Tulisan Kompasianer atas nama Dindo berjudul " Dampak Perubahan Nama Sekolah Karena "Grouping" tanggal 22 Mei 2018 yang diperbaharui tanggal 23 mei 2018 jam 16.09 Wib menarik dan perlu dilanjutkan. Mengapa demikian, Pendidikan formal (sekolah) memiliki peran sangat penting dan dominan dalam melahirkan putra puri bangsa yang akan memegang estafet kepemimpinan nasional di masa mendatang. Dapat dikatakan di dalam proses sekolah itulah akan lahir kader kader bangsa yang Smart dan berkepribadian unggul, walaupun keberhasilan pendidikan disekolah juga ditentukan oleh suasana pendidikan informal (keluarga).
 Memamg perubahan nama sekolah itu kelihatannya berdamak secara sederhana, seperti yang dipaparkan saudara Dindo seperti perubahan web, kop surat dan lainnya. Saya juga sebagai pelaksana pendidikan (pendidik) merasakan  bahwa langkah melakukan perubahan nama sekolah berdasarkan grouping itu langkah yang tidak relevan dengan dinamika dan tuntutan  ilmu pengetahuan dan budaya.
Apa yang akan didapat dengan perubahan nama sekolah berdasarkan goruping tersebut?. Mutu kurikulum (isi), mutu proses (pembelajara), mutu lulusan? Mutu tenaga kependidikan? Mutu sarana pendidikan? Atau mutu apa?.
 Semua orang memahami bahwa pendidikan  pada hakekatnya adalah memanusiakan manusia (humanisasi). Artinya dengan pendidikan, manusia memiliki kecerdasan personal, sosial dan spiritual sehingga melahirkan sikap dan perilaku yang santun, saling menghargai dan penuh tanggung jawab. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan yang dirumuskan Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional " Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan seluruh potensi dirinya untuk meraih kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat , bangsa dan negara. (Pasal 1 ayat 1).
Ingat..!!! rumusan pendidikan nasional secara eksplisit lebih banyak menekankan aspek aspek  moral kepribadian seperti;
Pertama, kekuatan spiritual keagaman (rumusan ini menjadi target pertama yang harus dikembangkan oleh pendidikan). Semua lulusan pemeluk agama apapun harus memiliki pengetahuan dan pemahaman serta praktik pengamalan yang baik terhadap apa yang diyakini.
Kedua, pengendalian diri, potensi dimaksudkan agar lulusan pendidikan memiliki jiwa yang sabar dalam menghadapi berbagai problem kehidupan. Di era globalisasi seperti sekarang ini, jika tidak mampu mengendalaikan diri secara optimal akan mudah terkena penyakit psikologi seperti stress dan lainnya.
Ketiga, Kepribadian dan akhlaq mulia, potensi ini jelas menginginkan agar semua lulusan pendidikan memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dnegan situasi dna kondisi dimana mereka berdomisili. Artinya orang yang memiliki kepribadian dan akhlaq mulia adalah orang yang selalu mampu adaptasi denagn situasi dimanaa mereka berada dan selalu memiliki kemampuan mengambil aspek positif dari yang dihadapi.
Keempat, Kecerdasan. Setiap manusia memiliki sekurang kiurangnya delapan kecerdasan, yaitu kecerdasan logika, linguistik, matematika, inter-personal, antar personal, kinestetik, musikal dan budaya. Semua kecerdasan tersebut lebih banyak menyangkut hal hal yang berkaitan dengan aspek psikologis atau kepribadian.
Kelima, ketrampilan yang mendukung kebutuhan masyarakat dan negara. Artinya setiap lulusan pendidikan harus mampu memanfaatkan perkembangan teknologi untuk sarana mempernudah menghadapi problem kehidupan. Â
Kelima hal yang jelas jelas di amanahkan pendidikan nasional, harus diupayakan secara optimal oleh semua pelaksana pendidikan di semua jenjang, mulai pelaksana di tingkat satuan pendidikan, ditingkat Kabupaten/Kota, tingkat propinsi sampai tingkat pusat (Kementrian). Kebijakan merubah nama sekolah berdasarkan grouping, menurut saya sesuatu yang sama sekali tidak mendukung rumusan amanah pendidikan nasional.Â
Yang harus dilakukan para pengelola pendidikan adalah bagaiaman merumuskan model manajerial dan model pembelajaran yang mampu mengoptimalkan tumbuhnya aspek moral kepribadian bagi lulusan pendidikan sehingga semua lulusan pendidikan benar benar mampu menjadi pelopor pembangunan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
Dengan kata lain, para pemangku kepentingan pendidikan di semua tingkatan harus melakukan desain pengelolaan pendidikan yang menggeser dari model Kognitif oriented menjadi model affektif oriented. Semoga inovasi kebijakan yang dilakukan para pemangku kepentingan  pendidikan mampu mengarah kepada model menejemen affektif oriented, jangan malah menyuburkan kognitif oriented.Â
Dr. M. Saekan Muchith, S.Ag, M.Pd Dosen IAIN Kudus Jawa Tengah.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H