Naik Pikap Bak Terbuka Wajib Pakai Helm
Oleh Muchwardi Muchtar
(Pasal 303 dan UU No 22 tahun 2009 tentang LLAJ. Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang sebagaimana dimaksud pasal 137 ayat (4) huruf a, huruf b dan huruf c, bisa dipidanakan dengan kurungan paling lama satu bulan).
Â
Beberapa waktu yang lalu, mata saya menangkap sebuah pemandangan yang membuat saya geleng-geleng kepala. Atraksi ---yang tampaknya dianggap biasa oleh sementara orang Indonesia ini--- kalau tidak segera ditilang atau diberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku, jangan harap "program kebangsaan" Menuju Indonesia Emas yang dipopulerkan presiden Prabowo Subianto (paska 20-10-2024) akan tewujud di 17 Agustus 2045 mendatang.
Sebuah kendaraan roda tiga (jenis angkutan ke empat?) di bak belakangnya berisi beberapa penumpang yang tak seorang pun memakai helm sebagai alat pelindung kepala. Dari pakaian rapi yang dikenakan empat orang dewasa tersebut, kelihatannya mereka akan menghadiri kondangan (resepsi  atau kenduri walimatul nikah) di kampung sebelah.
Seingat saya, beberapa hari sebelumnya ---selepas palang pintu KA yang kami lalui di belahan timur Kota Bekasi dinaikkan penjaganya--- sebuah kendaraan yang berjenis sama pun mempertontonkan keberaniannya dalam melanggar peraturan berlalulintas di jalan raya.  Di bak belakang kendaraan roda tiga yang dikemudikan oleh laki-laki pakai helm tersebut penuh dengan anak-anak yang ketawa-ketawa dalam bak khusus barang-barang tersebut. Tidak seorang pun dari lima orang anak-anak yang duduk dalam baknya  memakai helm sebagai pelindung kepala jika suatu ketika kendaran roda tiga tersebut bertabrakan dengan kendaraan lain dalam perjalanan.
Apakah mobil pikap atau kendaraan roda tiga yang di belakangnya ada bak terbuka dibenarkan mengangkut manusia tanpa mengenakan alat pelindung keselamatana kepala yang biasa disebut helm?
Apakah petugas yang berkredokan "melayani dan melindungi" dapat dikatakan "sangat baik hati dan iba kepada mereka" ketika melihat pemandangan seperti di atas dibiarkan saja tanpa ditegur atau langsung di-tilang (bukti pelanggaran)? Apa pun alasannya ---misalnya dengan menghubungkan dalih "sila kemanusiaan yang adil dan beradab"?--- membiarkan pelanggaran berdisiplin di jalan raya terjadi, adalah tidak dibenarkan. Ketahuilah, tumpulnya sebuah ketentuan dan perundang-undangan di negeri ini adalah karena adanya kebijaksanaan dari pribadi si Penegak Hukum. Dalam bahasa puitisnya, "peraturan yang disertai oleh kebijaksanaan akan mandul...!!!"
Tampaknya sebagian besar orang Indonesia belum tahu bahwa mobil pikap bak terbuka yang dirancang buat mengangkut barang (bahan bangunan, hasil kebun, hewan), bukanlah alat angkutan untuk manusia. Namun, sebagaimana yang sering terjadi di tengah masyarakat kita, ketentuan dan  perundang-undangan yang dibuat dengan melalui kolaborasi antara operator dengan regulator tersebut, sering diabaikan. Yang lebih konyolnya lagi, pembiaran terhadap pelanggaran ketentuan dan  perundang-undangan ini  lama-lama bisa menjadi sebuah konvensional (dianggap sudah biasa, dan tidak perlu dianggap aneh).
Jika pelanggaran hukum dalam kehidupan sehari-hari sudah dianggap masyarakat hanya sebuah konvensi, dimana jika dalam "kondisi darurat" boleh diabaikan, akan bagaimana jadinya kelak puluhan bahkan ratusan undang-undang (UU) produksi lembaga legislatif di Pusat atau di Daerah?