Dalam uraian ceramah Ustadz Elfa itu, hamba hamba yang dicintai Allah perlu mempersiapkan datang nya kematian. Baik kematian dengan pola pertama "keburukan" maupun kedua "kebaikan". Secara khusus unuk kematian pola pertama, tidak ada waktu untuk memperbaiki diri dan menamah amal.
Perlu direnungkan dengan dalam, saat kematian datang tanpa pemberitahuan itu, mengakakibatkan kepanikan, kesedihan dan memporak-porandakan alur kehidupan dunia yang bersifat sementara dan sebuah permainan. Banyak orang tidak memiliki kesempatan untuk mempersiapkan kematian itu, karena terbuai oleh kesibukan dunia.
Hanya kain kafan yang menyertai diri semua manusia makhluk Allah, disaat dimasukkan ke liang lahat. Apakah kita telah mempersiapkan bekal lebih dini ?. Anak yang shaleh, amal jariah atau ilmu yang bermanfaat?
Barkaitan dengan ujian kematian ini, diperlukan ekstra kesabaran seorang hamba dan selalu mendekat kan diri kepada Allah Swt dan juga menjadikan diri seorang hamba untuk kembali mendekatkan diri kepada-Nya. Allah Swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw, untuk memberi kabar gembira bagi siapa pun yang bersabar dalam segala bentuk ujian, yaitu kemuliaan dan keagungan karena telah sabar atas segala bentuk ujian baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Sabar itu sendiri terdiri dari tiga tingkatan. Pertama, adalah sabar dalam menghadapi sesuatu yang menyakitkan, seperti musibah, bencana atau kesusahan. Kedua, yakni sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat, dan Ketiga yaitu sabar dalam menjalankan ketaatan.
Sementara Surat Al Baqarah ayat 157 menegaskan bahwa sebagai imbalan dari sifat sabar atas ujian yang telah diberikan adalah Allah akan memberikan keberkahan dalam hidupnya secara sempurna. Hal ini bisa jadi imbaalan sebagai ganti bagi orang-orang yang bersabar atas ujian atau cobaan Allah; berupa limpahan pengampunan, pujian, menggantikan yang lebih baik dari sebelumnya dan lain sebagainya.
Dalam kondisi menghadapi kematian, disaat sakit menghampiri, kepanikan, emosi yang labil dari kerluarga yang ditinggalkan. Tidak jarang pula kebingungan dalam penanganan jenazah terjadi. Ketika dalam kondisi itu, sering pula dhadapi sulitnya informasi dan acuan dalam penanganan musibah kematian, sakratul maut, memandikan, mengkafani dan menguburkannya, termasuk saat menghadapai musibah sakit. Tentunya juga, apa yang ditempuh paska kematian, karena kerabat yang dipanggil Allah itu, adalah bahagian dari keluarga sendiri.
Sebuah buku berjudul "Manajamen Kematian", di terbitkan 7 tahun yang lalu (2015), diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan ketika musibah datang, baik keadaan sakit, sakratul maut, sudah meninggal dan seusai pemakaman. Penerbitan bersama dengan Mesjid Al Hurriyah, Koperasi Syari'ah Al Inayah-BMS Foundation, Yayasan Insan Kamil, Yayasan Silaturrahmi dan Unit Pelayanan Penazah (Puri Indah dan sekitarnya), Paguyuban Rumah Batu, Lawang dan Yayasan Pembangunan Masyarakat Utama Indonesia (YPMUI). Editor sekaligus penulis yakni Hermansyah, A.Rohadi dan Muchtar Bahar, setetebal 200 halaman, lebih.
Mungkin buku ini, dapat digunakan sebagai salah satu tambahan referensi untuk dapat memperdalam kesadaran saat dalam musibah sakit, ketika sakratul maut mendekat, pengurusan janazah hingga pemakaman. Lebih penting adalah mempersiapkan diri menghadapi kematian itu sendiri, dengan anugerah umur panjang atau pendek. Ustadz Dr.Elfa menekan kan, silahkan pilih mau mati meninggal dengan "kebaikan" atau "keburukan", terserah anda!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H