Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nilai UN Siswa Miskin dan Anak Guru di Bawah Rata-rata

15 Juli 2018   15:51 Diperbarui: 15 Juli 2018   16:45 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun akademik 2018/2019 untuk sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah sudah dimulai. Peserta didik hasil seleksi melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi yang diatur dalam Permedikbud nomor 14 tahun 2018 mulai melakukan proses pembelajaran di sekolah sesuai pilihannya masing masing..

Setidaknya ada tiga macam siswa yang memiliki prioritas untuk diterima, yaitu Pertama, siswa yang memiliki prestasi sekurang kurangnya juara I kejuaraan tingkat nasional atau juara I, II dan III kejuaran tingkat internasional. Kedua, siswa yang kategori tidak mampu yang dibuktikan dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh pemerintah desa setempat. Ketiga siswa yang menjadi anak guru disekolah pilihan yaitu anaknya guru yang mengajar di sekolah pilihan pertama. 

Dari ketiga kategori siswa yang mendapatkan prioritas masuk, terdapat polemik ditengah tengah masyarakat yaitu siswa yang dikategorikan tidak mampu yang masuk menggunakan KIP atau SKTM dan siswa yang menjadi anak guru disekolah pilihan. Terhadap siswa yang memiliki prestasi kejuaraan nasional dan internasional masyarakat menganggap wajar dan sah sah saja  jika mendapat perlakuan istimewa dengan prioritas masuk disekolah sesuai pilihan karena tidak mudah seorang anak memperoleh prestasi juara I ditingkat nasional atau  juara I, II dan III ditingkat internasional.

Logika pendidikan mengatakan bahwa, siswa yang layak memperoleh perlakuan istimewa (prioritas) adalah siswa yang memiliki kelebihan dalam bidang kecerdasan tertentu baik kecerdasan yang berkaitan dengan  fisik atau kecerdasan yang berkaitan  non fisik. 

Daniel Goleman  pencetus Kecerdasan Emosional (EQ) yang dikutip Taufik Pasiek (2005) dalam " Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neurosains dan Al Qur'an" menjelaskan bahwa kecerdasan manusia sekurang kurangnya menyangkut 7 (tujuh) macam yaitu kecerdasan linguistik, matematik, spasial, kinestetik, musikal, antar pribadi dan interpribadi.  Artinya setiap siswa yang memiliki kelebihan diantara 7 (tujuh) kecerdasan sudah selayaknya memperoleh perhatian khusus atau prioritas dalam pelayanan termasuk pelayanan masuk disekolah sesuai pilihan.

Realitas Siswa Prioritas

Tulisan ini tidak akan mempersoalkan sistem prioritas kepada siswa tidak mampu dan siswa yang menjadi anak guru disekolah pilihan. Karena sistem prioritas sudah dilakukan dan diatru berdasarkan regulasi yang sah. Tulisan ini akan memaparkan seperti apa realitas kualitas yang dimiliki siswa tidak mampu dan siswa yang menjadi anak guru disekolah pilihan yang memperoleh prioritas dalam PPDB tahun 2018.

Berdasarkan hasil survey (tracking) penulis  yang dilakukan bersama  Lembaga Riset Tasamuh Indonesia Mengabdi (Time) Jawa Tengah diperoleh hasil bahwa Rata rata hasil Nilai Ujian Nasional (NUN) siswa tidak mampu dan siswa yang menjadi anak guru disekolah pilihan ternyata tidak memuaskan, karena di bawah rata rata NUN siswa lain yang tidak memeproleh perlakuan istimewa.

Survey atau tracking dilakukan dalam PPDB online kepada siswa tidak mampu (miskin) sebanyak 7780 siswa dan kepada siswa anak guru disekolah pilihan sebanyak 230 siswa yang ada di 101 sekolah (SMA) dan tersebar di 28 (dua puluh delapan) Kabupaten/kota di Jawa Tengah. Hasilnya cukup memperihatinkan, bahwa siswa tidak mampu (miskin) yang diterima dengan prioritas, ternyata  memiliki NUN di bawah rata rata siswa yang kategori tidak miskin (regular). Masih banyak siswa miskin dengan Nilai UN di bawah angka 20.00 masih bisa diterima karena peraturan yang ditentukan dalam permindikbud nomor 14 tahun 2018.

Kualitas akademik siswa tidak mampu yang ditandai dengan NUN yang masuk melalui PPDB tahun 2018 berada dalam penyebaran sebagai berikut; yang memiliki NUN antara 10 s/d 15 sebanyak 5 %, yang memiliki NUN berkisar antara 16 s/d 20 sebanyak 22 %, yang memiliki NUN berkisar antara 21 s/d 25 sebanyak 53 %, yang memiliki NUN antara 26 s/d 30 sebesar 11 % dan yang memiliki NUNdiatas angak 31 hanya 11 %. Seperti diketahui mata pelajaran yang diujikan dalam UN SMP/MTS ada 4 mapel, sehingga dapat dikatakan siswa miskin yang diteriam di SMA di Jawa tengah mayoritas nilai Ujian Nasionalnya rata rata memperoleh nilai 6. (enam).

Sedangkan terhadap siswa yang menjadi anak Guru di sekolah pilihan, kualitas NUN berada dalam rentang nilai sebagai berikut; Siswa  yang mimiliki NUN di atas 31 sebanyak 26 %, yang memiliki NUN rentang antara 26 s/d 30 sebanyak 48 %, yang memilikiNUN antara rentang nilai 21 s/d 25  sebanyak 15 % dan yang memiliki NUN di bawah 20 sebanyak  11 %.  

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa  nilai UN anak Guru yang memiliki priorotas diterima di sekolah memiliki nilai rata rata pada rentang nilai 26-30. Artinya rata rata kemampuan akademik anak Guru pada angka (nilai)  7 ( tujuh). Nilai 7 (tujuh) dalam sistem pendidikan bangsa Indoensia belum dapat dikategorikan memuaskan (tinggi) karena Kreteri Ketuntasan Minimal (KKM) masing masing sekolah tingkat SLTP (SMP/MTS) khususnya mata pelajaran yang diujikan dalam UN, mayoritas diatas angka 7 (tujuh), yaitu berkisar antara 7,5 (tujuh koma lima) sampai 8 (delapan).

Sebuah Catatan

Berdasarkan hasil tracking pada PPDB tahun 2018, khususnya nilai siswa tidak mampu  dan anak guru yang memperoleh prioritas masuk di sekolah sesuai pilihan (Zona 1), maka perlu diberikan beberapa catatan atau rekomendasi  sebagai berikut :

Pertama, masing masing sekelah harus memiliki data pokok (data base) tentang kualitas akademik siswa yang mendapatkan prioritas masuk. Karena penentuan nilai masuk tidak didasarkan kualitas akademik melainkan disebabkan karena dikategorikan sebagai siswa tidak mampu dan sebagai anak dari guru disekolah pilihan. Hal ini dimaksudkan agar sekolah bisa melakukan bimbingan belajar secara optimal agar siswa yang memiliki nilai UN di bawah rata rata tetap bisa mengikuti proses pembelajaran, syukur bisa lebih meningkat dibanding siswa lainnya.

Kedua, masing masing sekolah harus tetap memiiliki komitmen untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas lulusan, walaupun input nilainya belum sesuai harapan. Sekolah harus mampu mempertahaankan predikat atau citra sekolah sebagai sekolah favorit walaupun inputnya berbeda dengan tahun tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan, alasan pemberlakuan PPDB dengan sistem zonasi dimaksdukan untuk melakukan pemerataan mutu sekolah dan menghilangkan kesan sekolah favorit.

Ketiga, setelah PPDB dengan sistem zonasi, masing masing sekolah atau pemerintah harus mengoptimalkan pendidikan dan pelatihan (diklat) kepada para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agar memiliki kualitas atau kinerja yang lebih baik dari pada tahun tahun sebelumnya. Kualitas kinerja tenaga pendidik dan tenaga kependidikan memiliki andil sangat dominan untuk mewujdukan kualitas dan pemerataan pendidikan.

Keempat, Selain kualitas kinerja tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pemerataan dan kualitas pendidikan juga di dukung oleh perlengkapan sarana pendidikan dan pembelajaran. 

Oleh sebab itu pemerintah harus  memberi perhatian yang serius dalam  perlengkapan sarana pembelajaran seperti, kenyamanan ruang belajar, perlengkapan buku perpustakaan, kecukupan ruang kelas, laboratorium, sarana kesehatan. 

Kelima, sinergi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa harus dilakukan secara proporsional, efektif dan efisien. Jalinan kerjasama antara sekolah dengan orang tua tidak hanya dilakukan dalam urusan pemberian sumbangan yang berupa materi atau non materi, tetapi justru yang paling utama dilakukan dalam hal kontribusi akademik atau pembelajaran seperti penyusunan program perencanaan sekolah, penyusunan kurikulum dan penyelesaian anak anak yang memiliki sikap dan perilaku berbeda (menyimpang). 

Hal lain yang perlu dilakukan secara periodik adalah Survey kepuasan layanan sekolah kepada orang tua siswa, karena pengguna layana dari pihak sekolah yang paling dominan (utama ) adalah orang tua siswa.

Dr. M. Saekan Muchith, M. Pd (Foto Pribadi)
Dr. M. Saekan Muchith, M. Pd (Foto Pribadi)
Dr. M. Saekan Muchith, M. Pd, Peneliti Pada Tasamuh Indonesia Mengabdi (TIME) Jawa Tengah, Dosen IAIN Kudus.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun