Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Meraba Pikiran Donald Trump Mengajak Buka Puasa Bersama di Gedung Putih

8 Juni 2018   06:40 Diperbarui: 8 Juni 2018   08:35 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Amerika Serikat (AS) ke  45 Donald Trump tidak henti hentinya melakukan langkah atau gebrakan yang  kontroversial dan sensasional khususnya terkait dengan agama Islam dan juga umat Islam dunia.  

Setelah memindahkan Ibu Kota Israel dari tel Aviv ke Yerussalem yang penuh kontrioversial dan ditentang banyak  negara, pada hari rabu 6 juni 2018 waktu Amerika, Presiden yang dikenal "Bertangan Besi" dan "Bermuka Beton" melakukan kegiatan buka bersama mengundang  negara sahabat dan para pejabat muslim di Amerika dan di laksanakan di Gedung Putih.

Gila Beneer....!!! itulah kata kata yang layak di katakan, kepada seorang Presiden yang terkenal kontroversial sejak kampanye pemilu presiden dengan mengangkat issu melarang imigran muslim masuk ke Amerika Serikat. 

Banyak hal yang menjadi kontroversial bagi Donal Trump diantaranya: Trump memerintahkan  membatasi masuknya pengunjung dari Suriah dan enam negara mayoritas muslim lainnya selama 90 hari.  Keenam negara tersebut adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan dan Yaman. Disebutkan bahwa selama setidaknya 90 hari ini, pemerintah AS akan membatasi pemberian visa bagi warga dari Suriah dan enam negara tersebut.

Kebijakan terakhir yang sangat kontriversial adalah, mengakui dan memidahkan Ibu Kota  Israel di Tel Aviv ke Yerusalem. Walaupun ditentang berbagai negara, Trump tetap bersikukuh untuk mengeksekusi yang akhirnya menyebabkan tensi konflik arab --Israel meningkat atau memanas.

Setelah melakuka kebijakan yang menyakiti hati umat Islam pada umumnya dan bangsa Palestina khususnya, Trump melakukan langkah yang tidak kalah kontroversial. Pada hari Rabu 6 juni 2018 waktu setempat, secara mengejutkan Donald Trump mengajak para pejabat dan negara sahabat yang beragama Islam untuk melaksanakan buka bersama di Gedung Putih. Sungguh aneh.. ajaib dan mengandung tanda tanga besar. Apa sesungguhnya yang ada di otak Donald Trump dengan mengajak untuk berbuka puasa, sementara dia terlihat dari statemennya sangat benci kepada Islam dan juga umat Islam. Sikap Trump mengajak berbuka puasa dapat dipahami dari beberapa aspek.

Pertama, dari perspektif politik dalam negeri Amerika. Dalam konteks politik dalam negeri, Trump sebagai presiden membutuhkan dukungan politik secara optimal dari rakyatnya. Konsekuensinya Trump akan mencari data dan fakta yang benar benar menarik simpati dari warga Amerika sehingga kekuatan politik Trump semakin kuat sebagai pengausa di Amerika Serikat. 

Saya yakin, tim sukses Donald Trump telah melakukan tracer (penelusuran) melalui survei atau penelitian tentang issu apa yang mampu mendongkrak suara sehingga mampu memenangkan peraturan politik di Amerika melawan Hillary Clinton yang menjadi lawan politik dalam pilpres Amerika yang lalu. Walaupun ditentang masyarakat internasional, ternyata dengan mengangkat issu menolak imigram muslim masuk Amerika, membuat tembok pembatas Amerika Serikat dengan Mexico, akhirnya Donald Trump mampu memenangkan pilpres sehingga berhasil menduduki kuris paling bergengsi di gedung Putih. 

Issu issu kontrioversial yang terasa membenci islam dan umat Islam, dilakukan hanya untuk mendapat dukungan atau simpati dari masyarakat Amerika. Saya yakin tim Trump memiliki data yang vaalid atau akurat mengenai issu issu yang sesuai harapan yang sebenarnya warga Amerika.

Kedua, dari perspektif politik luar negeri. Sebagai presiden Amerika Serikat  tidak cukup hanya mendapat dukungan dari warga Amerika Serikat saja, melainkan perlu juga dukungan politik dari masyarakar atau dunia internasional. Bedanya dukungan dunia internasional bersifat politik publish (pencitraan) sedangkan dukungan internal warga Amerika Serikat bersifat politik elektoralis (dukungan suara). 

Kebijakan Trump untuk mengajak berbuka  dengan para pejabat dna negara sahabat yang muslim lebih kepada kebijakan poilitik publish (pencitraan) Trump agar memiliki citra positif di mata internasional. Dari segi waktu, sekarang ini, Trump tidak lagi membutuhkan dukungan suara, tetapi yang lebih penting dukungan citra positif dari dunia internasional. 

Jika 2 tahun lagi, menjelang pemilu presiden dimana Trump ada peluang untuk maju untuk yang kedua kalinya, maka Trum akan memainkan issu politik yang berpengaruh kepada peningkatan elektabilitas dalam percaturan pilpres untuk periode kedua. Kalau tim Trump memiliki data yang akurat tentang harapan atau keinginan warga Amerika serikat yang dapat menaikan elektabilitas dan dukungan suara di pemilu presiden periode kedua, maka Trump akan melakukan langkah langkah politik yang benar benar mampu menaikan suara walaupun itu harus berhadapan dengan masyarakat Muslim di dunia.

Ketiga, dari perspektif pola Pikir (Mindset) terhadap Islam. Lontaran atau peryataan Donald Trump yang menyakitkan umat Islam, bisa jadi ditujuan bukan kepada Islam secara norma (agaam) melainakn ditujukan kepada para oknum umat Islam yang memiliki sikap dna perilaku yang tidak sesuai nilai nilai kemanusiaan. Akibatnya sikap dan perilaku  oknum umat islam, akhirnya menjadikan citra islam menajdi negatif dikalangan non muslim. Dalam pikiran Trump, sebenarnya Islam memiliki visi, misi dan perjuangan yang sama dnegan agama lainnya yaitu misi kemanusiaan, kedamaian dna kasih sayang.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa lontaran kontroversial yang sangat meyakitkan umat Islam beberapa waktu lalu, itu ditujuan kepada oknum Umat Islam  yang sebagian masih memiliki sikap dna perilaku yang menakutkan bagi non muslim. Sementara kebijakan Trump untuk mengajak berbuka puasa bersama dengan pejabat dna negara sahabat yang muslim memiliki pesan bahwa Islam  sebagai agama adalah perlu dihormati dan dihargai oleh semua orang walaupun berbeda agama. 

Apakah rabaan itu benar?  Yang tahu hanyalah Donald Trump sendiri dan Allah Yang Maha Mengetahui segala galanya. Karena tulisan ini hanay meraba rama arah pikiran Donald Trump.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun