pada cetakan kedua bulan Oktober 2019 dan cetakan kesebelas pada bulan September 2020 oleh Penerbit Haru.
Novel ini memiliki 236 halaman yang penuh dengan lika-liku kehidupan kesehatan mental khususnya perjalanan pengobatan dari penyakit distimia yang dimiliki sang penulis yakni Baek See Hee.
Dalam novel ini Baek Se Hee berbagai perjalanan kehidupannya yang mengidap penyakit distimia atau sering dikenal dengan depresi berkelanjutan. Dia telah mengidap distimia sejak lama hingga akhirnya pada tahun 2017 menemukan sebuah rumah sakit serta psikiater yang cocok dan menjalani pengobatan dengan berbagai cara.
Berbagai pengobatan yang membantu mengatasi penyakitnya ini adalah dengan melalui obat-obatan maupun konsultasi rutin. Makanan yang sangat dia sukai adalah tteokpokki, sebuah jajanan khas korea selatan yang terbuat dari tepung beras dan pada bagian luarnya dilumuri saus gochujang pedas.
Jadi itulah mengapa novel ini diberi judul “Aku Ingin Mati tapi Aku Ingin Makan Tteokpokki”. Baek See Hee menjalani kehidupan masa mudanya dengan berbagai kecemasan terhadap standar kehidupan dan pendapat orang lain tentang jalan hidupnya.
Standar kehidup dikorea selatan yang idealis dan glamor membuat dia sering berfikir bahwa dia adalah satu-satunya orang yang tidak beruntung dan hidup dalam ketidakadilan.