Mohon tunggu...
Muchlis Fatahilah
Muchlis Fatahilah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

Belajar. Agar tidak jadi budak di Negeri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Penggunaan Kata "Jancuk" sebagai Budaya Populer, Apakah Pantas?

5 Januari 2022   23:01 Diperbarui: 5 Januari 2022   23:35 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Beberapa tahun belakangan ini masyarakat yang banyak didominasi oleh anak muda sangat akrab dengan penggunaan kata jancuk dalam keseharian mereka. 

Sudah banyak diketahui bahwa kata ini banyak digunakan oleh orang-orang kampung Suroboyo saat berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. 

Namun, menurut pengamatan penulis, penggunaan kata tersebut cukup massif setelah rilis nya film Yowis Ben pada tahun 2018 yang disutradarai oleh Fajar Nugros dan Bayu Skak. Film yang mampu merangkul 825-an penonton tersebut menggunakan 80 persen dialog dengan bahasa Jawa. 

Dalam berbagai dialog, film ini kerap menyematkan kata jancuk ketika sedang kesal dan marah serta di beberapa dialog hanya sekadar spontanitas. Di Film ini pula, kata cuk digunakan untuk memanggil lawan bicara.

Meski tak sepenuhnya Film Yowis Ben yang menjadi 'pemantik' masif nya kata jancuk, namun tidak bisa dipungkiri bahwa Film tersebut menjadi salah satu bagian yang memperluas penggunaan kata tersebut. 

Hal ini dikarenakan kelima unsur komunikasi yang disampaikan oleh Laswell, yakni komunikator, komunikan, pesan, media dan efek, terpenuhi dalam kasus ini. 

Selain itu, popularitas dari Bayu Skak yang merupakan seorang you tuber juga sangat berpengaruh. Karena, komunikator yang popular dan menarik biasanya lebih persuasif dan efektif daripada komunikator yang tidak popular dan kurang menarik. (Baron dan Byrne,2001)

Penggunaan kata jancuk yang meluas hampir ke seluruh nusantara, tanpa disadari menjadi pop culture (budaya populer). Budaya populer ini diartikan sebagai budaya kebanyakan orang. (Storey,2009) mengemukakan bahwa budaya populer merupakan budaya komersial tidak berdaya dan merupakan produk mengambang yang dikonsumsi secara massa. 

Sementara, dalam konsepsi budaya, pop culture terbagi menjadi dua yakni dimensi konkrit berupa artefak-artefak budaya (musik, program TV, makanan, periklanan, dll) dan dimensi abstrak (nilai, ideologi, norma, dan kepercayaan tradisi). Perkembangan budaya populer yang begitu cepat dikarenakan masyarakat urban memiliki akses yang cukup mudah dalam menerima informasi, termasuk mengakomodasi budaya dan nilai yang ditransmisikan lewat teknologi, terutama lewat jejaring internet.

Pembahasan mengenai pantas atau tidaknya kata jancuk diucapkan, pada dasarnya, harus didasari atas pengetahuan mengenai makna dari kata jancuk itu sendiri. 

Tidak ada sumber yang secara pasti mendefinisikan kata jancuk. Namun, berdasarkan asal katanya, dan yang paling rasional menurut penulis adalah berasal dari nama tank Belanda yang bertuliskan Jan-Cox. Tank ini pula diduga terdapat dalam pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, kemudian ketika tank tersebut lewat, masyarakat berteriak dengan kata jancuk. Selain itu, ada berbagai definisi mengenai kata jancuk. 

Sabrot D Malioboro menjelaskan bahwa penggunaan kata tersebut merupakan bagian dari bahasa Suroboyoan yang paling komunikatif. Artinya, bahasa tersebut sangat mampu untuk menghubungkan satu individu dengan individu lain serta mudah dimengerti, difahami dan diterima dengan baik. 

Lain daripada itu, (Sulistyo, 2009) mendefinisikan bahwa umumnya kata jancuk akan digunakan untuk mengumpat atau misuh. Kata tersebut juga dianggap sebagai bentuk tantangan untuk berkelahi dan dikenal saru (tidak pantas diucapkan). Dengan demikian, kata jancuk memiliki makna dan fungsi yang bervariasi.

Keberagaman pemaknaan kata jancuk jelas menuntut para penuturnya untuk mampu menempatkan kapan, dimana, dan dengan siapa kata jancuk ini diucapkan. Karena, hal ini sangat berkaitan erat dengan etika dan moral. 

Etika merupakan ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Orang didaerah Surabaya mungkin menganggap wajar penggunaan kata jancuk, akan tetapi belum tentu diterima didaerah lain. 

Terkait moral, Howard berpendapat bahwa moral merupakan patokan perilaku benar dan salah yang dapat dijadikan pedoman bagi pribadi seseorang. Moral bersifat pribadi dan subyektif, dimana standarnya mungkin akan berbeda pada masing-masing orang. Standar moral seseorang juga dapat berubah seiring berjalannya waktu. 

Sehingga, moral tidak dapat di generalisir dari kepercayaan satu orang dengan yang lain. Karena moral bersifat pribadi, maka ini menjadi risiko tersendiri ketika menggunakan kata jancuk terhadap seseorang. Bisa jadi, kita menanggap benar ketika mengucapkan kata tersebut, namun orang lain tidak mampu menerima karena memang standar moralnya berbeda.

Kesimpulannya, penggunaan kata jancuk secara universal merupakan hal yang sah dan wajar saja. Namun, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan ketika menggunakan kata ini. Pertama, kita harus memahami adat atau kebiasaan dimana tempat kita tinggal atau ketika menggunakan kata ini. Apabila tempat tersebut menganggap pengucapan kata jancuk adalah hal yang wajar, maka sah-sah saja. 

Begitu pula sebaliknya. Kedua, kita harus tau dengan siapa kita berbicara. Ini bukan terbatas pada perkara standar moralnya sama atau tidak, melainkan perihal kesopanan. Terakhir, kita juga harus memahami situasi dan kondisi ketika mengucapkan kata ini. Menggunakan kata jancuk pada orang yang baru saja ditemui, kemungkinan besar akan menimbulkan kesalahpahaman.

Daftar Pustaka:

Isti Prabandari, Ayu. 2020. Perbedaan Etika dan Moral, Ketahui Sumber Prinsipnya. https://www.merdeka.com/jateng/perbedaan-etika-dan-moral-ketahui-sumber-prinsipnya-kln.html (diakses tanggal 30 Desember 2021)

Laili Khoirun Nida, Fatma. 2014. Persuasi Dalam Media Komunikasi Massa.AT-TABSYIR-Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 2(2), 77-95

Rani, Jian, Prima. 2013. Budaya Populer. https://sosoiologibudaya.wordpres.com/2013/04/25/budaya-populer-2/amp/ (diakses tanggal 03 Januari 2022)

Reksiana. 2018. Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral dan Etika.THAQAFIYYAT, 19(1), 1-30

Sriyanto, Sugeng dan Akhmad Fauzie. 2017. Penggunaan Kata "Jancuk" Sebagai Ekspresi Budaya dalam Perilaku Komunikasi Arek di Kampung Surabaya. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 7(2), 88-102

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun