“Mas Tom itu telaten melayani siapa saja. Beliau sangat kuat dalam urusan diskusi. Dan dia tidak mempersoalkan apakah pola pikir seseorang itu sama atau berbeda. Pernah suatu ketika, saya bersama beliau menemui kelompok Islam radikal. Seharian penuh dilayani diskusi dan setelah itu saya tanya ke Mas Tom, bagaimana, apakah dari hasil debat itu dia menerima pikiran kita? Mas Tom Menjawab, tetap tidak. Tapi biar saja, yang penting dia juga ngerti jalan pikiran kita”, kenang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Prof.Didik Rachbini, melihat Mas Tom, sebagai seorang pejuang pendidikan yang penuh inisiatif. Tidak pernah patah semangat bagi dunia pendidikan yang berpusat pada peserta didik dan gagasan untuk peningkatan kualitas para pendidik. Konsep pendidikan “andragogy” menjadi falsafah dalam penerapan nyata.
Adi Sasono, Utomo itu adalah aktifis sejati. Selalu konsisten dan memegang komitmennya walau dihadapkan pada rintangan yang sangat rumit. Frans Magis Suseso, Utomo itu adalah orang yang selalu ramah dan hangat. Dia bergaul dengan semua orang, meski berbeda etnik, keyakinan, garis politik dan pemikiran nya, friendly.
Lukman Hakim Syaifudin, Kementrian Agama, dengan runut dan apik, memaparkan kembali, ingatannya semasa ia menjadi aktivis. “Mas Tom adalah guru kami yang mengajarkan kita berpikir secara baik dan tepat. Menjadikan kita memahami pentignya seorang manusia harus menjadi manusia.
Karena itu, beliau selalu mengarahkan gerakan pendidikannya ke arah proses memanusiakan manusia. Bahwa, “Mas Tom memberi banyak kontribusi pemikiran bagi bangsa ini pada aspek hubungan Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Beliau sangat pluralis, terbuka dan mampu memberikan nafas perbedaan untuk hidup sejalan dalam kehidupan berbangsa.”
Daniel Dakhidae, Pimpinan Redaksi Prisma dan wartawan senior Kompas, menyampaikan kenangan masa lalunya, “Saya itu sangat akrab dengan beliau. Sekalipun umur kami berjarak 9 tahun, lebih tua beliau, tapi saya anggap sebagai teman dekat tanpa jarak. Itulah kenapa beliau memanggil saya dengan sebutan nama, dan saya pun memanggilnya sedikit berbeda dengan teman-teman, bukan Mas Tom, tapi Tom,” tuturnya.
Prof. Komaruddin Hidayat, mengemukakan bahwa Mas Tom seorang yang luar biasa. Dia dapat bertemu dengan siapa saja, dimana orang mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan bertatap muka. Tidak hanya itu, dia piawai sebagai fasilitator mempertemukan berbagai pihak. Dia saya sebut dengan, “Connecting People”.
DR. Anis Baswedan, almamhum sebagai orang yang luar biasa, mendirikan tiga perguruan tinggi yakni Akademi Wiraswasta/Sekolah Tinggi Wiraswasta, Universitas Islam Assyafiiyah dan Universitas Paramadina. Saat badan lemah, tetapi pemikiran kreatif dan jernih serta inspiratif masih berjalan, tergambar dengan sejumlah tulisan-tulisannya. Dia penggagas sebuah, “Lembaga Da’wah yang Intelek”.
DR. Yudi Latif, melihat Mas Tom sebagai orang yang selalu ceria dan kreatif dalam menghidupkan kebuntuan. Orang yang, “Serius yang jenaka”. Abdul Hadi WM, memberikan catatan khusus terhadap berbagai kiprahnya dalam sebuah kerangka perjuangan, “Teologi Persatuan dan Teologi orang Miskin”
DR. Poppy Ismalina, anak bungsu Utomo Dananjaya dan Mien Muthmainan, mengisahkan orangtuanya penuh haru serta mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan murid kedua orang tuanya. Ia sangat terharu, karena orangtuanya dicintai oleh teman-teman serta muridnya dalam dunia pergerakan. “Kami mendapat pengajaran penting dari Apa dan Oma bahwa hidup dengan saling mencintai itu akan menjadikan perbedaan adalah sesuatu yang biasa. Ayah dan Ibu saya mencintai anda semua dan dengan itulah sekarang kami mendapatkan kehangatan setelah mereka berdua tidak ada di dalam keluarga kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H