Mohon tunggu...
Muchlis Fatahilah
Muchlis Fatahilah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

Belajar. Agar tidak jadi budak di Negeri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penggunaan Tagar Sebagai Cyberculture, dalam Mengawal Isu Klitih di Yogyakarta

2 Januari 2022   01:15 Diperbarui: 2 Januari 2022   02:28 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas.com

Hal ini pastinya menuntut para stakeholder untuk mengambil sebuah tindakan guna menghasilkan sebuah perubahan sosial yang diinginkan. Meskipun, harus diingat bahwa mengangkat suatu tagar keranah publik juga tidak selamanya menguntungkan. Dalam beberapa kasus, sekelompok orang menggunakan tagar untuk membangun citra buruk dan menjatuhkan seseorang demi kepentingan-kepentingan tertentu.

Hasil dari naiknya tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih  akhirnya mengundang beberapa respon dari berbagai pihak termasuk Gubernur D.I Yogyakarta, Sri Sultan HB X. Beliau merespon bahwa Pemda DIY sudah turun tangan untuk para pelaku klitih, khususnya pada anak dibawah umur lewat program pembinaan. Namun situasi di lapangan selalu menimbulkan tantangan. Sultan juga berpandangan bahwa perilaku remaja dan lingkungan tidak selalu sama dari waktu ke waktu. Bentuk penangannya pun harus bisa menyesuaikan. 

Selain dari Sultan, Polda DIY juga memberikan komentar terkait fenomena ini. Disebutkan bahwa salah satu respon dari Polda DIY adalah dengan melakukan peningkatan pengawasan atau patroli yang dilakukan di beberapa titik yang dianggap rawan terjadi klitih. Patroli ini sebagai upaya mewujudkan rasa aman terhadap warga Yogyakarta. Selain itu, berita terbaru (27/12/21) Polres Sleman dan Polsek Ngaglik berhasil menangkap 6 orang yang diduga pelaku klitih di jalan Kaliurang KM 9.

Dari budaya siber ‘menaikkan tagar’ dan kaitannya dengan isu klitih di Yogyakarta bisa kita ambil ‘benang merah’ bahwa sejatinya budaya siber akan membawa dampak yang baik selama pemanfaatannya benar-benar untuk kepentingan dan kebaikan bersama. Budaya ‘menaikkan tagar’ akan menjadi alternatif bagi siapapun dalam mengadu berbagai permasalahan dan problem yang dialami. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua yang ditampilkan dalam ruang siber merupakan kejadian nyata. Karena memang budaya siber dan budaya nyata ini berbeda. Solusinya, tetap selektif dalam menghadapi dan menanggapi konten apapun diruang siber.

Daftar Pustaka:

1. Amir Piliang, Yasraf. 2011. Masyarakat Transformasi dan Digital: Teknologi Informasi dan Perubahan Sosial. Jurnal Sosioteknologi, Edisi 27,  143-156

2. Fuadi,Ahmad, Titik Mutiah, dan Hartosujono. 2019. Faktor-faktor Determinasi Perilaku Klitih. Spirits, 9(2), 88-98

3. Isyawati Permata Ganggi, Roro. 2019. Cybrarian : Transformasi Peran Pustakawan dalam Cyberculture. Anuva, 3(2), 127-133

4. Syarifudin, Ahmad. 2021. 6 Pelaku Klitih di Jalan Kaliurang Ditangkap. https://www.google.com/amp/s/jogja.tribunnews.com/amp/2021/12/28/6-pelaku-klitih-di-jalan-kaliurang-ditangkap (diakses pada 02 Januari 2022)

5. Wis, Kum. 2021.Sri Sultan Buka Suara Soal Yogya Darurat Klitih. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211229131058-20-740032/sri-sultan-buka-suara-soal-yogya-darurat-klitih/amp (diakses pada 02 Januari 2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun