Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tiga Makna Halalbihalal

18 Juni 2018   08:40 Diperbarui: 18 Juni 2018   08:53 3250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halalbihalal benar benar sudah menjadi tradisi beragama bangsa Indonesia khususnya umat Islam. Setiap hari raya idul fitri semua orang, keluarga, instansi, organisasi tidak ada yang tidak melaksanakan halal bihalal. Waktu liburan habis di pergunakan untuk acara halal bihalal.

 Istilah halal bihalal diawali dari tradisi yang di mulai dari kerajaan Surakarta saat di pimpin oleh Raja yang bernama Pangeran Adipati Arya Mangkunegaran I atau dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. 

Setelah sholat Ied, Raja Mangkunegaran I meminta semua punggawa dan prajurit kerajaan untuk berkumpul di istana. Setelah berkumpul Raja memberikan berbagai wejangan agar semua punggawa dan prajurit memiliki kinerja yang baik dan optimal. Setelah memberikan wejangan, semua punggawa dan prajurit kerajaan tanpa kecuali dilakhiri dengan berjabatan tangan saling menaafkan. Tradisi itu terus berlanjut sampai sekarang.

 Ada juga yang mengatakan bahwa istilah halalbihalal dimunculkan oleh seorang Ulama kharismatik asal Jawa Timur KH. Abdul Wahab Chasbullah. Pada tahun 1948 dipanggil Presiden Soekarno untuk dimintai saran untuk menyelesaikan persoalan bangsa yang melanda krisis elit bangsa. Agar elit bangsa tidak semakin terjebak konflik semakin dalam, KH. Wahab Chasbullah mengusulkan pertemuan antar elit. 

Tujuan utamanya agar para elit bangsa saling berintrospeksi terhadap kekuranganya masing maisng. Elit bangsa di harapkan tidak saling menyalahkan tetapi harus saling memaafkan. Itulah akhirnya KH. Wahab mengusulkan acara pertemuan elit bangsa di sebut Halalbihalal.

 Seperti halnya tradisi lainya, halal bihalal  memiliki beberapa makna dalam kehidupan masyarakat. Lynton Keith Caldwell ( 1970), dalam " Environment : A Challenge for Modern Society " menegaskan bahwa setiap budaya atau tradisi pasti meniliki pelajaran atau makna untuk merubah cara fikir dan mental manusia. 

Suatu tradisi akan mampu merubah perilaku suatu bangsa jika tradisi tersebut benar benar dipahami dan dijadikan spirit kehidupan.

Sebagai suatu tradisi, halal bihalal memiliki makna : Pertama, dilihat dari aspek kata, halalbihalal dipahami gabungan kata  halal dengan halal atau baik dengan baik. Berarti sesuatu yang baik ( halal) harus di pertemukan dengan sesuatu yang baik pula. 

Jangan sampai dicampur adukan sesuatu yang baik ( halal) dengan sesuatu yang jelek ( Haram). Suatu niat atau tujuan yang baik harus di lakukan dengan cara atau metode yang baik pula. Jangan sampai memiliki atau merencanakn  tujuan yang baik tetapi dilakukan dengan cara yang kotor, buruk ( haram). 

Contohnya ingin menjadi suhada ( mati sahid) tetapi dilakukan dengan aksi bom bunuh diri. Ingin bersedekah tetapi dengan uang hasil korupsi atau hasil curian.

 Kedua, dilihat dari aspek suasana. Halalbihalal selalu dalam suasana yang menyenangkan, hati atau perasaan diliputi rasa tenang, nyaman, bahagia dan sejahtera. Karena halalbihalal berkaitan dengan senang senang, pesta dan ketemu dnegan sanak saudara dan kerabat. Kunci ketenangan dan kebahagiaan terletak pada kepatuhan terhadap aturan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun