Saat bertugas di Pulau Buru, Saya dipertemukan dengan Pramoedya Ananta Toer. Pulau Buru memang tempat pembuangan tahanan politik yang terkait dengan PKI. Sebagai penyuluh saya cukup sering berhubungan dengan beliau.
Beliau adalah orang yang memiliki wawasan keislaman yang dalam, jiwa kerakyatan yang teguh, pembelaan terhadap golongan mustadh’afin sebagaimana tuntunan nabi. Dia juga memiliki jiwa yang lembut, penuh dengan kesabaran dan kerelaan terhadap qadha dan kadar Allah.
Di Pulau Buru, Tapol PKI diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pengetahuan agamanya. Kelompok pertama yaitu kelompok A, yang tinggi pengetahuan agamanya, bacaan al-Qurannya dan bacaannya shalatnya bagus. Kelompok kedua, yaitu kelompok B, yang sedang pengetahuan agamanya, yaitu bacaan al-Qurannya kurang lancar, perlu perbaikan sedikit-sedikit, demikian juga bacaan salatnya. Kelompok ketiga yaitu kelompok C, yang rendah pengetahuan agamanya, mereka buta huruf al-Quran dan bacaan salat masih tertatih-tatih, atau sama sekali kosong.
Saya sering menangis dalam hati menyaksikan beliau di tengah kekerasan dan paksaan, walau beliau sedikit mendapatkan keistimewaan karena kita angkat juga sebagai Tim Rohis di kalangan para tahanan. Ketika bebas dari P. Buru, berapa kali saya ingin bersilaturrahim dengan beliau seperti mantan tahanan yang lain, tetapi tidak pernah berhasil sampai wafatnya beliau, insya Allah husnul khatimah, dan tulisan-tulisan beliau yang saya milik, saya simpan baik-baik, yang intinya sebagai berikut :
2. Beliau menyaksikan banyak santri-santri di Pesantren laksana rodi, kerja paksa melayani kebutuhan kiyai-kiyai.
3. Beliau menyaksikan perbedaan yang tajam antara kehidupan kiyai dengan santri-santrinya.
4. Beliau menyaksikan zakat-zakat dan zakat fitrah bertumpuk di rumah kiyai tidak dibagikan kepada fakir miskin.
5. Beliau menyaksikan, perpecahan antara kiyai dengan kiyai, antara muballigh dengan muballigh, antara ormas-ormas Islam. Mereka saling fitnah memfitnah, saling menyesatkan yang satu dengan yang lain, saling membid’ahkan antara satu dengan yang mengkafirkan yang satu dengan yang lain.
6. Beliau menyoroti juga kehidupan tuan-tuan tanah yang juga rata-rata muslim, tetapi memperbudak rakyat-rakyat kecil yang tidak memiliki tanah. Perbedaan kehidupan antara tuan-tuan tanah dengan rakyat yang tidak memiliki tanah, jauhnya antara bumi dan langit.
7. Beliau menyoroti juga kehidupan pendidikan antara kota dan desa, dan antara Jawa dan luar Jawa.
9. Beliau kecewa melihat kaum muslim yang berwudhu, berkumur-kumur, membasuh muka, tetapi kerjanya hanya menebar fitnah dan adu domba, ghibah tanpa tabayyun, apakah mereka tidak memahami hakekat dari berkumur-kumur dan membasuh muka itu dalam berwudhu?
10. Beliau juga memandang sinis masalah pendidikan, baginya intelektualitas bukanlah produk sekolahan, tapi intelektualitas adalah proses belajar terus menerus, sebagaimana ungkapan nabi yang sering didengar dari ulama-ulama.
11. Beliau kecewa dengan pola hidup kaum muslimin karena turut menebarkan agenda kapitalisme dan jiwa feodalisme.
Tulisan beliau mengingatkan kepada saya apa yang terkenal diungkapkan oleh Syaikh Muhammad Abduh “Islam tertutup cahayanya oleh akhlak kaum muslim.
Beliau membuka tulisannya dengan: “Saya tidak membenci Islam, tetapi saya muak dengan akhlak kaum muslim.”
Sebagaimana kita sudah mengetahui bahwa musuh Komunis itu terkenal dari dahulu ialah Tiga Setan Desa, yang terdiri dari kaum ulama, kaum kapitalis, dan kaum militer. Yang kita ungkap disini kaum ulama yang banyak disorot oleh Pramoedya Ananta Toer.
Apakah sorotan itu benar atau salah, kita hendaknya melihat konteks sekitar tahun 1940 s/d tahun 1965.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H