Mohon tunggu...
Muchtar Adam
Muchtar Adam Mohon Tunggu... -

Muchtar Adam, lahir 10 September 1939 di Benteng, Selayar, Sulawesi Selatan, adalah Pemimpin Pondok Pesantren al-Qur ân Babussalam, Ciburial Indah, Dago-Atas, Bandung Utara. Pernah menjadi dosen agama UNPAD sejak 1974-1989.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

57 Tahun Berumah Tangga

28 Maret 2015   11:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:53 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

57 tahun berumah tangga sejak 1959, tentunya banyak suka dukanya. Putera/puteri 7 orang dan cucu saat 33 orang, buyut 4 orang. Dalam melaksanakan membina rumah tangga, sebagai Guru SMI Muhammadiyah di Benteng Selayar 1961 s/d 1963. Sebagai guru swasta yang hidup pas-pasan, walau isteri juga guru di SMI Muhammadiyah. Tetapi karena cita-cita yang tinggi, maka pada tahun 1963, hijrah ke Bandung, kota istri , sementara tinggal dirumah mertua.

Sebagai muhajir, pasti mengalami penderitaan dan kesulitan , karena semuanya mulai dari nol, apalagi sudah memiliki putri satu orang, sedang belum memiliki rumah. Berjuang dari nol, pasti banyak kesulitan dan penderitaan, tetapi dengan kesabaran dan keuletan, alhamdu lillah, pintu-pintu rezeki terbuka sedikit demi sedikit.

Gerakan perjuangan pertama, membangun Muhammadiyah ranting Cisitu, terus membangun Muhammadiyah Bandung Utara, yg kemudian berobah menjadi perkecamatan, cabang Coblong. Dari gerakan dakwah ini, jaringan dan silaturrahim terbuka, sehingga ada teman-teman dari Solo nitip batik untuk jualan, sambil berdakwah, kemudian mengajar di SD Muhammadiyah Cisitu, dan selanjutanya diminta  mengajar di SMP Muslimin Jln.Ambon.

Merintis Majlis-Majlis Ta’lim di beberapa daerah dan dikalangan menengah keatas, karena daerah Cisitu adalah daerah dosen-dosen ITB dan UNPAD. Ini membukakan pintu-pintu perjuangan, ketika banyak yang meminta mengajar ngaji dirumah-rumah jamaah yang umumnya dosen-dosen ITB yang baru pulang dari AS, atau Eropa, dan Dosen-Dosen UNPAD. Mengajar ngaji  dirumah-rumah, baik anak-anaknya atau keluarga, lumayan juga walau hanya rata-rata sekali sepekan. Hari-hari kosong saya gunakan untuk dagang terasi, karena ada teman dari Cirebon yang mendrop kepada saya dan saya menjual kewarung-warung, dan disaat itu juga ada  jamaah yang meminjamkan sepeda,  sehingga sepeda saya gunakan mengirim kewarung-warung di Coblong. Pernah juga setahun menjadi kuli bangunan ,tetapi sekaligus belajar menembok.

Sesudah Peristiwa Gestapu, 1966 , ada penerimaan Guru Agama, maka saya bersama istri mendaftar dan diterima sebagai Guru Agama di SD, dan saya ditugaskan di SD Negeri Merdeka, depan hotel Panghegar. Saya bertugas disini selama satu tahun, terus diminta, untuk pindah ke Dinas Penerangan Agama Islam, Kantor  Departemen Agama  Kota Madya Bandung. Sebagai pegawai negeri walau hanya golongan II B, yah lumayan, apalagi bersama isteri juga diterima sebagai pegawai negeri. Pada saat ini putera sudah 3 orang.

*Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun