Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Uang dalam Kehidupan Manusia

6 Juni 2018   12:49 Diperbarui: 6 Juni 2018   14:32 3094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Uang selalu menjadi incaran setiap orang. Dari anak kecil sampai dewasa dan tua selalu berharap uang. Ingin memiliki apapun selalu menggunakan alat tiukar yang namanya uang. Konflik perseteruan dan peparangan juga gara gara uang. Rebutan kekuasaan, saling fitnah juga lagi lagi ingin memeproleh uang. Ketangkap KPK juga gara melakukan pelanggaran tentang uang. Pokoknya uang segala galanya dalam kehidupan manusia. Selama nyawa amsih dikandung badan tidak akan bisa lepas dari yang namanya u.

Semua uang kertas maupun logam dicetak atau diadakan oleh bank Indonesia (BI) sebagai satu satunya lembaga yang sah untuk menggandakan dan mengedarkan uang di Indonesia. Semua uang pecahan kertas diproduksi oleh BI dibuat dengan standar proses dan kertas yang sama dan diedarkan dengan strategi atau metode yang sama pula. BI tidak pernah membedakan proses pencetakand an pengedaran uang pecahan berapapun. Artinya dari pusatnya semua jenis uang adalah dilakukan dengan standar yang sama.

Pada saat di cetak semua pecahan uang adalah sama, tetapi sistem peredana di lakukan melalui berbagai bank yang ada kemudian sampailah ke tangan masyarakat Indonesai dan dunia. Dalam waktu beberapa waktu, mungkin 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan atau 1 tahun, berbaagi jenis uang pecahan mereka bertemu dalam satu tempat yang namanya dompet milik warga masyarakat. Pada saat sampai di dalam dompet masyarakat, uang pecahan kertas dibelanjakan atau dipergunakan untuk keperluan sehari hari.

Asal dan proses boleh sama, tetapi setelah dalam waktu sekitar 1 tahun, kondisi uang bentuk dan nasibnya berbeda beda. Uang kertas pecahan Rp. 50.000 (lima puluh Ribu Rupiah)  dan Rp. 100.000 (Seratus Ribu Rupiah ) masih dalama keadaan utuh, rapi dan menarik untuk dipegang. Sedangkan uang kertas pecahan Rp. 1000 (seribu rupiah), Rp. 2000 (dua Ribu Rupiah) dan Rp. 5000 (lima Ribu Rupiah) nasibnya tidak terawat, lusuh, kotor bahkan baunya tidak sedap sehingga tidak manarik untuk dipegang atau dimiliki. 

Orang yang memegang atau menyimpan juga jauh berbeda antara pecahan uang kertas Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 dibanding dengan uang pecahan kertas Rp. 1000,  Rp. 2000 dan Rp. 5000.  

Uang kertas Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 dipegang oleh orang orang yang berpakaian bersih, rapi dan selalu memakai parfum sehingga tecium bau wangi, sepeeti para elit, artis dan penguasha muda. Sedangkan uang kertas pecahan Rp. 1000, Rp. 2000, Rp 5000 berada ditangan para pengemis, anak jalanan dan dimasukkan kedalam kantong plastik yang kusut dan lusuh. Nasib benar uang kertas pecahan Rp. 1000, Rp. 2000 dan Rp. 5000.

Seandainya uang kertas bisa berbicara, meraka melakuakn dialog interakstif antara uang kertas Rp. 50.000, Rp. 100.000 dengan uang kertas Rp. 1000, Rp. 2000 dan Rp. 5000.   

Uang kertas Rp. 100.000 berkata kepada uang kertas Rp. 1000 dan Rp. 2000 Wahai uang kertas Rp. 1000 dan Rp. 2000 badanmu lusuh, kusut, kotor dan kamu juga disimpan oara pengemis dan anak jalanan. Ini lho aku yang selalu disimpan para artis, wanita cantik, penguasah muda yang berpakaian rapi dan harum baunya. Saya sering dibawa keluar masuk ke restoran, hotel, dan vila vila mewah di tengah kota dan manca negara.

Atas celotehan uang kertas Rp. 100.000, tersebut, maka uang kertas Rp. 1000 dan Rp. 2000 tidak kalah berdiplomasi. Uang kertas peahan Rp. 1000, Rp. 2000  dan Rp. 5000  berkata kepada uang Rp. 50.000 dan Rp. 100.000, "Iya benar, nasibmu enak sekali, kamu keluar masuk restioran, hotal dan vila megah. Kamu dilihat dari aspek jumlah atau nominalnya. Kalau aku memang tidak pernah keluar masuk restoran, hotel dan vila mewah, tetapi aku masuknya ke kotak amal masjid, kota infaq yang ada di warung warng PKL, di dalam kotak shodaqah bulan ramadhan, di panti asuhan yatim piatu, di komunitas fakir miskin. Aku lebih banyak dilihat dari aspek manfaat di akherat ketimbang dilihat dari aspek nominal atau nilai di dunia."

Secara nominal saya memang sangat kecil, bahkan tidak ada harganya, tetapi jika dilihat dari aspek kemanfaatannya untuk menyelematkan kehidupan akherat InsyaAllah saya besar. Karena justru yang sering masuk ke lokasi lokasi bermanfaat untuk akherat adalah uang seperti saya. Kalau kamu uang pecahan Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 tidak pernah masuk ke lokasi yang banyak memberikan manfaat di akhirat.

Kamu uang pecahan Rp. 50.000 dan Rp. 100.000 paling banyak dipergunakan untuk siap pilkada, suang meloloskan kasus hukum, sehingga nasibmu akan lebih banyak susah dari pada nikmatnya besok di akherat nanti.

Sebagai manusia tidak  cukup hanya memberi nilai secara fisik atau nominal, justru manusia yang sukses dan yang baik adalah orang selalu memberi manfaat untuk dirinya dan orang lain. 

Sesuatu yang kelihatan kecil tidak selalu remeh dan tidak bermanfaat. Tidak semua yang kelihatan besar dan banyak akan mampu memberikan sesuatu yang menyenangkan dan bermanfaat. Jangan mudah menyepelekan sesuatu yang kelihatan kecil, justru dari yang kelihatan kecil jika tidak di waspadai akan menjerumuskan kelembah yang paling dalam atau hina.

Dunia adalah panggung sandiwara, belum tentu apa yang dianggap baik oleh manusia itu baik juga dimata Allah, sebaliknya apa yang dianggap buruk manusia dimata Allah juga belum tentu buruk. Marilah kita biasakan berbuat yang positif dan bermanfaat untuk diri sendiri dna orang lain. Agar Allah mencatat amal baik kita sehingga kita semua bahagia di dunia dan akaherat. Amien YRA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun