Mohon tunggu...
Muchtar Adam
Muchtar Adam Mohon Tunggu... -

Muchtar Adam, lahir 10 September 1939 di Benteng, Selayar, Sulawesi Selatan, adalah Pemimpin Pondok Pesantren al-Qur ân Babussalam, Ciburial Indah, Dago-Atas, Bandung Utara. Pernah menjadi dosen agama UNPAD sejak 1974-1989.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

“Tali Allah” Itu Tergantung di Tengah Mesjid

19 Februari 2016   10:35 Diperbarui: 19 Februari 2016   11:13 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="berpegan teguhlah pada tali agama allah (dok : Muhammad Mujahid)"][/caption]Menjelajahi pulau-pulau di Indonesia, apalagi pulau terpencil adalah penambahan wawasan yang luar biasa. Selain melihat berbagai budaya, kita akan melihat berbagai praktek dan adat keislaman di yang sangat unik. Setiap tempat berupaya menerapkan syariat Islam sesuai dengan kadar pengetahuan mereka. Tentunya hal ini dipengaruhi juga oleh metode dakwah tokoh atau muballigh yang dianggap sebagai ulama atau ustadz didaerah itu.

Di satu tempat di Pulau Buru (saya lupa nama desanya), saat menjadi petugas dakwah di Tefaat Buru tahun 1972, saya sempat menyaksikan penerapan syariat Islam yang unik. Di tengah mesjid kampung itu, tersedia sebuah tali yang disebut “Tali Allah”. Tali itu menggantung dari atap hingga lantai. Setiap orang yang masuk atau keluar mesjid mestilah memegang “Tali Allah” tersebut.

Pemandangan yang aneh buat saya. Namun saat ditelisik, ternyata pengalaman itu berdasarkan sebuah ayat Al Qur’an dari Surat Ali Imran ayat 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali  Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” Di kampung ini ternyata ayat tersebut dimaknai sangat simbolik yaitu dengan memegang tali yang dipasang di tengah mesjid. 

Pengamalan ayat seperti ini juga terjadi di beberapa tempat. Hal ini saya ketahui saat pulang cuti dari Pulau Buru. Saya sengaja naik kapal laut dari Ambon ke Jakarta, Selain lebih murah, saya bisa silaturahim dengan saudara-saudara di tempat kapal bersandar. Alhamdulillah saya bisa bertemu dengan saudara-saudara di Bau-bau dan Makasar. Di kapal saya bertemu dengan Ketua Majlis Ulama Maluku. Kami mengobrol tentang situasi dakwah di Pulau Buru, tahanan PKI dan masyarakat. Dalam obrolan itu, saya menyinggung pengalaman memegang “Tali Allah” Ketua Majlis Ulama Maluku menyampaikan bahwa di Maluku saat itu ada dua pulau yang melaksanakan adat yang sama. Dalil yang dipakai pun sama.

[caption caption="Jangan bercerai berai (sumber : http://nurpasti.blogspot.co.id)"]

[/caption]Dalam pendidikan dan dakwah yang saya terima, kita tidak boleh menyinggung dan menyalahkan apa yang ada di dalam masyarakat. Jikapun itu tidak sesuai, maka harus diubah dalam proses dakwah yang bijaksana (lihat posting tentang shalat memakai tikus dan kayu). Metoda dakwah seperti ini disebut dengan metoda al-tadrij (evolusi) dan bilhikmah dan mauizhah hasanah. Dengan menggunakan metoda seperti ini maka kebiasaan yang ada pada maysarakat dapat berobah, tanpa menimbulkan gejolak. Al-Tadrij fi al-Tasyri,’ evolusi dalam mengubah situasi dan kondisi seperti ini membutuhkan kesabaran karena butuh waktu dan kreatifitas. (lihat : shalatlah dengan bangkai tikus dan kayu)

Jika merujuk pata kata tarbiyah yang memiliki makna pendidikan yang bersumber dari Maha Pencipta Allah Swt yang diliputi oleh rahmat dan kasih saying, maka cara berdakwah mestilah bertujuan untuk mengubah dengan perubahan yang penuh dengan kebijaksanaan, tanpa menyinggung perasaan individu dan masyarakat. Berdakwah bukanlah dengan cara memarahi dan mengejek, tetapi melalui kesadaran dari dorongan ilmu yang membentuk cara berfikir baru dan dinamis

Pendidikannya membangkitkan kesejukan dan kegembiraan karena meniru dan menerapkan kepribadian rasulullah Saww dalam aktifitas dakwahnya. Dalam melaksanakan dakwahnya, Rasulullah mengedepankan perubahan secara lembut bukan dengan cara keras kecuali dalam menerapkan kalimat tauhid. Metode seperti inilah yang akan membekas di masyarakat.

[caption caption="(sumber gambar https://risalahnet.wordpress.com)"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun