Ustadz Abdul Somad (UAS) adalah seorang mubaligh millennial yang sangat menarik untuk diperbincangkan bukan karena kontroversialnya melainkan karena  masuk dalam daftar nama hasil ijtima Ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatma (GNPF) bersama tokoh senior politik PKS  Salim Assegaf dan Gubernur DKI Anis Baswedan untuk dijadikan Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Prabowo Subiyanto.
Popularitas UAS di awali dari penolakan beberapa ormas terhadap dirinya untuk mengisi ceramah agama. Awal Desember 2017, UAS ditolak berceramah di Bali, oleh salah satu ormas, kemudian akhir desember 2017 UAS juga di tolak saat akan berceramah di hadapan TKI yang ada di Hongkong.
Akhir juli 2018, UAS juga mendapat perlakuan yang tidak adil pada saat akan berceramah di Semarang. Ormas yang bernama Patriot Garda Nusantara ( PGN) Pimpinan KH. Nuril Arifin Husain menolak UAS hadir dan berceramah di kota Semarang 30-31 juli 2018. Alasanya, selain dianggap sering mengembangkan radikalisme agama, UAS juga di anggap sebagai tangan panjang ormas HTI yang dinyatakan ormas terlarang dan sudah di bubarkan oleh Pemerintah.
Sikap UAS
Bagaimana sikap UAS terhadap rayuan untuk menjadi Wakil Presiden mendampingin Prabowo Subiyanto? Tidak ada jawaban yang pasti apakah UAS Menerima atau menolak " lamaran" tersebut. Di sela sela ceramah, saat ditanya tentang cawapres, UAS menjawab dengan diplomatis. Saat Sayyidina Umar ibn Khattab wafat, banyak tokoh menghendaki putranya yang bernama Abdullah bin Umar menggantikan sebagai khalifah.
Abdullah bin Umar berkata "idza wushida al amru ila ghairi ahlihi wantadhiru al sa'ah " artinya ketika suatu urusan/ amanah diberikan kepada yang bukan ahlinya maka tunggu kehancuranya. Disetiap akhir ceramah, UAS selalu mohon di do'akan semoga mampu istiqomah menjadi penceramah agama yang baik bukan menjadi yang lain.
Secara eksplisit, UAS tidak bisa dikatakan menerima atau menolak "lamaran" cawapres Prabowo Subiyanto. Namun secara implisit dapat di maknai kalau UAS belum punya nyali atau belum percaya diri menjadi calon wakil presiden. Jika UAS belum percaya diri atau masih malu malu menerima "lamaran" cawapres merupakan sesuatu yang wajar. Dilihat dari kompetensi keilmuan dan sepak terjang di organisasi sosial, UAS termasuk tokoh yang belum banyak berkecimpung dalam dunia politik.
Pendidikan formal yang dilalui dari jenjang pendidikan dasar sampai magister (S2) adalah ilmu normatif keagamaan dengan spesialisasi ilmu hadis dan fiqh. Pengalaman organisasi juga belum pernah bersentuhan dengan organisasi yang bersifat politik baik secara langsung maupun tidak langsung.Â
Wakil presiden posisi yang sangat dekat dan selalu berkaitan dengan urusan partai politik, pertimbangan politik dan kebijakan politik. Oleh sebab itu wakil presiden harus diisi oleh orang yang memahami liku liku atau dinamika politik kebangsaan dan politik birokrasi kekuasaan maupun politik praktis ( partai politik).
Karakter atau Reputasi UAS?
Pakar Perilaku organisasi yang juga pelatih Basket ternama dari Amerika Serkat John Wooden mengatakan "Be more concerned with your character than youreputasion, because your character is that you really are, while your reputasion is merely what athers think you are". Berilah perhatian yang lebih besar kepada karakter anda dari pada reputasi anda. Karena karakter merupakan realitas anda yang sebenarnya, sedangkan reputasi hanyalah persepsi dari orang lain kepada diri anda". Â
UAS pasti mengetahui, memahami dan menyadari karakter yang sebenarnya dalam dirinya, mubaligh ataukah politisi (Cawapres). Jika  UAS menyadari bahwa karakter yang sebenarnya  sebagai seorang mubaligh maka dorongan, rayuan bahkan "paksaan" untuk menjadi Cawapres dianggap sebuah reputasi yang sifatnya sementara sehingga UAS tidak akan menerima tawaran sebagai cawapres. Sebaliknya jika UAS menganggap bahwa karakter dirinya adalah politisi, maka tawaran sebagai cawares akan diterima.
Menerima "lamaran" sebagai cawapresnya Prabowo Subiyanto secara langsung ataupun tidak langsung telah menutup dirinya untuk bisa dimilik semua umat. Bersedia menjadi cawapresnya Prabowo, berarti  telah mendeklarasikan bahwa dirinya hanya milik pendukungnya Prabowo. Apabila pasangan Prabowo-UAS menang dalam pilpres maka kesempatan berdakwah UAS melalui ceramah agama berkurang bahkan bisa dikatakan hilang.Â
Waktu UAS habis untuk menyelesaikan  politik kekuasaan dan persoalan kebangsaan.  Apa bila pasangan Prabowo-UAS kalah, bangsa Indonesia mencatat bahwa UAS adalah mubaligh kelompok Partai pendukung Prabowo yang di asumsikan tidak bisa netral dalam mensikapi problematika bangsa Indonesia. Setiap pilihan atau keputusan selalu ada resikonya, semuanya terpulang pada hati nurani UAS sendiri. Selamat beristikharah.
Dr. M. Sekan Muchith, S.Ag, M.Pd Dosen IAIN Kudus dan Peneliti Tasamuh Indonesia Mengabdi (TIME) Jawa Tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H