Berbicara mengenai sikap hakim, seketika teringat kisah Abu Nawas yang mendapatkan wasiat dari ayahnya, syekh Maulana, yang menjadi seorang qadhi (hakim) pada masa kerajaan Harun Ar-Rasyid. Syekh Maulana dikenal sebagai orang yang alim dan bijaksana di wilayah Baghdad sehingga menjadi qadhi (hakim) yang disayangi oleh sultan Harun Ar-Rasyid.
Disaat syekh Maulana sedang sakit parah, beliau meminta Abu Nawas untuk mendekatinya dan mencium kedua telinga ayahnya, dan setelah Abu Nawas mencium kedua telinga ayahnya, Abu Nawas berkata bahwa telinga yang kanan aroma wangi akan tetapi telinga yang kiri tercium aroma busuk, maka ayahnya menceritakan suatu kejadian, pada suatu hari ada dua orang datang untuk mengadukan masalah kepada qadhi Maulana, yang seorang didengarkan keluhannya, dan seorang satunya dihiraukan keluhannya karena qadhi Maulana tidak senang kepada orang tersebut, dan menurut syekh Maulana, inilah resiko menjadi qadhi. Dari kisah tersebut dapat menjadi suatu pengingat bahwa menjadi seorang hakim harus menangani dengan bijak dan dengan memperhatikan kedua pihak.
Seorang hakim disebut sebagai wakil Tuhan, karena ditangan seorang hakim hukuman atau sanksi itu ditentukan, sebaiknya seorang hakim bersikap adil tanpa harus berpihak kepada siapapun, sikap adil adalah salah satu etika seorang hakim yang disebutkan dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Sikap adil yang dilakukan oleh hakim menunjukkan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dihadapan hukum, tanpa ada perbedaaan atau perilaku istimewa terhadap salah satu pihak, sebagaimana asas hukum yang sering kita dengar“Equality before the law” yaitu persamaan dihadapan hukum, dan juga tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Maka oleh karena itu, bagi majelis hakim dalam menangani suatu perkara, tidak boleh membeda-bedakan atau karena suka atau tidak suka kepada individual, tanpa harus memandang suku, ras bahkan agamanya, akan tetapi semua diperlakukan sama, memiliki hak dan akses yang sama terhadap hukum.
Semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat untuk diri pribadi serta para praktisi hukum, dan juga lebih memperhatikan kode etik profesi hukum, sehingga dapat bersikap adil dan bijak dalam membantu menyelesaikan permasalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H