Mohon tunggu...
fredrik mudumi
fredrik mudumi Mohon Tunggu... Auditor - auditor

Bangkit Itu Susah, Susah Melihat Orang Lain Senang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jika Pemda Seperti Ini, Papua Akan Terus Kalah dalam Kompetisi Pembangunan

2 Juli 2017   00:51 Diperbarui: 3 Juli 2017   19:00 2071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

FRM -- Kata Papua di anak tiri kan menjadi sebuah ucapan yang tak lazim lagi, bagi berbagai kalangan di Provinsi Papua dan Papua Barat, ucapan ini sering kali dilontarkan baik dalam acara-acara resmi maupun aksi-aksi yang berlangsung di dua provinsi tersebut, dari kalangan Aktivis Pemuda, mahasiswa, Masyarakat, para politikus sampai kepada pemerintah Daerah.

Dari berbagai komentator yang memberikan komentar tentang Papua di anak tiri kan, banyak di antara mereka yang mengemukakan hal itu terjadi karena arah kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak merata atau lebih mementingkan dan memperhatikan daerah-daerah di Indonesia bagian barat ketimbang Indonesia Bagian Timur, terlebih khusus Papua dan Papua Barat.

Dengan sebar luasnya statement tersebut kemudian berpengaruh luas sampai ke masyarakat bawah/akar rumput, hal ini mengakibatkan timbulnya kelompok-kelompok yang dibentuk untuk menentang Pemerintah, menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat Papua kepada Pemerintah Pusat , sampai kepada aksi-aksi yang menuntut Papua harus terlepas dari NKRI (Papua Merdeka).

Namun dari beberapa media online maupun cetak, beberapa pembicara di kalangan pemerintah pusat mengklaim bahwa tidak ada istilah anak tiri kan salah satu Daerah di Indonesia Baik Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Bahkan untuk Papua

Tidak sedikit dana yang mengalir kesana dari berbagai sumber baik APBN, APBD, Otsus, DAU dan bantuan Luar Negeri dan lainnya. Menjadi pertanyaan di arahkan dana itu sampai Masyarakat terus menerus berteriak tentang keadilan.

Hal ini mengakibatkan masyarakat Papua kian berada di persimpangan, entah siapa yang harus di percaya antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah. Bahkan dengan adanya Otsus, masih menjadi batu sandungan bagi beberapa kalangan di Papua ada yang berpendapat Otsus diberikan Kepalanya tetapi ekornya masih terus dipegang oleh Pemerintah Pusat (oknum).

Berikut ini adalah beberapa alasan dan yang menjadi kenyataan mengapa saya memberi judul "Jika Pemerintah Daerah Terus Berperilaku Seperti Ini, Maka Papua Akan Terus Kalah Dalam Kompetisi Pembangunan"ini kemudian menurut hemat saya merupakan salah satu unsur kenapa stigma Papua di anak tiri kan di teriakan orang Papua. Salah satu penyebabnya adalah Beberapa oknum pejabat di Pemerintah Daerah sendiri yang tidak mempunyai hati untuk membangun.

Pada tahun 2016 saya terlibat dalam tim Cek fisik dalam kegiatan Verifikasi tunggakan gagal bayar di salah satu Kementerian yang kegiatannya dilaksanakan di Provinsi Papua dan Papua Barat, dalam kegiatan cek fisik tersebut, kami melakukan pengecekan terhadap beberapa bantuan dan pekerjaan yang dialokasikan ke dua provinsi di papua, kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya:

  • Kapal
  • Ternak ayam petelur dan sapi
  • Jaringan komunikasi desa (jarkindes)
  • Bantuan peralatan penunjang belajar

Bantuan ini tersebar di beberapa daerah/kabupaten kota di papua dan papua barat. Di lapangan tim kami menemukan banyak sekali kejanggalan, mulai dari sewa tempat, sewa peralatan dinas, ambil jatah sampai minta fee, semua ini benar-benar terbukti dan terjadi pada beberapa dinas pada beberapa kabupaten di papua. Ini berakibat pada hasil dari bantuan tidak maksimal dan bahkan ada yang putus kontrak karena menemukan situasi ini di lapangan.

Dari hasil konfirmasi kami ternyata ada berapa oknum kepala dinas dan bawahannya yang tidak segan-segan:

  • menyewakan halaman atau ruang kantor dinas untuk penampungan peralatan;
  • menyewakan peralatan dinas seperti speed boat, yang uang hasil sewanya masuk ke kantong pribadi;
  • meminta bagian dari pihak ketiga dengan ancaman kalau sampai tidak diberikan mereka akan menolak bantun tersebut;
  • menyimpan bantuan tersebut pada gudang dengan alasan karena menyongsong pilkada, dapat berpotensi peralihan opini bahwa bantuan tersebut berasal dari salah satu kandidat, namun setelah selesai pilkada bantuannya tak kunjung keluar dari gudang (jadikan aset pribadi);
  • pengalihan lokasi dari yang sudah di tetapkan dalam kontrak secara se pihak;
  • lebih buruknya lagi ada oknum-oknum pada dinas yang mengambil barang-barang yang akan diserahkan kepada masyarakat.

Akhirnya bantuan yang seharusnya diterima 100% oleh masyarakat menjadi berkurang drastis, bahkan ada kontraktor yang tidak sanggup memenuhi permintaan itu dan mengambil langkah pemutusan kontrak.

Dari beberapa alasan di atas saya menarik kesimpulan bahwa salah satu kendala Papua lambat dalam pembangunan adalah kenakalan Pemerintah Daerah sendiri yang mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok dalam bentuk meraut harta, kekayaan dan uang dari bagian yang sebenarnya bukan hak mereka. Oknum-oknum pejabat itu seharusnya malu, malu karena mengambil yang bukan haknya, malu karena setiap bulan menerima gaji dan tunjangan tapi masih mengambil, malu karena sikap buruknya.

Harapan saya sebagai anak papua, agar pengawasan ke Papua dan Papua Barat harus lebih ditingkatkan agar perilaku buruk itu di tiadakan.*

"Berkacalah dari diri kita sebelum memakai kaca untuk menilai dan melihat orang lain"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun