Mohon tunggu...
Muchwardi Muchtar
Muchwardi Muchtar Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pelaut, marine engineer, inspektur BBM dan Instruktur Pertamina Maritime Center

menulis, membaca, olahraga dan presentasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Listrik Hilang Karena OPAL Lengang

2 November 2024   16:25 Diperbarui: 8 November 2024   09:04 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Listrik Banyak Hilang Karena OPAL Lengang

Oleh Muchwardi Muchtar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ditulis,  mencuri adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau mengambil dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Tapi, ketika mencari apa arti kata "menyantol" di KBBI kita tidak akan menemukannya. Yang ada hanyalah entri "cantol" yang berarti "kait". Meski kata menyantol tidak ditemukan dalam KBBI, namun dalam pamahaman umum selama ini jika menyantol dilakukan terhadap arus listrik dianggap sebuah tindakan ilegal yang berbahaya dan berpotensi fatal,

Pada tulisan ini saya tidak akan memperdebatkan makna dari dua kata ini. Bedanya, bila mencuri biasanya dengan sembunyi-sembunyi, maka mencantol dengan cara terus terang. Apa pun dalih untuk membenarkan perilaku tersebut, mencantol atau mencuri adalah perbuatan yang tidak baik. Dan, sudah tentu tidak dibenarkan oleh ajaran agama apapun.

Listrik merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting bagi kehidupan, terlebih di era serba digital dan elektronik seperti saat ini di mana keberadaannya semakin dibutuhkan. Untuk bisa menikmati manfaat dari energi yang satu ini, seseorang biasanya harus membayar. Seperti misalnya masyarakat Indonesia yang berlangganan listrik, setiap waktu yang telah ditentukan harus membayar entah secara token ataupun pasca-bayar.

 Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengabaikan larangan (mencuri atau menyantol) yang tidak boleh dilakukan tersebut. Guna menyesuaikan tulisan ini dengan kondisi di lapangan, saya melakukan perjalanan berkeliling ke beberapa tempat di Jabodetabek. Dapat disimpulkan di berbagai tempat di perumahan, di perkampungan atau di pasar-pasar tradisional terjadi "penyantolan" (untuk tidak disebut "pencurian") listrik guna penerangan para pedagang kaki lima di waktu malam. Sedangkan, di perumahan-perumahan terjadi penyantolan listrik untuk penerangan perempatan jalan di lingkungan perumahan yang gelap bersuasana "du-gem".

Akibat Penerangan Jalan Umum (PJU) yang disediakan PLN belum merata ke seluruh wilayah di republik ini, maka timbullah "kebijakan" yang adakalanya diketahui Ketua RT (dan Ketua RW?) setempat untuk menyantol listrik di lingkungan perumahan mereka.

PJU adalah merupakan fasilitas publik yang berfungsi untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pengguna jalan. Menyediakan PJU adalah "kewajiban" dari PLN untuk melayani dan mensejahterakan pelanggannya dalam menikmati penerangan listrik tanpa bayar. Padahal kalau kita sedikit jeli mengamati tagihan rekening listrik tiap bulan, ternyata PJU adalah sub komponen yang juga dibayar oleh seluruh konsumen listrik yang diproduksi PLN.

Saya tidak begitu tahu berapa persen listrik yang diproduksi PLN yang hilang di tengah jalan sebelum sampai ke tangan konsumen (rumah, toko, kantor atau pabrik) di tahun 2024. Namun, dari arsip lama yang ada dalam catatan saya, diketahui bahwa PLN pernah mengatakan bahwa pencurian listrik marak terjadinya di negeri ini.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat dari tahun 2014 ke 2015 jumlah pelanggan listrik yang melakukan pelanggaran pemakaian tenaga listrik naik. Pelanggaran ini ada yang dilakukan secara sengaja, dan ada pula dengan tidak disengaja. Pada 2015 PLN memeriksa 2,5 juta pelanggan ditemukan 200.000 lebih melakukan pelanggaran. "Tahun sebelumnya  hanya 116.000 sehingga naik 50 persen," kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Satya Zulfanitra, beberapa waktu yang laloe.

Dari pemeriksaan yang dilakukan PLN ada konsumen yang memang tidak menyadari telah melakukan pelanggaran. Sebanyak 200.000-an pelanggan tersebut melakukan pelanggaran dengan cara mempengaruhi batas daya dan pengukuran energi, seperti pencurian daya atau yang lebih dikenal los setrum.

Sementara itu, Analis Ketenagalistrikan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dani Trisanto menambahkan, terjadinya pemakaian tenaga listrik secara tidak sah tersebut menyebabkan  losses sampai 0,6% atau setara Rp1,8 triliun. Jika di Indonesia ada 61,7 juta pelanggan karena keterbatasan tenaga di lapangan, alat kontrol keamanan diserahkan kepada pelanggan. Kalau ada meteran rusak atau hilang maka pelanggan agar melaporkan kepada PLN.

Biasanya jenis pelanggaran yang dilakukan di daerah-daerah tersebut sama. Pelanggaran dengan cara mempengaruhi daya listrik yang masuk ke rumah dilakukan terhadap alat yang digunakan, seperti alat pengukur KWH Meter dan alat pembatas Miniatur Circuit Breaker. Memperlambat KWH Meter atau  mempengaruhi batas daya menjadi tidak sesuai.

Bicara listrik, tentu kita bicara tentang energi. Dan, kalau sudah menyangkut energi sumber daya alam mau tak mau akan bicara kepada kewajiban sebuah negara untuk mengelolanya. Apalagi jika dihubungkan dengan Pasal 33 UUD 1945 ---yang semenjak duduk di bangku SD--- kita sudah dihibur dengan pasal yang sangat indah dan sakral itu. Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyatakan, bahwa negara berwenang menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sedangkan pasal 33 ayat 3 menyantakan, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Meski hingga detik ini ---setelah >79 tahun merdeka--- pasal 33 ayat 3 takkunjung terwujud di republik ini, namun setidaknya kita tetap berharap, di era pemerintahan Prabowo (2024-2029) pelan tapi pasti, perubahan tentu akan terjadi. Kalau listrik gratis bagi negeri penghasil nikel, batubara, emas, minyak bumi dan gas alam masih berupa impian dalam perjalanan menuju Indonesia Emas (di tahun 2045), siapa tahu lima tahun mendatang sebuah kejutan diumumkan penguasa. Masalahnya, terjadinya pencurian listrik di mana-mana di seluruh tanah air tersebut adalah disebabkan mahalnya harga listrik tersebut bagi rakyat.

Ya, di samping harga listrik (dihitung dari sudut GNP) yang mahal, maka tindakan pengawasan dari instansi terkait pun lemah dan tidak berfungsi. Kalau saja secara rutin ---sepanjang tahun--- OPAL (Operasi Penertiban Aliran Listrik) yang sudah berubah menjadi P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik) dilakukan, akankah penyantolan listrik bisa dikurangi, bahkan dihentikan? Namun karena P2TL sementara ini masih bertujuan untuk  pencegahan kebakaran dan pengamanan pemakaian kelistrikan, maka lengangnya OPAL dapat dimaklumi.

Foto asli milik Muchwardi Muchtar
Foto asli milik Muchwardi Muchtar

Kalau bicara ketentuan dan perundang-undangan, pelanggaran listrik yang dilakukan oleh masyarakat dapat ditindak oleh tim P2TL PLN. Karena tugas dari P2TL memang melakukan pemeriksaan terhadap Jaringan Tenaga Listrik (JTL), Sambungan Tenaga Listrik (STL), Alat Pembatas dan Pengukur (APP), dan perlengkapan APP. 

Dan, yang sangat perlu diketahui, mengacu Pasal 51 ayat (3) UU Ketenagalistrikan, setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp2.5 miliar.

Tapi,  boleh dikatakan ironisnya kehidupan di dunia, meski di negeri kita tim P2TL PLN disibukkan dengan penertiban aliran listrik (agar tidak dicuri oleh rakyat), ternyata di muka bumi ada negara yang menggratiskan listrik untuk rakyatnya. Lho, kok bisa listrik gratis? Di samping negara tersebut kaya raya dengan hasil tambangnya (sebagaimana halnya dengan Indonesia), ternyata produksi listriknya pun melimpah ruah disertai oleh aparatur pemerintahnya tidak  yang korupsi.

Jadi kalau kita ingin listrik gratis di negeri ini, marilah segala lini aparatur negara dari tingkat atas hingga tingkat bawah, mengharamkan untuk korupsi. Dan, yang lebih penting lagi ketentuan dan perundang-undangan yang mengatur hukuman (berat) bagi koruptor harus diberlakukan tanpa pandang bulu.

Kiranya, dalam program menuju Indonesia Emas (2045) Indonesia patut mencontoh negara tetangga (Qatar, Turkmenistan, Australia, dan Laos) yang menggratiskan seluruh rakyat miskinnya memakai listrik yang diproduksi oleh negara. Mari kita songsong "impian" untuk mewujudkan Indonesia Emas yang ---yang insya Allah kelak--- menggratiskan pemakaian listrik serta menanggung pendidikan seluruh rakyat hingga lulus Perguruan Tinggi.

Bekasi Jaya, 2 November 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun