Publik digegerkan peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari jumat 15 maret 2019 di salah satu hotel di Surabaya terhadap Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy (Romy), Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, Haris Hasanudin, dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Jawa Timur, Muwafaq Wirahadi.
Berdasarkan konferensi pers pada Sabtu, 16 Maret 2019, KPK menyatakan bahwa OTT terhadap Romy berkaitan dengan proses pengangkatan pejabat tinggi di lingkungan Kementerian Agama.
Berdasarkan gelar perkara, KPK meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan sehingga Romy ditetapkan sebagai tersangka diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hasil OTT, KPK mengamankan uang sebesar Rp. 156.000.000 (Seratus Lima Puluh Enam Juta Rupiah).
Ada dua keanehan  dalam kasus OTT Romy beserta pejabat kemenag daerah. Pertama, dari aspek jabatan dan kewenangan yang melekat dalam dirinya, Romy tidak memiliki keterkaitan langsung dengan oknum pejabat di Kementerian Agama.
Sebagai anggota DPR RI Komisi XI, Romy membidangi urusan keuangan dan perbankan dengan mitra kerja bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/BAPPENAS, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pusat Statistik (BPS), Setjen BPK, Bank Indonesia, Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sedangkan mitra kerja Kementerian agama berada dalam ruang lingkup Komisi  VIII DPR RI.
Kedua, dari sudut jabatan politik, Romy adalah ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang jelas tidak terkait dengan urusan birokrasi pemerintahan, khususnya birokrasi Kementerian Agama (Kemenag). Tugas utama partai politik adalah menyerap dan memperjuang aspirasi rakyat melalui wakil wakilnya di DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Artinya tugas pokok dan fungsi (tupoksi) ketua umum partai lebih bersifat legeslatif dari pada eksekutif (birokrasi pemerintahan).
Misi Kemenag
Setidaknya ada dua misi yang harus dilakukan Kemenag secara simultan yaitu misi birokrasi dan misi dakwah. Misi birokrasi menekankan pada bimbingan dan pembinaan kepada seluruh aparaturnya agar selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan tetap taat dan patuh kepada peraturan yang berlaku. Misi dakwah berkaitan dengan upaya melaksanakan pesan dan nilai-nilai yang terkandung di dalam agama yang diyakini.
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 39 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama 2015-2019, visi Kemenag adalah Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, dan sejahtera lahir batin dalam rangka mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.
Berdasarkan visi tersebut, Kementerian Agama satu-satunya kementerian yang selalu berurusan dengan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama.
Kita semua tahu bahwa setiap agama selalu mengajarkan moralitas dan kepribadian. Konsekuensinya, Kementerian Agama selalu menjadi sorotan publik. Kementerian Agama ibarat kain putih yang bersih. Sedikit saja terkena kotoran atau noda, publik mudah sekali mengenali. Kementerian Agama harus mampu menjadi contoh (uswah) bagi masyarakat dan kementerian lainya dalam hal integritas dan moralitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.