Mohon tunggu...
Mufid
Mufid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sebuah seni

“ Berkata baik atau diam “

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Komunikasi Virtual pada Masa Pandemi Covid-19

13 Juli 2021   22:05 Diperbarui: 13 Juli 2021   22:17 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya Komunikasi Virtual Pada Masa Pandemi Covid-19

 Abstrak

Budaya komunikasi virtual sebagai suatu kebiasaan baru yang dillakukan pada masa pandemic covid-19 secara virtual atau tidak langsung dengan melalui media sosial. Dalam dunia virtual CMC (Computer Mediatied Communication) seseorang dapat saling berinteraksi meskipun tidak dalam lokasi yang sama, namun ekspresi, emosi seseorang tidak terwakilkan seluruhnya karena proses komunikasi hanya melalui layar (face-to screen). Adanya pandemi Covid-19 dinilai mengubah pola komunikasi masyarakat. Dimana komunikasi yang biasanya dapat dilakukan secara tatap muka, kini harus dilakukan secara virtual karena adanya kebijakan social distancing dari pemerintah. cara berkomunikasi tidak hanya bisa dilakukan dengan face to face saja. Akan tetapi dapat dilakukan secara virtual untuk memudahkan dan memanfaatkan adanya media sosial yang ada. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan library research. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui budaya komunikasi virtual pada masa pandemi Covid-19. Dan hasil dari temuan ini media komunikasi virtual yang sering digunakan dalam agenda rapat ataupun pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 seperti zoom, skype for business dan gotomeetings.

Kata Kunci: Budaya Komunikasi, Virtual, Covid-19

PENDAHULUAN

Munculnya pandemi Covid-19 di dunia menjadikan keresahan dan telah merubah segala sesuatunya dalam kehidupan manusia. Dari mulai dunia bermain anak-anak, pendidikan, sosial, ekonomi hingga dunia kerja pun terkena dampaknya. Hal yang tak terelakkan apabila interaksi antar manusia dengan dunia sosialnya menjadi terbatas dan akan membuat kualitas sumber daya manusia semakin menurun. Menurut data dari Kementerian Kesehatan per 21 Desember 2020, mencatatkan totalnya ada 546.884 orang sembuh dari Covid-19 atau persentasenya di angka 81,4%. Banyaknya kasus Covid-19 di dunia, terutama di Indonesia kini, kebiasaan individu dalam berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain dengan bertemu fisik tidak lagi menjadi prioritas ketika terjadinya wabah atau pandemi saat ini. Computer Mediated Communication (CMC) Salah satu aspek yang muncul dari perkembangan media baru yang mempertemukan individu atau kelompok di arena virtual dalam berkomunikasi yakni komunikasi yang termediasi komputer. Komputer, telepon genggam atau perangkat yang terkoneksi lainnya pada dasarnya tidak sekedar menjadi media yang memperantai proses distribusi dan sirkulasi pesan, tetapi sebagai medium layaknya aspek serta lingkungan dalam komunikasi tatap muka. Komunikasi dan interaksi segera akan digantikan dengan cara bertemu dalam dunia maya atau disebut dengan virtual. Sehingga setiap individu dituntut untuk dapat menguasai berbagai macam aplikasi virtual untuk berkomunikasi dengan orang lain. Kebutuhan akan interaksi dengan sesama melalui alat komunikasi dirasa sangat membantu kegiatan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Media sosial mengirimkan informasi kesehatan dengan kesengajaan atas kuasa dari pemilik akun.

Sebagian besar media sosial mendapatkan sumber informasi melalui berita dan fitur-fitur lainnya dan secara tidak langsung masuk ke dalam ranah populer dalam situs hiburan massa. Media adalah sumber informasi kesehatan yang tak terhindarkan bagi mayoritas orang Indonesia. Media memiliki peranan yang sangat penting, begitupun sebagai manusia yang harus melek terhadap literasi media dengan mengikuti seiring perkembangan zaman. Pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, masyarakat melahirkan budaya baru dengan melakukan komunikasi atau cara berinteraksi dengan orang lain secara virtual demi kebaikan bersama. Seperti halnya kebijakan pemerintah untuk menjaga jarak (social distancing) antara satu sama lain untuk memutus rantai penularan Covid-19, maka memunculkan suatu kebiasaan baru untuk melakukan komunikasi antara satu sama lain dengan memanfaatkan media sosial. Budaya komunikasi virtual pada masa pandemi, saat ini yakni dengan maraknya pembelajaran yang dilakukan secara daring.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan kepustakaan atau library research. Data penelitian kualitatif merupakan data penelitian mentah yang dikumpulkan dalam bentuk catatan-catatan dan bidang yang dikaji. Sedangkan pendekatan penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan

menggunakan berbagai literatur yang mendukung penelitian, baik berupa buku, catatan atau laporan hasil penelitian terdahulu. Teknik yang digunakan dengan melakukan observasi pada kejadian yang dialami dengan berdasarkan pengalaman.

PEMBAHASAN

Di awal tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan kejadian infeksi berat dengan penyebab yang belum diketahui, yang berawal dari laporan dari Cina kepada World Health Organization (WHO) terdapatnya 44 pasien pneumonia yang berat di suatu wilayah yaitu Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, tepatnya di hari terakhir tahun 2019 Cina. Dugaan awal hal ini terkait dengan pasar basah yang menjual ikan, hewan laut dan berbagai hewan lain. Pada 10 Januari 2020 penyebabnya mulai teridentifikasi dan didapatkan kode genetiknya yaitu virus corona baru. Adanya pandemi Covid-19 dinilai mengubah pola komunikasi masyarakat. Dimana komunikasi yang biasanya dapat dilakukan secara tatap muka, kini harus dilakukan secara virtual karena adanya kebijakan social distancing dari pemerintah. Pandemi ini menumbuhkan lahan baru seperti komunikasi virtual yang sekarang sedang berkembang. Efeknya adalah semua orang berkomunikasi melalui media online untuk bisa bertatap muka seperti webinar yang sekarang sangat popular. Komunikasi virtual kini menjadi celah baru bagi orang yang berpikir kreatif untuk tetap produktif di tengah pandemi. Pergeseran dan perubahan saat ini telah menjalar ke berbagai bidang dalam kehidupan manusia. Adanya teknologi, tentu kan memudahkan semua orang untuk saling berinteraksi satu sama lain. Hal ini, sebagai pemanfaatan teknologi yang sudah canggih yang menuntut semua orang bisa menggunakannya. Komunikasi menjadi kebutuhan primer semua orang walaupun disaat pandemi, komunikasi harus terus dilakukan secara efektif yakni dengan memanfaatkan media sosial. Hal ini menjadi menarik dan banyak kalangan komunikasi melakukan penelitian pergeserannya budaya komunikasi dari face to face ke CMC. Pola CMC ini dijelaskan oleh Joseph walther dalam teori pemprosesan informasi sosial atau yang lebih sering disingkat dengan SIP (Social Information Procces). Teori pemprosesan informasi sosial menyatakan bahwa di dalam CMC, si pengirim pesan menggambarkan dirinya sendiri dengan cara yang menguntungkan secara sosial dalam rangka menarik perhatian si penerima pesan dan mengembangkan interaksi masa mendatang. Si penerima pesan kemudian cenderung mengidealisasikan citra si pengirim, dan terlalu mengahargai petunjuk berbasis teks yang minimal. Karakter CMC yang asing kronis memberi cukup waktu kepada si pengirim dan si penerima untuk mengedit komunikasi mereka, yang menjadikan interaksi di dalam CMC lebih bisa di kontrol serta mengurangi tekanan pemberian umpan balik yang segera di dalam interaksi face to face (FTF). Digital natives adalah mereka yang lahir setelah tahun 1980 ketika teknologi sosial digital online. Semua orang memiliki akses untuk saling terhubung di teknologi digital dan semuanya memiliki keterampilan untuk menggunakan teknologi tersebut. Digital natives terhubung secara terus menerus. Mereka memiliki banyak teman di ruang nyata dan dunia maya. Terkadang hubungan diantara digital natives tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk bertemu di dunia offline. Digital natives adalah generasi yang kreatif. Ketika mendapatkan sebuah informasi, mereka akan mengubah dan mendesain ulang informasi tersebut, melalui tulisan, gambar, emoticon kemudian menampilkannya ke sebuah media internet atau media sosial. Digital natives memiliki fakta menarik yang pola berinteraksi itu berbeda dengan orang tuanya. Gasser dan Palfrey menambahkan bahwa:

  • Generasi ini berbeda. Mereka belajar, bekerja, menulis, dan berinteraksi dengan orang lain melalui cara yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
  • Mereka lebih memilih untuk membaca blog dibandingkan dengan surat kabar.
  • Mereka lebih memilih untuk bertemu orang lain secara online sebelum bertemu secara langsung
  • Mereka mungkin tidak mengetahui bentuk kartu perpustakaan, meskipun memilikinya
  • mereka mungkin tidak pernah menggunakannya.
  • Mereka mendapatkan musik secara online seringkali secara gratis dan illegal daripada membelinya di toko musik
  • Mereka lebih suka mengirimkan instant message (IM) daripada mengangkat telepon dari teman untuk mengatur waktu pertemuan pada siang hari
  • Mereka mengadopsi dan bermain dengan binatang peliharaan melaui They Virtual Neopets online daripada bermain dengan hewan peliharaan sesungguhnya.
  • Mayoritas aspek kehidupan mereka bernteraksi sosial, pertemanan, aktivitas kemasyarakatan-- dimediasi oleh teknologi digital. Mereka tidak pernah tahu kehidupan yang sesungguhnya

Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, cara berkomunikasi tidak hanya bisa dilakukan dengan face to face saja. Akan tetapi dapat dilakukan secara virtual untuk memudahkan dan memanfaatkan adanya media sosial yang ada. Komunikasi virtual adalah proses penyampaian pesan dari komunikan kepada komunikator melalui media (internet) yang bersifat interaktif. Komunikasi virtual bisa diakses dimana saja sehingga memudahkan kita dalam bekerja dan berinteraksi dengan orang lain ke seluruh penjuru dunia. Perkembangan teknologi Internet telah membuat komunikasi semakin luas. Kini banyak platform-platform media di Internet yang bermunculan dan menjadi wadah komunikasi. Perkembangan teknologi tersebut telah mendasari lahirnya berbagai media sosial dimana kemunculannya telah membawa perubahan-perubahan salah satunya pada pola atau perilaku komunikasi sehingga jika dulu proses komunikasi hanya terjadi secara offline (tatap muka) namun kini dapat berlangsung secara online atau virtual (melalui penggunaan jaringan Internet). Kemunculan beberapa media sosial yang dijadikan media komunikasi telah membuat komunikasi tidak lagi terbatas pada jarak dan waktu. Budaya komunikasi virtual adanya perubahan dari face to face ke CMC masih pada masa transisi. Karena masyarakat baru membiasakan untuk melakukan komunikasi secara virtual. Pandemic Covid-19 mengajarkan kita semua yang dituntut untuk melek terhadap media. Mau tidak mau harus belajar akan teknologi komunikasi dan mulai membiasakan. Hal ini menjadi terciptanya budaya baru di masyarakat untuk berkomunikasi secara virtual dengan memanfaatkan media sosial. Perubahan dalam masyarakat yang diakibatkan oleh teknologi mau tidak mau harus diterima. Adapun karakteristik dunia virtual dapat menghasilkan efek dalam kehidupan ketika berhubungan dengan cyberspace. Cyberspace merupakan parodi realitas. Parodi adalah “sebuah komposisi sastra atau seni yang di dalamnya gagasan, gaya atau ungkapan khas seorang seniman dipermainkan sedemikian rupa sehingga membuatnya tampak absurd. Akan tetapi yang dimaksud dalam penelitian ini, Cyberspace atau ruang siber bisa didekati dalam “culture” dan “culture artefact”. Sebagai suatu budaya, pada mulanya internet adalah model komunikasi yang sederhana bila dibandingkan dengan model komunikasi secara langsung atau face to face. Berdasarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pengguna internet sejumlah 196,71 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia sejumlah 266.91 juta jiwa. Jika di persentasekan penetrasi pengguna internet tahun 2019-2020 sejumlah 73,7%. Dengan demikian, banyaknya masyarakat Indonesia memanfaatkan teknologi komunikai yang ada. Adapun macam-macam media komunikasi virtual yang sering digunakan dalam agenda rapat ataupun pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 sebagai berikut:

  • Zoom : Zoom merupakan aplikasi yang menyediakan layanan konferensi jarak jauh dengan menggabungkan konferensi video, pertemuan online, obrolan, hingga kolaborasi seluler. Aplikasi ini milik perusahaan Zoom Video Communications yang berpusat di San Jose, California. Aplikasi ini banyak digunakan sebagai media komunikasi jarak jauh. Keunggulan penggunaan aplikasi Zoom adalah Panggilan video yang tanpa buffering, penyesuaian otomatis, Panggilan audio - sempurna dan dapat direkam untuk tinjauan di masa mendatang, Panggilan konferensi, dapat dengan mudah menghadirkan 10+ pihak tanpa kehilangan kualitas, Berbagi layar, dapat dengan mudah digunakan, bisa memilih jendela atau monitor apa yang akan dibagikan, Penjadwalan, dapat dengan mudah untuk menjadwalkan acara dan mengekspor ke kalender kemudian mengundang tamu.
  • Skype for Business : Aplikasi Rapat Skype dan Skype for Business Web App adalah aplikasi berbasis browser rapat yang digunakan untuk bergabung dalam Rapat Skype for Business. Seseorang tidak bisa menjadwalkan rapat dari Skype for Business Web App, tapi bisa bergabung dalam rapat yang dijadwalkan dengan menggunakan Outlook atau Skype for Business Web Scheduler.
  • Gotomeetings : Sebagian besar perusahaan cenderung menggunakan aplikasi GoToMeeting untuk melakukan meeting online saat jam kerja. Pasalnya, aplikasi ini mampu menyajikan kualitas video meeting dengan standar HD sehingga membuat nyaman ketika menggunakannya. Tak hanya itu, aplikasi ini juga membubuhkan suara audio yang sangat jernih. Namun, aplikasi GoToMeeting ini tidak gratis alias harus berbayar.

Masa pandemi Covid-19 untuk menjalin komunikasi lebih sering dilakukan secara virtual dengan memanfaatkan media yang ada. Dengan pandemi juga kita dituntut untuk bisa dan memahami sebagaimana jika tidak pandemic, pastinya platfrom seperti zoom, skype, google

meet dan aplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bayu Tejo Samporno, Muchammad. Dkk. 2020. Buaya Media Sosial, Edukasi Masyarakat dan Pandemi Covid-19. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i, Vol 7, No 6.

Dwi Astuti, Yanti. 2015. Dari simulasi Realitas Sosial HIngga Hiper-Realitas Visual: Tinjauan Komunikasi Virtual melalui Sosial Media di Cyberspace. Jurnal Komunikasi PROFETIK, Vol 8, No 2.

Fauzi, Rifqi. 2017. Perubahan Budaya Komunikasi pada Pengguna Whatsapp di Era Media Baru. JIKE, Vol 1, No 1.

Hadi, Astar . 2004.“Matinya Dunia Cyberspace”, Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara.

Hakim dan Winda Kustiawan. 2019. Peerkembangan Teori Komunikasi Kontemporer. Jurnal

Komunika Islamika, Vol 6, No 1

Komalasari, Rita. 2020. Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi di Masa Pandemi Covid- 19. Jurnal TEMATIK, Vol 7, No 1.

Komang Suni Astini, Ni. 2020. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pembelajaan Tingkat Sekolah Dasar pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Lampuhyang: Lembaga Penjaminan Mutu STKIP Agama Hindu Amlapura, Vol 11, No 2

Muslih, Basthoumi. 2020. Urgensi Komunikasi dalam Menumbuhkan Motivasi di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Penelitian Manajemen Terapan (PENATARAN), Vol 5, No 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun