Part 1. Welcome to Yogjakarta
Matahari masih enggan menyapa, Tiara menjejakkan kakinya sambil melemaskan otot-otot yang kaku. Perjalanan panjang hampir 6 jam, Â membuat perempuan bertubuh mungil itu harus meregangkan seluruh persendiannya.Tiara mengedarkan pandangan ke sekeliling, entah kapan terakhir dia menginjakkan kaki di kota ini. Sejak hidupnya diterjang badai yang melantakkan semua miliknya, dia seperti kehilangan separuh nyawa. Jiwanya membeku dalam keterpurukan hingga membuatnya menutup diri dari dunia luar.
Dulu ... dulu sekali saat keluarganya masih lengkap, kota ini selalu menjadi tempat favorit bersama suami dan anak-anaknya berlibur. Banyak sejarah yang terukir dari setiap tempat yang disinggahi, cerita lucu hingga kisah romantis yang terkesan picisan pun selalu mewarnai perjalanan liburannya. Apalagi kota ini adalah tempat di mana Angga--suaminya untuk pertama kali menyatakan perasaan cintanya.
Waktu itu Tiara tertinggal dari rombongan kelasnya saat tur perpisahan ke pantai Samas. Berada di tempat asing dalam keadaan bingung membuat Tiara putus asa. Dia bisa saja pulang sendiri ke kota asalnya, tapi saat itu uangnya sudah habis. Pesona Malioboro telah membuatnya lupa diri hingga semua uang sakunya ditukar dengan aneka benda unik untuk melengkapi koleksinya.
Saat Tiara sedang termenung sendiri, seseorang menepuk bahunya. Sosok Angga telah berdiri di sampingnya sambil tersenyum. Tiara mengejang seketika ... laki-laki beda fakultas itu telah lama menyukai Tiara, tapi dia tak sedikitpun berpikir untuk pacaran. Mimpinya untuk melanjutkan S2 setelah lulus membuatnya menyingkirkan semua getar asmara yang sering menyapa.
"Kamu Tiara, kan?" sapa Angga canggung. Tiara hanya mengangguk acuh.
"Kamu tertinggal bis, ya?" tanya Angga lagi. Tiara hanya mengedikkan bahu, Â dia sedang tak ingin basa-basi.
"Ikut saja rombongan bisku, masih sisa satu bangku kosong, kok." Angga menawarkan.
"Tapi ...?" Tiara membulatkan mata. Mereka memang satu kampus, tapi beda fakultas. Dan Tiara bahkan tak tahu kalau fakultas tehnik sipil tempat Angga mengambil jurusan, juga mengikuti tur perpisahan ini.
"Ayo, jadi ikut, nggak? Bis sudah mau berangkat," ujar Angga mendesak. Tiara menatap bis  mulai bergerak meninggalkan pantai Samas yang mulai sepi. Membayangkan berada di pantai sendirian membuat Tiara bergidik.
"Baik, aku ikut." Tanpa pikir panjang dia segera mengikuti Angga yang berjalan setengah berlari menuju bis rombongannya.
Angga membantu Tiara naik dan mengambil alih ransel yang dibawanya. Seisi bis yang kebanyakan kaum hawa itu sontak hening saat melihat Tiara berada di dalam bis.
"Cieee ...," sorak usil teman-teman Angga.
"Angga bawa cewek, oooy," celetuk Dewa ketua rombongan.
"Tenang ... tenang." elak Angga dengan muka merona yang disambut riuh teman-temannya.
"Awas, Mbak, jangan percaya sama play boy kacangan," olok seorang laki-laki dengan tindik di telinga.
"Jangan dengarkan mereka!" Dewa melerai, "biasa anak teknik kalo ngeliat cewek pada ijo matanya, maklum nggak ada cewek di kelas kami."
"Woy, apaan, loe pikir gue bukan cewek." Sebuah suara terlontar dari arah belakang dengan tangan mengacung.
"Sudah ... sudah, jangan pada rebut! Tiara ini dari fakultas hukum, dia ketinggalan rombongan. Jadi boleh, dong, ikut bis kita?" papar Angga menjelaskan.
"Boleh, sih, tapi bangku yang kosong cuma sebelah Angga," ujar Dewa meminta persetujuan Tiara.
Perempuan bermata bulat itu tersenyum tipis. Mau bagaimana lagi ... pulang sendiri juga tidak punya ongkos. Tiara merutuki kecerobohannya yang tidak bisa menahan diri saat melihat barang-barang bagus di Malioboro kemarin. Dengan terpaksa Tiara mengangguk, saat ini dia cuma ingin segera tiba di rumah.
"Tiara, loe bisa duduk sama gue, tukeran sama Edo. Biar Edo duduk sama Angga." Sebuah suara perempuan membuat Tiara bernapas lega, tanpa pikir panjang dia segera mendatangi arah suara. Seorang  perempuan berambut pendek seperti laki-laki melambaikan tangan ke arahnya.
"Ya, betul, lupa kalo ada Dea. Kamu bisa duduk sama Dea," ujar Dewa.
"Yah, batal, dong, berduaan sama Tiara," keluh Angga, disambut sorakan seisi bis.
"Kasian Tiara, dong, duduk sebangku sama buaya macam elo," timpal Dea, cewek tomboy yang berasal dari Jakarta tersebut. Dengan cepat dia menarik tanganTiara dan mengajak duduk di sebelahnya.
"Udah, yuk! Sekarang doa menurut agama masing-masing, kita segera berangkat!" perintah Dewa tegas. Seketika hening, bis mulai bergerak. Masing-masing sibuk dalam pikiran masing-masing, ada yang khusuk berdoa, tapi ada yang mendengarkan music dari kaset yang diputar pada Walkman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI