Saya pernah mengikuti suatu diklat yang cukup panjang pelaksanaannya dengan jargon 'melahirkan kemerdekaan belajar' pada setiap pembahasannya. Semua pemateri sangat asyik, membuka wawasan dan kesadaran baru bahwa sebagai seorang pendidik kita wajib mengutamakan peserta didik kita. Singkat cerita seluruh proses pembelajaran diklat sangat mencerahkan.Â
Namun alangkah terkejutnya saya saat melihat nilai yang saya peroleh. Astaga...jerit batin saya. Nilai saya pada satu kompetensi boleh dibilang sangat jelek dan tidak layak untuk dilihat. Penasaran, saya lihat nilai yang lain dan ternyata beberapa kompetensi pada kegiatan yang sama nilai saya juga hanya pas-pasan. Ingin saya berteriak, "Woiiii...apa gunanya setiap pertemuan membahas toleransi, membahas merdeka belajar, membahas pentingnya refleksi, umpan balik, dll kalau memberi nilai saja hanya sepihak begini?"
Sungguh saya kecewa, kenapa tidak ada peringatan  atau evaluasi atas kekurangan tugas yang saya kumpulkan dengan sepenuh hati dan perhatian. Saya bertanya sendiri,"Apa susahnya memberitahukan kepada peserta didik atau menanyakan kepadanya tentang tugas yang tidak sesuai dengan yang diharapkan penilai?"
Saya telah menjadi guru selama 13 tahun dan tidak pernah sekalipun memberikan nilai buruk kepada siswa. Saya berkeyakinan bahwa nilai jelek mereka adalah tanggungjawab saya juga. Jika terpaksa harus memberikan nilai di bawah KKM, maka sebelumnya saya pastikan telah memanggil mereka. Saya jelaskan tentang kondisi capaian belajar siswa tersebut dan konsekuensi jika dia tidak melakukan remidi atau perbaikan. Itupun tidak sampai menjatuhkan secara drastis nilai yang mereka peroleh.
Saya teringat pernah membaca satu buku evaluasi pembelajaran. Di sana dijelaskan bahwa tujuan penilaian ada empat yaitu:
- Keeping track, yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar peserta didik sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah ditetapkan.
- Checking-up, yaitu untuk mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran dan kekurangan-kekurangan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran.
- Finding out, yaitu untuk mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan, kesalahan, atau kelemahan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga guru tersebut dapat dengan cepat mencari alternatif solusinya.
- Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil penyimpulan ini dapat digunakan guru untuk menyusun laporan kemajuan belajar ke berbagai pihak yang berkepentingan.
Dari empat tujuan tersebut semuanya bermuara pada usaha guru atau proses untuk menemukenali kemampuan/kelemahan siswa agar didapat solusi terbaik sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Apakah penentuan nilai adalah hak mutlak guru? Saya pribadi sangat tidak setuju dengan pendapat tersebut. Penilaian yang baik menunjukkan suatu proses dan tidak berhenti pada capaian angka tertentu. Kita mendidik manusia, bukan benda mati. Mereka memiliki cipta, rasa, dan karsa. Itulah gunanya kita harus mampu berkomunikasi secara efektif, harus mampu memandang secara positif, dan menggali potensi yang ada pada peserta didik, bukan mengeluh, dan bukan menghakimi mereka, apalagi 'mematikan' harapan mereka dengan memberikan nilai yang buruk.
Tidak semua peserta didik memahami kemauan gurunya dan juga tidak semuanya memiliki keberanian untuk bertanya. Jika kita mengikrarkan diri siap menjadi pendidik, maka kita juga harus siap untuk terus belajar dan melayani sepenuh hati. Bukan lagi mengutamakan ego siapa butuh siapa. Memang nilai bukan segalanya, tapi di dalamnya ada makna penghargaan terhadap usaha dan kerja keras seseorang. Layakkah kita menghakimi secara sepihak tanpa ada konfirmasi? Tanyakan pada hati nurani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H