Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Stand Up Comedy: PBNU "Merebut" PKB

8 Agustus 2024   14:32 Diperbarui: 8 Agustus 2024   14:33 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stand up comedy mulai dikenal dan menjadi daya tarik masyarakat Indonesia sekitar tahun 2011, berbarengan dengan lahirnya Komunitas stand up comedy Indonesia yang digagas oleh Ernest Prakasa, Ryan Adriandhy, Raditya Dika, Pandji Pragiwaksono, dan Isman H. Suryaman. 

Stand up comedy bertujuan untuk menghibur atau mengendorkan saraf dan  otot yang tegang karena  menghadapi berbagai problema kehidupan setiap hari. Meskipun banyak nilai edukasinya,  banyak kritik  sosial bahkan pengetahuan baru di dalamya,  stand up comedy tetap lebih banyak dianggap sebagai  hiburan atau lelucon.

Lelucon stand up comedy tidak dilakukan dengan cara merubah bentuk tubuh dan pakaian, tetapi dilakukan dengan kemasan kata kata atau pandapat  dari seorang komedian. Inti stand up comedy terletak pada kemasan kata kata atau pernyataan dari seorang  komedian yang bisa membuat penonton tertawa. Jika ada orang, setiap berkata atau berbicara selalu lucu, membuat orang lain tertawa bisa dianggap sedang ber-stand up comedy  atau sedang menjadi komedian.

Pernyataan Ketua Umum PBNU berencana  menarik PKB ke NU yang diawali dengan membentuk panitia khusus (pansus) bisa dianggap sebuah lelucon di usianya NU yang mencapai satu abad.  Sejak kapan PBNU bisa dianggap memiliki PKB? Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU pasal dan ayat berapa  yang menunjukan PKB itu milik PBNU sehingga bisa ditarik ke wilayah PBNU? Apakah NU boleh melakukan aktivitas yang berkaitan dengan partai politik dengan cara merevitalisasi PKB?

Norma  atau semacam Undang Undang Dasar NU itu ada 3 (tiga). Pertama, Muqaddimah Qunun Asasi, Kedua, Khittah NU 1926, dan Ketiga, AD/ART NU. Mari kita tela'ah satu persatu.

Muqaddimah Qanun Asasi adalah  naskah pidato Rois Akbar NU Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari pada saat Muktamar pertama di Surabaya tahun 1926. Muqaddimah Qonun Asasi ini menjadi tuntunan warga NU dalam beragama, berbangsa dan bernegara. Tidak ada satu kalimat yang membenarkan NU melakukan praktik politik praktis dalam artian berkaitan dengan partai politik. 

Dasar perjuangan NU didasarkan ayat ayat yang menekankan pentingnya perjuangan politik kebangsaan yaitu mengajak pentingnya persatuan (pesaudaraan), menjaga harkat, martabat kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara yang adil, makmur, tanpa ada diskriminasi atau kedholiman dalam bentuk apapun. 

Diantara pesan  Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari  dalam Muqaddimah Qanun Asasi "Janganlah kamu saling dengki, saling menjerumuskan, saling bermusuhan, saling membenci dan janganlah sebagian kamu menjual atas kerugian jualan sebagian yang lain, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang  bersaudara."

Khitthah Nahdlatul Ulama  (NU) merupakan   landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan. Khittah NU harus diwujudkan dalam beragama, bermasyarakat dan bernegara.  

Dalam menjalan ajaran agama (beragama)  warga NU baik perseorangan maupun organisasi, dalam  bidang aqidah mengikuti faham yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan Al-Asy'ari dan Imam Manshur Al-Maturidi. Urusan  fiqh ibadah  mengikuti  salah satu dari madzhab Abu Hanifah An-Nu'man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Urusan tasawuf mengikut Imam Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali.  

NU baik perseorangan maupun organisasi dalam urusan kemasyarakatan mengedepan kehidupan moderat dan adil (tawassuth dan i'tidal), toleran (tasamuh) terhadap cara pandang keagamaan, sosial dan budaya dan seimbang/selaras (tawazun), menyeimbangkan hubungan denganwarga NU Allah (ubudiyah/ibadah) dan hubungan dengan sesama manusia (mu'amalah) serta dengan hubungan dengan ligkungan alam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun