Beberapa minggu yang lalu, saya menerima sebuah buku dari teman Ir. Taufik Bey St.Parmato dengan judul "Minangkabau Daerah Istimewa (MDI). Buku ini di terbitkan oleh Yayasan Pembina Pendidikan Keluarga Sakinah Salman Ir. Taufik Bey (YPPKS Salman ITB), Jakarta 2020.
Taufik Bey yang lahir di Rao Rao Batusangkar adalah alumni ITB dan pensiunan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Sejak mulai kuliah di ITB dia telah aktif menulis dan sekaligus pimpinan redaksi majalah kampus ITB. Sebagai penulis dia telah merampung kan lima buah buku termasuk Minangkabau Daerah Istimewa ini. Buku lain yang dia ditulis adalah
- "Dinding", kumpulan puisi, Bandung 1975.
- "Rao-rao ranah kapitiran di ujung tunjuak", Jakarta 2002.
- "Hidup Berakal Mati, Sebuah Filosofi Hidup dari Surau), editor, 2013.
- "Membangkik Batang Tarandam, Minangkabau di Tapi Jurang", Jakarta 2013, sebagai editor bersama teman lain yaitu Albazar M Arif, Farhan Muin dan H. Muchtar Bahar.
Buku Minangkabau Daerah Istimewa, 86 halaman terbagi dalam 7 (Tujuh) bagian: Kebinekaan Tunggal Ika Indonesia, Landasan Filosofis, Landasan Sosiopsikologis, Landasan Akademis Komperatif, Landasan Yuridis, dan Penutup.
Penerbitan buku ini disertai dengan dua sambutan. Pertama, oleh Ibu Prof.Dr.Ir. Tuti Reno Raudha Thaib, saat ini adalah Yang Dipertuan Gadih Pagaruyuang. Sambutan kedua oleh Prof.Dr Masri Mansoer MA, menjabat sebagai Dekan Fakultas Da'wah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Penulis menekankan banyak contoh negara atau bangsa-bangsa yang telah hilang dari peredaran dunia seperti bangsa Indian, Maya, Inca, Aborigin, Maori dan banyak lagi.
Akankah etnis Minangkabau akan mengalami nasib seperti bangsa/etnis tersebut terakhir? Apakah etnis Minangkabau akan mengalami nasib yang sama? Jawabannya terletak pada diri rang Minang itu sendiri. Mau berubah atau tidak, mau mengubah atau tidak. Yang jelas, jalan konstitusi dan peluang terbuka luas sebagai langkah untuk berjuang menuju kesuksesan dan kejayaan di dunia ini.
Dan insyaallah kejayaan di akhirat saatnya untuk membangkik batang tarandam sudah tiba bukan lagi wacana dan wacana. Sasaran antara adalah dengan mewujudkan Daerah Istimewa Minangkabau (DIM). (Halaman 84).
Sebuah makalah dari salah satu seminar yang berjudul KONSOLIDASI KULTURAL SUKU BANGSA MINANGKABAU, aktualisasi Adad Bsersendi Syarak,Syarak Bersendi Kitabullah (ASB SBK) ditengah tantangan lokal, nasional dan global, yang disampaikan oleh Prof.Dr. Azyumardi Azra sebagai keynote speaker "Suku bangsa Minangkabau sebuah suku distinktif", yang berbeda dengan yang lain, memiliki karakter yang khas dari seluruh aspek kehidupan masyarakatnya, sehingga menjadi sasaran pengamatan dan penelitian dari berbagai ahli tingkat nasional maupun internasional.
Tetapi pada saat yang sama berbagai aspek kehidupan itu juga cenderung cair karena kebudayaannya yang terbuka, "eksvolutif". Suatu kebudayaan yang cenderung sangat terbuka bagi budaya luar, bahkan mau dan mampu mengorbankan budayanya sendiri, yang selama ini telah menjadi distinksinya.(Hal 4).
Adanya adegium "ADAT BERSANDI SYARAK, SYARAK BERSANDI KITABULAH" yang ingin direvitalisasi lagi dalam kehidupan mencerminkan bahwa memang di suatu masa adat dan ajaran islam telah bersintesis secara holistic dengan baik. Adat dan islam seperti yang diungkapkan di pepatah bahwa keduanya bagai "aua jo tabiang, saling mendukung, sandang manyanda keduonyo.
Syarak mangato" adat memakai, saling menopang secara holistic. Menyebut diri etnis atau beridentitas Minangkabau berarti suatu masyarakat yang dalam dirinya berpadu secara holistic dari kedua unsur ini, adat dan syarak atau dengan kata lain suatu masyarakat yang beridentitas ke Minangkabau yang Islami. Filosofi hidup etnis Minangkabau ini bersesuaian dan selaras dengan filosofi kehidupan bangsa Indonesia.