Mohon tunggu...
Muchtar Adam
Muchtar Adam Mohon Tunggu... -

Muchtar Adam, lahir 10 September 1939 di Benteng, Selayar, Sulawesi Selatan, adalah Pemimpin Pondok Pesantren al-Qur ân Babussalam, Ciburial Indah, Dago-Atas, Bandung Utara. Pernah menjadi dosen agama UNPAD sejak 1974-1989.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Pertemuan dengan Pramoedya Ananta Toer di Buru

1 Maret 2016   05:02 Diperbarui: 7 Februari 2019   14:38 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di Mesjid Tefaat Buru (Dokpri)

Saat bertugas di Pulau Buru, Saya dipertemukan dengan Pramoedya Ananta Toer. Pulau Buru memang tempat pembuangan tahanan politik yang terkait dengan PKI. Sebagai penyuluh saya cukup sering berhubungan dengan beliau.

Beliau adalah orang yang memiliki wawasan keislaman yang dalam, jiwa kerakyatan yang teguh, pembelaan terhadap golongan mustadh’afin sebagaimana tuntunan nabi. Dia juga memiliki jiwa yang lembut, penuh dengan kesabaran dan kerelaan terhadap qadha dan kadar Allah.

Di Pulau Buru, Tapol PKI diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pengetahuan agamanya. Kelompok pertama yaitu kelompok A, yang tinggi pengetahuan agamanya, bacaan al-Qurannya dan bacaannya shalatnya bagus.  Kelompok kedua, yaitu kelompok B, yang sedang pengetahuan agamanya, yaitu bacaan al-Qurannya kurang lancar, perlu perbaikan sedikit-sedikit, demikian juga bacaan salatnya. Kelompok  ketiga yaitu kelompok C,  yang rendah pengetahuan agamanya, mereka buta huruf al-Quran dan bacaan salat masih tertatih-tatih, atau sama sekali  kosong.

Di Mesjid Tefaat Buru (Dokpri)
Di Mesjid Tefaat Buru (Dokpri)
Yang menarik ialah Pramoedya Ananta Toer, masuk kelompok B. Akhirnya saya minta kepada beliau menulis hal-hal yang menarik  sampai beliau bergabung dengan LEKRA yang berafiliasi dengan PKI Tulisannya sangat menarik dan pelajaran yang berharga bagi saya yang bergerak dalam bidang dakwah.

Saya sering menangis dalam hati menyaksikan beliau di tengah kekerasan dan paksaan, walau beliau sedikit mendapatkan keistimewaan karena kita angkat juga sebagai Tim Rohis di kalangan para tahanan. Ketika bebas dari P. Buru, berapa kali saya ingin bersilaturrahim dengan beliau seperti mantan tahanan yang lain, tetapi tidak pernah berhasil sampai wafatnya beliau, insya Allah husnul khatimah, dan tulisan-tulisan beliau yang saya milik, saya simpan baik-baik, yang intinya sebagai berikut :

Di Depan Markas Tefaat Buru (Dokpri)
Di Depan Markas Tefaat Buru (Dokpri)
1. Beliau sering menyaksikan Jemaah yang berkurban dan diamahkan kepada seorang kiyai, namun kurban itu tidak dibagikan. Alih-alih dibagikan kepada Jemaah, kurban itu dipelihara sampai beranak pinak.
2. Beliau menyaksikan banyak santri-santri di Pesantren laksana rodi, kerja paksa melayani kebutuhan kiyai-kiyai.
3. Beliau menyaksikan perbedaan yang tajam antara kehidupan kiyai dengan santri-santrinya.
4. Beliau menyaksikan zakat-zakat dan zakat fitrah bertumpuk di rumah kiyai tidak dibagikan kepada fakir miskin.
5. Beliau menyaksikan, perpecahan antara kiyai dengan kiyai, antara muballigh dengan muballigh, antara ormas-ormas Islam. Mereka saling fitnah memfitnah, saling menyesatkan yang satu dengan yang lain, saling membid’ahkan antara satu dengan yang mengkafirkan yang satu dengan yang lain.
6. Beliau menyoroti juga kehidupan tuan-tuan tanah yang juga rata-rata muslim, tetapi memperbudak rakyat-rakyat kecil yang tidak memiliki tanah. Perbedaan kehidupan antara tuan-tuan tanah dengan rakyat yang tidak memiliki tanah, jauhnya antara bumi dan langit.
7. Beliau menyoroti juga kehidupan pendidikan antara  kota dan desa, dan antara Jawa dan luar Jawa.

bersama beberapa komandan di Tefaat Buru (Dokpri)
bersama beberapa komandan di Tefaat Buru (Dokpri)
8. Beliau kecewa melihat perilkau orang Islam. Tiap hari mereka berwudhu membasuh tangan, tetapi banyak di antara mereka jadi pencuri, begal, membunuh sesamanya.
9. Beliau kecewa melihat kaum muslim yang berwudhu, berkumur-kumur, membasuh muka, tetapi kerjanya hanya menebar fitnah dan adu domba, ghibah tanpa tabayyun, apakah mereka tidak memahami hakekat dari berkumur-kumur dan membasuh muka itu dalam berwudhu?
10.  Beliau juga memandang sinis masalah  pendidikan, baginya intelektualitas bukanlah produk sekolahan, tapi intelektualitas adalah proses belajar terus menerus, sebagaimana ungkapan nabi yang sering didengar dari ulama-ulama.
11. Beliau kecewa dengan pola hidup kaum muslimin karena turut menebarkan agenda kapitalisme dan jiwa feodalisme.

Tulisan beliau mengingatkan kepada saya apa yang terkenal diungkapkan oleh Syaikh Muhammad Abduh “Islam tertutup cahayanya oleh akhlak kaum muslim.

Beliau membuka tulisannya dengan: “Saya tidak membenci Islam, tetapi saya muak dengan akhlak kaum muslim.”

Sebagaimana kita sudah mengetahui bahwa musuh Komunis itu terkenal dari dahulu ialah Tiga Setan Desa, yang terdiri dari kaum ulama, kaum kapitalis, dan kaum militer. Yang kita ungkap disini kaum ulama yang banyak disorot oleh Pramoedya Ananta Toer.

Apakah sorotan itu benar atau salah, kita hendaknya melihat konteks sekitar tahun 1940 s/d tahun 1965.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun